Timnas U-23 dan Pilpres 2024: Tinjauan Ilmu Administrasi Secara Filosifis dan Empirikal

Oleh: Fery, S.Sos., M.Si (Penulis adalah Dosen Unismuh Palu/Wakil Ketua PWI Sulteng)

KEMENANGAN Dramatis Timnas U-23 atas Korea Selatan (Korsel) pada Kamis 25 April 2024 waktu Qatar dan Jumat dini hari 26 April 2024 waktu Indonesia, memantik semangat persatuan rakyat Indonesia untuk mendukung Timnas U-23 masuk Final Piala Asia 2024. Semangat persatuan tentu menjadi spirit para pemain untuk bekerja keras meskipun tensi tekanan tanggungjawab tentu akan semakin tinggi.

Di sisi lain, hasil sidang Mahkamah Konstitusi (MK) yang baru saja dilalui, tepatnya Senin 22 April 2024 menyajikan kondisi yang sebaliknya. Ancaman disintegrasi seolah mengintai, seakan memberi isyarat kepada Capres terpilih Prabowo Subianto, untuk bekerja keras merangkul yang berserak, menanggalkan egoisme, dan berdiri atas nama semangat persatuan.

Lalu apa hubungannya ilmu Administrasi dengan kemenangan Timnas U-23 dan Pilpres 2024, tentu saja ada. Secara teori, fungsi Administrasi menurut Charles Wright Mills, ilmuan sosial Amerika, meliputi koordinasi, perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, dan pengendalian. Kata sederhananya, menurut Irfan Mufti, akademisi Untad, bahwa sesuatu yang tidak ada, bisa menjadi ada karena fungsi administrasi.
Fungsi administrasi publik dalam mendorong kemajuan persepakbolaan di tanah air tentu menjadi hal fundamental. Negara sekaya dan seluas Indonesia memiliki banyak potensi besar untuk membesarkan persepakbolaan di Nusantara. Tentu itu menjadi pilihan peran dan fungsi administrasi publik.

Negara harus hadir dalam mendorong kemajuan sepakbola, karena Negara memiliki otoritas kebijakan, otoritas pengelolaan keuangan, dan otoritas pengakuan publik. PSSI menjadi bagian dari organisasi publik yang mendapat pengakuan Negara, sehingga keberadaannya menjadi penting dalam mendorong kemajuan sepakbola Indonesia.

Kehadiran Erick Tohir sebagai Ketua Umum PSSI (Melekat pula Menteri BUMN) di Qatar menjadi spirit bagi anak-anak asuhan Shin Tae-Yong (STY) untuk menggetarkan gawang lawan tandingnya. Tentu ini tidaklah cukup, karena masa depan sepakbola membutuhkan kebijakan publik yang berpihak pada persepakbolaan, dimulakan dari sebuah koordinasi, perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, dan pengendalian yang matang oleh PSSI dan tentu juga dari Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI).
KONI dan PSSI harus mampu berkoordinasi dengan melibatkan mengintegrasikan berbagai elemen dalam persepakbolaan dengan bekerja secara efisien dan efektif, serta mencegah tumpang tindih program. Kemudian perencanaan dari PSSI sangat penting untuk menetapkan arah dan tujuan persepakbolaan, serta PSSI harus mampu merumuskan strategi untuk mencapai kejayaan sepakbola Indonesia. PSSI harus mampu menyusun struktur organisasi dan pengalokasian sumber daya manusia yang mumpuni di bidang sepakbola, bukan pencitraan atau kepentingan politik semata.

Pembagian tugas, penugasan, tanggung jawab, serta evaluasi harus terus dilakukan untuk memperbaiki sepakbola tanah air. Banyak harapan agar Indonesia bisa merumput di Piala Dunia (Fifa World Cup). Dan tentu PSSI harus mampu mengidentifikasi masalah, menetapkan tujuan, dan merancang langkah-langkah untuk memperbaiki persepakbolaan di tanah air. Apakah PSSI sanggup melakukan itu. Harus sanggup, jangan sampai hanya sekadar pencitraan untuk “memanfaatkan” skill para pemain dan tim pelatih saja, yang sifatnya temporer.

Pelatih Timnas U-23 saat ini adalah STY yang 20 tahun silam, saat Korsel uji coba melawan tim garuda muda, menjadi pencetak gol pertama saat itu yang kemudian membuat Timnas U-23 kalah telak. Namun kali ini, STY berhadapan dengan Negaranya sendiri menggunakan bendera merah putih.

Sama ketika Prabowo berhadapan dengan Jokowi pada Pilpres 2014 dan 2019, harus menerima kekalahan. Namun saat Prabowo memilih berada di barisan Jokowi saat ini, dengan menggandeng putra Jokowi, Gibran Rakabuming Raka sebagai Calon Wapres, hingga akhirnya berhasil mengulang sukses Jokowi dan mendapat pengakuan dari pihak yang lain. Bahkan Jokowi pun harus rela berhadapan dengan partainya sendiri yang selama ini membesarkan namanya, termasuk mengangkat nama keluarganya ke dunia politik tanah air.

Campur tangan Negara atau Presiden, dapat dikatakan sangat membantu sebuah kemenangan, baik kemenangan Timnas U-23 di Piala Asia Qatar 2024 maupun kemenangan Prabowo di Pilpres 2024. Jika melihat dari Disenting Opinion tiga hakim konstitusi yang menekankan adanya Upaya TSM dalam Pemenangan Paslon yang “didukung” oleh Presiden Jokowi, menjadi bukti bahwa fungsi administrasi menurut Mills benar adanya.

Seperti diberitakan oleh Detiknews bahwa Hakim Konstitusi Saldi Isra mengatakan, terjadi ketidaknetralan sebagian Pj kepala daerah, kemudian Enny Nurbaningsih mengatakan, pemberian Bansos oleh Presiden menjelang Pemilu berdampak pada para peserta pemilihan karena adanya ketidaksetaraan dan Arief Hidayat menilai, seharusnya dilakukan pemilihan ulang di beberapa daerah, yakni DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Bali dan Sumatera Utara.

Dissenting opinion ini merupakan hal yang pertama kali terjadi dalam Sejarah sengketa hasil Pilpres di MK sejak kelahiran MK pada tahun 2003. Sama pula, Timnas U-23 untuk pertama kali dalam Sejarah tembus ke Piala Asia U-23 sejak turnamen tersebut digelar pada tahun 2012.

Kini, Prabowo telah resmi terpilih menjadi Presiden Republik Indonesia ke-8, yang akan menunggu waktu pelantikan, dijadwalkan pada 20 Oktober 2024 mendatang. Dan secara nyata pula bahwa trah Jokowi masih akan tetap bertahan di pemerintahan, meskipun pindah ke Istana Wakil Presiden. Dan timnas U-23 juga nyata telah masuk semi final Piala Asia 2024 di Qatar, menunggu waktu, apakah bisa tembus ke final atau kandas di semi final.

Dukungan Negara dan Publik Indonesia tentu diharapkan, agar keberlangsungan pergantian kepemimpinan Nasional berjalan lancar. Begitu pula dukungan Negara dan Publik Indonesia sangat dibutuhkan oleh Timnas U-23 untuk melaju ke babak final. Keduanya butuh semangat persatuan.
Bagi yang memilih oposisi, bukanlah musuh bagi yang berposisi (pemerintah), sama dengan Tim U-23 Qatar, Yordania, Australia, dan Korsel, serta di semifinal berhadapan dengan tim U-23 Uzbekistan, mereka bukanlah musuh Timnas Garuda Muda, tetapi mereka hanya teman tanding. Timnas U-23 tidak akan melaju ke Semi final Piala Asia jika tidak ada Tim U-23 Qatar, Yordania, Australia dan Korsel. Sehingga peran Oposisi di pemerintahan juga dibutuhkan dalam menjaga keseimbangan, tentu oposisi yang konstruktif demi proses demokratisasi.

Menurut Marcus Mietzner, Guru Besar Ilmu Politik Australian National University, terdapat empat jenis opisisi yaitu pertama, oposisi Seremonial. Jenis ini lebih dikenal sebagai oposisi yang diciptakan pemerintah. Tujuannya adalah menciptakan kesan formalitas dan seimbangnya kekuasaan. Kedua, oposisi Destruktif Oportunis yang bersifat destruktif dan berusaha merusak citra pemerintahan melalui segala cara. Selalu mencari kesalahan dan mencari celah untuk mengkritik kebijakan pemerintah, bahkan cenderung untuk menjatuhkan pemerintah.

Ketiga, oposisi Fundamental Ideologis, serupa dengan oposisi destruktif oportunis, tapi dengan tambahan unsur ideologis. Kelompok ini seolah ingin menggulingkan rezim untuk kemudian menjalankan Kudeta dan menggantikannya dengan penguasa yang memiliki ideologi berbeda. Mereka tidak hanya menginginkan pergantian penguasa, tetapi juga perubahan ideologis dalam negara.

Keempat adalah oposisi konstruktif demokratis yang merupakan konsep oposisi yang dianggap paling baik. Oposisi ini memperjuangkan kepentingan masyarakat umum. Meskipun kritis terhadap kebijakan pemerintah, mereka mampu melihat sisi positif dari pencapaian pemerintah. Oposisi ini, selain mengkritik, juga memberikan saran konstruktif.***

Pos terkait