Selamatkan Persipal Palu

Laporan: Issrin Assegaf, Wartawan Mercusuar

MERCUSUAR -Persipal Palu atau Persipal FC, klub kebanggaan masyarakat Sulawesi Tengah, khususnya kota Palu belum menunjukkan tanda-tanda kesiapan menghadapi musim baru Kompetisi Liga 2 2025/2026. Bahkan, tiga bulan menjelang kick-off, yang dijadwalkan pada bulan Agustus 2025, belum terdengar kabar pembukaan seleksi pemain, belum tampak aktivitas latihan, dan belum ada kepastian soal dana operasional.Sebuah keadaan yang menyesakkan, bak kapal besar yang kehilangan nakhoda dan arah.

Sejak Ketua Umum Persipal Palu, Rusdy Mastura tidak lagi menjabat sebagai Gubernur Sulteng, klub ini seolah kehilangan figur sentral yang selama ini menjadi motor penggerak. Dalam situasi yang tak lagi bertenaga, kini muncul spekulasi bahaya, yaitu menjual klub yang berarti Liga 2 di Palu bakal bubar jalan. Semua ini terjadi di tengah kenyataan bahwa untuk berlaga di Liga 2, dibutuhkan biaya minimal Rp10 hingga Rp15 miliar. Uang dari mana? Ini pertanyaan yang harus dicari jalan keluarnya.

Pada musim lalu, Bank Sulteng sebenarnya telah turun tangan dengan menyuntikkan dana sebesar Rp11,7miliar secara bertahap untuk mendukung Persipal.

Tapi sayangnya, langkah itu justru memunculkan polemik. Sebagian masyarakat menganggap dana tersebut tidak wajar. Ironisnya, hal ini tidak menjadi masalah di daerah lain. Bank BJB misalnya, mendukung penuh Persib Bandung. Begitu pula Bank Papua untuk Persipura, dan Bank Sumsel Babel untuk Sriwijaya FC. Mengapa ketika komitmen Bank Sulteng mendukung Persipal Palu yang notabene satu-satunya klub Sulteng di Liga 2 justru jadi kontroversi?.

Untuk dikatahui, dalam data Transfermarkt.co.id, Persipal berada di peringkat ke-20 klub Liga 2 berdasarkan nilai pasar, dengan estimasi Rp 499 juta per bulan untuk gaji 31 pemain, pelatih maupun official. Total biaya semusim mencapai Rp15,47 miliar. Artinya, suntikan dana dari Bank Sulteng pun sebenarnya masih rasional jika melihat kebutuhan dan nilai klub.

Namun semua kembali kepada komitmen pemangku kepentingan, terutama Gubernur Sulteng Anwar Hafid, yang notabene merupakan salah satu pemegang saham di Bank Sulteng, dan Wakil Ketua Persipal Palu.

Hingga kini, beliau belum menyatakan sikap atau dukungan resmi terhadap nasib Persipal. Padahal, satu pernyataan saja bisa menjadi pemantik semangat bagi manajemen, pemain, dan tentu saja suporter.

Jika masalah ini terus berlangsung dan belum ada kepastian maka ada dua jalan yang mungkin diambil manajemen Persipal, yakni menjual klub atau memangkas anggaran secara drastis, termasuk memotong kontrak pemain hingga 70–80 persen. Tapi realistiskah pilihan ini? Apakah masih ada pemain berkualitas yang mau membela Laskar Tadulako dengan gaji yang tak layak?.

Kondisi Persipal saat ini ibarat pepatah lama, yaitu Hidup Segan Mati pun Tak Mau. Padahal, Persipal bukan hanya sekedar klub, tapi adalah simbol kebanggaan, pemersatu masyarakat, dan hiburan rakyat.

Coba tengok setiap akhir pekan, atau tengah pekan saat kompetisi bergulir. Stadion Gawalise menjadi saksi gairah suporter yang tumpah ruah mendukung Laskar Tadulako yang saat itu digratiskan gubernur.

Persipal bukan hanya milik pengurus klub, tapi milik seluruh masyarakat Palu dan Sulteng.
Ayo selamatkan Persipal. Jangan biarkan klub ini lenyap di panggung Liga 2. ***

Pos terkait