Oleh : ISSRIN ASSEGAF
Permainan Persipal nyaris tak bernyawa tanpa kehadiran bocah bertubuh mungil yang saya juluki The Little Wizard atau Bocah Penyihir dari Nunu . Julukan yang mungkin terdengar berlebihan, tapi sejatinya justru masih belum cukup menggambarkan betapa besarnya pengaruh Garda di atas lapangan.
Baru berusia 11 tahun, Garda Bandawa sudah menjadi motor serangan utama di tim yang rata-rata berisi pemain satu tahun lebih tua darinya. Ia bukan hanya penghubung antar lini, tetapi juga pengatur tempo, kreator peluang, bahkan penentu ritme permainan. Ketika bola mengalir dari kaki ke kaki, Garda adalah porosnya. Ia tahu kapan harus memperlambat, kapan menggiring, kapan melepas umpan yang menusuk pertahanan lawan.
Lahir di Palu, 20 Februari 2014, Garda tumbuh besar di lingkungan Nunu yang dikenal dengan gudang pemain Sepak bola berbakat.
Kini, Garda menempuh pendidikan di SDN 8 Palu, dan di sela kesibukannya sebagai siswa, Garda terus berkembang bersama Akademi Persipal U12.
Garda sepertinya sudah bermain sepak bola sejak lahir. Visinya luar biasa. Dia tahu ke mana bola akan mengalir bahkan sebelum bola datang ke kakinya.
Garda bermain dengan jiwa menurut saya. Setiap sentuhan, gerakan, dan keputusannya di lapangan menunjukkan kedewasaan yang melebihi usianya. Ia membaca permainan seperti seorang maestro.
Tak heran jika banyak yang mengatakan tanpa Garda, Persipal U12 kehilangan arah.
Saya yakin dengan sering tampilnya Garda Bandawa di pentas nasional, bakal menjadi perhatian kalangan tallent scouting usia dini nasional.
Meski masih belia, harapan besar sudah disematkan padanya. Tapi bagi Garda sendiri, sepak bola adalah tentang cinta dan kegembiraan.
Garda mungkin hanya ingin bermain bola dan ingin timnya selalu menang. Sesederhana itu, tapi magis, seperti permainannya.**