Oleh Rukhedi (Statistisi BPS Provinsi Sulawesi Tengah)
Wacana moratorium investasi baru pada pembangunan smelter nikel berkadar tinggi (saprolite) dengan produk seperti feronikel, nickel pig iron (NPI), dan nickel matte secara nasional terus bergulir. Menurut Kementerian ESDM, cadangan saprolite di dalam negeri hanya bisa bertahan untuk sekitar 10-15 tahun, tergantung pada konsumsi serta penemuan cadangan baru dari eksplorasi, serta pada pemanfaatan nikel kadar rendah (limonite). Selain itu, kelebihan pasokan secara global telah menyebabkan tekanan yang kuat terhadap harga nikel.
Industri pengolahan nikel di Sulawesi Tengah mempunyai kontribusi yang besar terhadap ekspor nasional. Di luar nikel mate, tembaga, dan mangan, ekspor besi baja sepanjang tahun 2022 mencapai 12,47 miliar USD atau sekitar 43.78 persen dari ekspor besi baja nasional yang mencapai 28.48 miliar USD. Sampai dengan Juni 2023, ekspor besi baja dan logam dasar lainnya dari Sulawesi Tengah telah mencapai lebih dari 8.2 miliar USD.
Kebijakan hilirisasi secara nasional di satu sisi telah mendorong pertumbuhan ekonomi Sulawesi Tengah yang semakin ekspansif. Sejak pelarangan ekspor bijih nikel pada akhir tahun 2019, pertumbuhan ekonomi di Sulawesi Tengah terus meningkat dari 4.86 persen pada tahun 2020, 11.70 persen pada tahun 2021 dan 15.17 persen pada tahun 2022. Sampai dengan semester 1-2023, pertumbuhan ekonomi Sulawesi Tengah mencapai 12.49 persen.
Di sisi yang lain, di saat perekonomian sangat ekspansif angka kemiskinan relatif tidak banyak berubah. Pada bulan Maret 2020, persentase penduduk miskin Sulawesi Tengah sebesar 12,92 persen, naik menjadi 13,00 persen pada Maret 2021 sebagai dampak pandemi Covid-19. Angka kemiskinan kembali naik menjadi 12.41 persen pada Maret 2023 setelah turun menjadi 12.33 persen pada Maret 2022.
Jika pada saat perekonomian begitu ekspansif, pengentasan kemiskinan seakan berjalan di tempat, bagaimana jika potensi sumber pertumbuhan ekonomi semakin menipis? Dalam perspektif yang lain, berapa besar dampak kerusakan lingkungan hutan dan lautan yang ditimbulkan yang dirasakan secara nyata oleh masyarakat? Agar tidak berdampak buruk pada generasi yang akan datang, kiranya perlu belajar dari negara-negara yang terpuruk setelah sumber daya alamnya terkuras seperti Mali, Venezuela dan Nauru.
Di antara pelajaran berharga dari negara-negara tersebut adalah eksploitasi kekayaan sumber daya mineral jika tidak disertai dengan kebijakan pembangunan jangka panjang yang berkelanjutan dapat mewariskan kemiskinan. Kebijakan ini tentu bukan sekedar kebijakan pemerintah daerah, tetapi sesuai kedudukan dan kewenangan masing-masing.
Di tengah tekanan terhadap harga komoditas nikel, moratorium pembangunan smelter nikel yang merupakan kewenangan pemerintah pusat adalah sebuah keniscayaan agar sumber daya alam yang terbatas tidak dibayar terlalu murah dalam jangka panjang. Selain itu, kebijakan ini diharapkan dapat memberi ruang bagi berbagai pihak untuk melakukan konsolidasi dan perencanaan yang lebih baik.
Sebagai negara dengan cadangan dan penghasil nikel terbesar di dunia, di samping moratorium, pemerintah pusat sudah selayaknya memiliki peran penting dalam penentuan harga komoditas. Harga yang layak dan stabil diharapkan dapat menjamin kepastian berusaha di tengah upaya hilirisasi produk. Selain itu, hilirisasi perlu terus didorong dengan pemberian berbagai fasilitas untuk mempermudah iklim usaha domestik sampai menjadi produk akhir yang dapat dikonsumsi rumah tangga sehingga memberikan nilai tambah yang semakin tinggi bagi masyarakat.
Pemerintah daerah di Sulawesi Tengah, baik provinsi maupun kabupaten/kota perlu bersinergi dalam perencanaan jangka pendek dan jangka panjang. Industri yang terpusat di kawasan timur Sulawesi Tengah diharapkan memberikan dampak luas terhadap seluruh wilayah. Pusat-pusat industri baru produk dari nikel dan bahan mineral lainnya sebagai wujud komitmen hilirisasi perlu dibangun dengan mendorong investasi domestik.
Hal lain yang tidak dapat dikesampingkan adalah aktivitas ekonomi ikutan yang perlu di antisipasi pemerintah dan masyarakat sebagai dampak hilirisasi. Kebutuhan tenaga kerja yang meningkat pesat memerlukan berbagai sarana dan prasarana penunjang untuk memenuhi kebutuhan hidup yang layak. Investasi pada sektor dan wilayah beragam yang berkelanjutan juga perlu terus ditumbuhkan agar pada saat eksploitasi semakin terbatas, masyarakat masih dapat terus menikmati kesejahteraan.
Akhirnya, kita tentu bangga bahwa Sulawesi Tengah dapat memberikan kontribusi dalam perekonomian Indonesia melalui ekspor produk unggulan masa depan. Namun di sisi lain, untuk mengurangi dampak negatif yang ditimbulkan oleh kegiatan eksploitasi mineral dalam jangka panjang, pemerintah perlu menetapkan regulasi yang tegas agar eksploitasi sumber daya alam dapat dilakukan secara bijak dan berwawasan lingkungan. Harapannya adalah bahwa eksploitasi yang dilakukan dapat memberikan keuntungan sebesar-besarnya bagi kesejahteraan masyarakat dan tidak berdampak pada kerusakan lingkungan.*