PARIGI MOUTONG, MERCUSUAR – Asosiasi Nelayan Teluk Tomini menggelar aksi damai di halaman Kantor Bupati Parigi Moutong (Parmout), Senin (22/12/2025). Massa menuntut pertanggungjawaban atas pemutusan rumpon nelayan di perairan Teluk Tomini, yang diduga dilakukan oleh perusahaan pelaksana Survei Seismik 3D Gorontalo Offshore.
Sejumlah organisasi nelayan tersebut menyuarakan keresahan nelayan pesisir, yang merasa mata pencahariannya terancam akibat aktivitas survei di laut. Massa meminta pemerintah daerah bersikap tegas dan melindungi kepentingan nelayan tradisional.
“Aktivitas survei seismik telah menimbulkan dampak serius bagi keberlangsungan ekonomi masyarakat pesisir,” tegas Ketua Asosiasi Nelayan Kabupaten Parmout, Zulfikar Zamardi selaku koordinator lapangan.
Zulfikar mengungkapkan, berdasarkan hasil pendataan asosiasi, sedikitnya 61 unit rumpon nelayan diputus secara sengaja di perairan Teluk Tomini. Pemutusan tersebut diduga dilakukan oleh PT China Oilfield Services Limited (COSL) bersama PT Ecotropika Multi Konsultan selaku pelaksana kegiatan survei.
“Pemutusan rumpon ini bukan persoalan kecil. Ini langsung menghantam sumber penghidupan nelayan,” jelas Zulfikar.
Ia menekankan, rumpon merupakan aset vital yang menopang aktivitas penangkapan ikan dan menjadi penyangga ekonomi masyarakat pesisir. Satu unit rumpon tidak hanya dimanfaatkan oleh satu nelayan, melainkan menjadi tumpuan hidup banyak pihak. Mulai dari penjaga rumpon, anak buah kapal yang bisa mencapai puluhan orang per kapal, nelayan tradisional dengan perahu kecil, hingga pedagang ikan yang menggantungkan nafkah dari hasil tangkapan di sekitar rumpon tersebut.
Dalam aksi itu, massa menyampaikan dua tuntutan utama, yakni penghentian seluruh kegiatan survei seismik di Teluk Tomini serta pembayaran ganti rugi atas rumpon nelayan yang telah diputus. Selain itu, mereka juga mendesak pemerintah daerah agar tidak lagi memberikan izin aktivitas perusahaan terkait di wilayah perairan Teluk Tomini sebelum persoalan diselesaikan secara adil.
“Kami mendesak pemerintah daerah bersikap tegas dan berpihak pada nelayan. Jangan biarkan nelayan dikorbankan atas nama proyek,” ujar Zulfikar.
Ia juga menilai pemutusan rumpon tanpa sosialisasi yang jelas mencerminkan lemahnya perlindungan negara terhadap nelayan.
“Saya meminta pemerintah daerah bertanggung jawab atas dampak sosial dan ekonomi yang ditimbulkan akibat aktivitas survei tersebut,” tegas Zulfikar.
PT COSL diketahui merupakan perusahaan jasa ladang minyak asal Cina yang melaksanakan Survei Seismik 3D Gorontalo Offshore di Teluk Tomini. Perusahaan tersebut bekerja sama dengan Badan Geologi Indonesia. Adapun PT Ecotropika Multi Konsultan merupakan perusahaan konsultan nasional yang bergerak di bidang studi lingkungan, termasuk Amdal dan pengelolaan sumber daya alam.
Kedua tersebut perusahaan menjalankan kegiatan survei berdasarkan izin Badan Geologi di bawah Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM).
Bupati Sambut Tuntutan Nelayan
Menanggapi tuntutan nelayan, Bupati Parmout Erwin Burase menyatakan akan menghentikan seluruh kegiatan Survei Seismik 3D Gorontalo Offshore di perairan Teluk Tomini, hingga persoalan diselesaikan secara adil dan terbuka. Pernyataan tersebut disampaikan langsung di hadapan massa aksi, sebagai bentuk respons atas aspirasi nelayan pesisir.
“Saya menghentikan seluruh kegiatan survei seismik di Teluk Tomini, dan memastikan rumpon nelayan yang diputus harus diganti,” tegas Erwin.
Ia menegaskan, aktivitas survei tidak boleh dilanjutkan sebelum persoalan rumpon diselesaikan secara terbuka dan berkeadilan.
Erwin menjelaskan, sejak awal masuknya perusahaan, dirinya telah menekankan agar tidak ada masyarakat yang dirugikan serta meminta adanya sosialisasi sebelum kegiatan dilaksanakan. Namun, laporan pemutusan rumpon yang terjadi sebelum jadwal survei resmi dinilai sebagai pelanggaran kesepakatan.
Ia juga menegaskan mekanisme penyelesaian tidak cukup dengan ganti rugi, melainkan harus ganti untung karena nelayan mengalami kerugian ekonomi akibat terhentinya aktivitas melaut. Pemerintah daerah, kata Erwin, akan memfasilitasi penyelesaian masalah tersebut hingga tuntas.
“Aktivitas survei dihentikan dan laut Teluk Tomini harus aman bagi nelayan,” imbuh Erwin.
Ia menuturkan kronologi awal masuknya perusahaan yang sebelumnya menemuinya untuk menyampaikan rencana survei seismik di Teluk Tomini. Erwin mengaku sejak awal meminta agar tidak ada masyarakat yang dirugikan dan menekankan pentingnya sosialisasi sebelum pelaksanaan kegiatan.
“Saya minta sosialisasi terlebih dahulu sebelum eksekusi. Jangan sampai masyarakat yang dirugikan,” ujarnya.
Dalam kesepakatan tersebut, Erwin menolak skema sekadar ganti rugi. Ia meminta mekanisme ganti untung karena nelayan mengalami kerugian ekonomi akibat rumpon yang diputus.
“Bukan hanya ganti rugi, tapi ganti untung, karena saya tahu nelayan yang rumponnya diputus banyak yang dirugikan,” tuturnya.
Persoalan memuncak setelah adanya laporan masyarakat bahwa pemutusan rumpon terjadi pada 9 Desember 2025, sementara jadwal survei baru dimulai 11 Desember 2025.
Menurut Erwin, hal itu jelas melanggar kesepakatan yang telah dibangun bersama, sehingga pemerintah daerah kembali mengundang pihak perusahaan untuk melakukan rapat klarifikasi.
“Jika pemutusan terjadi sebelum jadwal survei, berarti ini sudah melanggar kesepakatan,” ungkapnya.
Erwin juga mengungkapkan sempat mendapat laporan bahwa masih ada masyarakat yang menyuarakan aspirasi meski disebut telah ada kesepakatan. Hal itu menjadi tanda bahwa persoalan di lapangan belum benar-benar selesai.
Sebagai langkah lanjut, Erwin memastikan pemerintah daerah melalui Bagian Hukum dan Perundang-undangan Kabupaten Parmout akan menyurati Gubernur serta kementerian terkait untuk meminta peninjauan kembali dan penghentian sementara seluruh aktivitas survei seismik di Teluk Tomini. Ia menegaskan pemerintah menjamin tidak ada lagi gangguan terhadap aktivitas nelayan di wilayah tersebut. AFL







