PARIGI MOUTONG, MERCUSUAR – Ketua Front Pemuda Kaili (FPK) Kabupaten Parigi Moutong (Parmout), Arifin Lamalindu turut menyoroti peran Aparat Penegak Hukum (APH), dalam hal penertiban hingga penindakan aktivitas Pertambangan Emas Tanpa Izin (PETI) di wilayah tersebut.
Ia menyatakan bahwa sejumlah pemodal PETI, terutama di tiga titik terparah yaitu Kayuboko, Sipayo, dan Moutong telah melanggar UU Minerba Nomor 3 Tahun 2020, yang merupakan perubahan atas UU Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara.
“APH harus segera melakukan kerja nyata, bukan sekadar iming-iming belaka. Karena salah satu tujuan dari UU ini yaitu mengutamakan keuntungan negara dan kesejahteraan rakyat dari hasil pertambangan. Nah, jika pengelolaannya ilegal, tentu tujuannya berbeda. Ini jelas melanggar,” ujar Arifin kepada wartawan di Parigi, baru-baru ini.
Menurutnya, persoalan PETI sudah menjadi pekerjaan rumah bagi pemerintah dan APH sejak dulu. Selain itu, kata dia, keberadaan PETI juga bisa memicu konflik horizontal di kalangan masyarakat. Bahkan, bisa menelan korban jiwa.
“Jadi, PETI adalah kegiatan memproduksi mineral atau batubara yang dilakukan oleh masyarakat atau perusahaan tanpa memiliki izin. Hal ini tentu tidak menggunakan prinsip pertambangan yang baik. Dengan begitu, dipastikan akan memberi dampak negatif bagi lingkungan hidup, ekonomi, dan sosial,” terangnya.
Lebih lanjut ia mengatakan, keberadaan PETI telah mengabaikan kewajiban yang menjadi tanggung jawab penambang, sebagaimana yang telah diatur dalam perundang-undangan.
“PETI itu lebih besar mudharatnya, baiknya diberikan sanksi tegas, jangan hanya penertiban. Namun, harus disertai penindakan,” pintanya.
Lakukan Penataan Wilayah Pertambangan
Untuk itu, Arifin menyarankan kepada Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Parmout, agar segera melakukan inventarisasi lokasi PETI, dan mulai melakukan penataan wilayah pertambangan disertai dukungan regulasi. Tujuannya guna mendukung pertambangan berbasis rakyat.
Sebab, ungkap Arifin, tidak ada alasan bagi Pemkab dan kepolisian untuk tidak menindak tegas keberadaan PETI di wilayah tersebut.
Sebagaimana diatur pada pasal 158 UU Minerba Nomor 3 Tahun 2020 disebutkan bahwa orang yang melakukan penambangan tanpa izin dipidana penjara paling lama 5 tahun dan denda paling banyak Rp100.000.000.000. Termasuk juga setiap orang yang memiliki Izin Usaha Pertambangan (IUP) pada tahap eksplorasi, tetapi melakukan kegiatan operasi produksi, maka pidana penjaranya diatur dalam pasal 160.
“Bupati dan Kapolres Parmout tidak boleh kalah dengan cukong PETI. Ingat, semua bekerja di bawah sumpah untuk kepentingan masyarakat, bukan untuk kepentingan golongan apalagi pribadi,” pungkasnya. AFL