Perlombaan Rilis Penanganan Korupsi

Ilustrasi AI

MENJELANG akhir tahun, pemandangan yang hampir selalu berulang kembali muncul. Berbagai institusi penegak hukum berlomba-lomba merilis capaian penanganan tindak pidana korupsi. Setiap lembaga menampilkan deretan angka, jumlah perkara yang ditangani, tersangka yang diproses, hingga besaran kerugian negara yang berhasil diselamatkan. Transparansi semacam itu tentu patut diapresiasi. Publik memang berhak mengetahui apa yang dikerjakan lembaga-lembaga yang dibiayai oleh uang rakyat.

Namun, di balik hiruk-pikuk publikasi kinerja tersebut, muncul pertanyaan yang tidak kalah penting. Apakah rilis capaian ini murni sebagai laporan akuntabilitas kepada publik, atau justru berubah menjadi ajang pencitraan dan perlombaan antar lembaga?

Di tengah maraknya pemberitaan soal kasus korupsi yang tak kunjung tuntas, publik berhak khawatir jangan-jangan angka-angka yang disajikan hanya menjadi tameng untuk menutupi sederet pekerjaan rumah yang jauh lebih besar.

Korupsi di Indonesia adalah persoalan struktural yang begitu dalam, mengakar dari lembaga negara sampai ke level pemerintahan paling bawah. Penanganannya membutuhkan koordinasi, konsistensi, dan keberanian melawan berbagai kepentingan. Ketika tiap institusi justru tampil sebagai kompetitor yang saling memamerkan capaian, maka esensi pemberantasan korupsi, yakni kerja sama yang solid dan strategi nasional yang terintegrasi, berisiko terpinggirkan.

Publik tentu ingin melihat lebih dari sekadar angka dan konferensi pers. Publik membutuhkan kepastian bahwa setiap institusi penegak hukum bekerja tidak hanya mengejar jumlah kasus, tetapi juga kualitas penanganan. Bahwa setiap rupiah uang negara yang diselamatkan bukan sekadar angka pencapaian, melainkan benar-benar bagian dari upaya sistematis memperbaiki tata kelola negara. Jika tidak, capaian-capaian yang disampaikan setiap akhir tahun akan kehilangan maknanya dan berubah menjadi ritual seremonial belaka.

Transparansi memang penting, tetapi transparansi tidak boleh berhenti pada pencitraan. Lembaga penegak hukum perlu membuka informasi yang lebih substantif. Bagaimana proses pengusutan kasus-kasus besar yang selama ini mandek? Apa kendalanya? Sejauh mana reformasi internal dilakukan untuk mencegah praktik korupsi di tubuh lembaga itu sendiri?

Publik menunggu jawaban-jawaban yang lebih mendalam daripada sekadar grafik dan angka penyelamatan kerugian negara.

Pemberantasan korupsi adalah tugas mulia yang menentukan masa depan bangsa. Oleh karena itu, tidak sepantasnya menjadi ajang saling adu kinerja. Lembaga penegak hukum seharusnya berdiri sejajar dalam satu barisan, bukan saling bersaing laiknya perlombaan. Hanya melalui kolaborasi, integritas yang konsisten, dan strategi yang terpadu, korupsi dapat diberantas secara nyata.

Harapan masyarakat sederhana, setiap langkah penanganan korupsi benar-benar bertujuan menyelamatkan negeri ini, bukan sekadar mempercantik laporan tahunan yang pada akhirnya menumpuk di lemari. Semoga upaya pemberantasan korupsi tidak berhenti pada perlombaan angka, tetapi menjadi komitmen bersama untuk mewujudkan pemerintahan yang bersih dan berkeadilan untuk kemajuan bangsa.

Jika itu terwujud, maka kemakmuran bukan lagi sekadar ilusi, melainkan kenyataan yang dapat dirasakan oleh seluruh anak negeri. TMU

Pos terkait