Harapan untuk Program Hasil Terbaik Cepat (PHTC) Presiden

Oleh: Al-Mahfud

Kita baru saja memeringati Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas). Hardiknas tahun ini bertema “Partisipasi Semesta Wujudkan Pendidikan Bermutu Untuk Semua”. Tema ini menunjukkan pentingnya peran aktif dari semua kalangan untuk bergotong royong melakukan upaya-upaya peningkatan kualitas pendidikan di Indonesia.

Seperti kita tahu, masalah dan tantangan dunia pendidikan di Indonesia begitu kompleks. Dari soal tidak meratanya sarana prasarana pendidikan, kurangnya kompetensi guru, kurikulum yang kerap berubah, metode pembelajaran yang kurang efektif, hingga tantangan pendidikan di era digital. Untuk mengurai semua itu, tentu butuh gerakan dan partisipasi bersama atau semesta.

Pasal 11 ayat 1 Sistem Pendidikan Nasional menyatakan bahwa Pemerintah dan pemerintah daerah wajib memberikan layanan dan kemudahan, serta menjamin terselenggaranya pendidikan yang bermutu bagi setiap warga negara tanpa diskriminasi. Oleh karena itu, pemerintah wajib terus berupaya meningkatkan mutu pendidikan untuk semua anak Indonesia.

Sebagai upaya mewujudkan pendidikan bermutu untuk semua, pada momen Hardiknas 2025 tanggal 2 Mei 2025, Presiden RI, Prabowo telah meresmikan Program Hasil Terbaik Cepat (PHTC) yang dilaksanakan oleh Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah RI.

Program PHTC meliputi: perbaikan sarana dan prasarana pendidikan, program digitalisasi pembelajaran, pemberian insentif bagi guru-guru non-ASN yang belum bersertifikat profesi, dan bantuan pendidikan bagi guru-guru yang belum berkualifikasi pendidikan S-1 atau D-4.

Sarana Prasarana Masih Belum Merata

Persoalan sarana dan prasarana pendidikan yang masih belum merata memang masih menjadi pekerjaan rumah. Di berbagai daerah masih banyak anak yang harus belajar dalam ruang-ruang kelas dengan kondisi tidak layak.

Data Kemendikbudristek tahun 2020 mengungkap ada 1.222.064 ruang kelas yang rusak (kategori ringan, sedang dan berat) di Indonesia. Itu adalah 86% dari total 1.413.523 ruang kelas yang telah tercatat. Dengan kata lain, hanya ada 14% ruang kelas yang masuk dalam kategori baik di seluruh Indonesia.

Sarana prasarana pendidikan yang tak layak adalah salah satu faktor utama dari ketimpangan mutu pendidikan antarberbagai daerah di Indonesia. Di sinilah perbaikan sarana prasarana dilakukan melalui PHTC dengan melakukan revitalisasi 10.440 sekolah dengan anggaran hingga Rp16.9 triliun.

Digitalisasi Pembelajaran

Selain sarana prasarana, digitalisasi pembelajaran juga menjadi salah satu program penting dalam PHTC. Selain sebagai bekal menghadapi tantangan di era digital yang begitu cepat berubah, digitalisasi pembelajaran dapat menjadi alternatif dalam percepatan akses pendidikan di tengah berbagai kendala dan keterbatasan geografis di daerah-daerah 3T (terpencil, tertinggal, dan terluar).

Digitalisasi pembelajaran dalam PHTC dilakukan dengan penyediaan materi edukasi pada platform Ruang Murid di Rumah Pendidikan. Serta distribusi smart classroom untuk 15.000 sekolah di Indonesia dengan anggaran Rp2 triliun. Diharapkan, smart classroom tersebut dapat menunjang terciptanya pembelajaran digital yang interaktif dan kolaboratif.

Berkaitan dengan digitalisasi pembelajaran tersebut, poin penting yang perlu dilakukan adalah membekali guru dengan kompetensi digital yang menunjang. Hasil survei Pustekom Kemdikbud mengungkap hanya 40% guru di Indonesia yang memiliki kompetensi digital dan cukup untuk mengajar memanfaatkan teknologi. Selain itu, setengah guru di Indonesia (50%) masih memakai metode pembelajaran lama dengan ceramah satu arah tanpa diskusi interaktif.

Hasil survei tersebut memberi gambaran sejauh mana kompetensi dan kecakapan digital para pendidik di Indonesia. Maka di sinilah, bekal kompetensi guru yang memadai untuk dapat menerapkan pembelajaran digital menjadi tantangan yang tidak bisa dikesampingkan.

Pemberian Insentif

Guna membantu guru di Indonesia, program PHTC juga mencakup pemberian insentif bagi guru honorer yang belum bersertifikat profesi. Rencananya, bantuan ini diberikan dengan transfer langsung untuk setiap guru honorer sebesar Rp300 ribu per bulan. Hal ini diharapkan bisa membantu para guru honorer sehingga berdampak positif pada performa dalam memberikan pembelajaran di kelas.

Adapun untuk meningkatkan kompetensi guru, juga akan diberikan bantuan pendidikan bagi guru-guru yang belum berkualifikasi pendidikan S-1 atau D-4. Hal ini penting dilakukan mengingat selama ini masih banyak guru yang belum memenuhi syarat pendidikan D4 atau S1.

Data Kemendikbud mencatat sebanyak 51,9% guru di Indonesia masih belum tersertifikasi per April 2023. Adapun jumlah guru yang belum memenuhi syarat pendidikan D-4 atau S-1 adalah sebesar 295 ribu orang. Padahal kita tahu, UU Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen dengan jelas menyebutkan bahwa guru wajib memiliki kualifikasi akademik minimal Diploma Empat (D4) atau Sarjana (S1).

Kita mengharapkan agar berbagai upaya yang dilakukan lewat PHTC dapat benar-benar mendorong peningkatan kualitas pendidikan di Indonesia. Perbaikan sarana prasarana, mendorong pembelajaran digital, bantuan dan peningkatan kompetensi guru, merupakan beberapa ikhtiar yang dapat dilakukan untuk mengurai kompleksnya permasalahan dunia pendidikan di Indonesia saat ini.

Selain itu semua, kerja sama dan sinergi lintas sektor serta peran aktif semua stakeholder pendidikan sangat dibutuhkan. Hal itu untuk mendukung program-program yang sudah ditetapkan agar berdampak nyata bagi terwujudnya pendidikan bermutu untuk semua.

Penulis adalah pegiat di Paradigma Institute. Aktif menulis topik-topik pendidikan di berbagai platform.

Pos terkait