PARIGI MOUTONG, MERCUSUAR – Gelombang desakan penutupan aktivitas Pertambangan Emas Tanpa Izin (PETI) di Kabupaten Parigi Moutong (Parmout) terus digaungkan. Masyarakat dari berbagai kecamatan di wilayah tersebut turun menyuarakan keresahan, menuntut tindakan tegas Pemerintah Daerah (Pemda) dan Aparat Penegak Hukum (APH).
Ketua Persatuan Rakyat Tani (PRT) Tinombo Selatan, Agung Lamakonjja dalam orasinya di halaman Gedung DPRD Parmout, Kamis (11/12/2025) menegaskan, bahwa perjuangan mereka menolak tambang ilegal sudah berlangsung selama bertahun-tahun.
“Terkait tambang ilegal di Tinombo Selatan, kami sudah bertahun-tahun berjuang. Bahkan, ada masyarakat kami yang tertembak hingga meninggal dunia pada 12 Februari 2022 di Tugu Khatulistiwa,” ungkap Agung.
Ia kembali mempertegas bahwa masalah PETI di wilayah Tinombo Selatan, khususnya eks Desa Tada, sudah menimbulkan luka mendalam bagi masyarakat, sehingga penanganan tidak boleh lagi ditunda.
Sementara di kesempatan yang sama, Ketua Gerakan Pemuda Sidole Raya (GPSR), Amsir Alhanafi juga menyuarakan keresahan akibat adanya aktivitas PETI di Desa Tombi Kecamatan Ampibabo. Dalam orasinya, Amsir menyampaikan bahwa keberadaan PETI telah mengancam keamanan masyarakat.
“Persoalan PETI di Tombi ini sangat meresahkan. Keberadaannya sudah sangat-sangat memprihatinkan. Jadi, tolong selesaikan masalah ini,” ujar Amsir.
Menurutnya, ancaman PETI kini telah merambah sejumlah desa di Kecamatan Ampibabo. Terdiri dari Desa Buranga, Tombi, hingga wilayah Sidole, Aloo, dan Tanahmpedagi.
Ia mengungkapkan, saat ini sudah ada 10 alat berat yang beroperasi di Desa Tombi. Bahkan, ada informasi susulan terkait rencana penambahan 8 alat berat lainnya. Amsir memaparkan, aktivitas pertambangan tersebut dilakukan tepat di tengah sungai. Sehingga merusak jalur pertanian, mengancam produksi warga, dan menimbulkan potensi gesekan sosial.
“Jangan salahkan kami ketika terjadi hal-hal yang tidak kita inginkan di sana. Kami akan mengambil langkah mandiri jika pemerintah tak bertindak. Karena harta kami sudah dirampas oleh orang luar,” ujar Amsir.
Kekhawatiran Potensi Adu Domba Antaragama
Seorang tokoh adat Desa Tombi, Darius mengungkapkan konflik PETI mulai memunculkan ketegangan antarwarga. Ia menjelaskan, Desa Tombi dihuni dua komunitas agama berbeda, yaitu Muslim dan Nasrani yang tinggal di bantaran sungai. Darius khawatir, kemunculan PETI bisa menjadi pemicu provokasi yang mengadu domba dua kelompok tersebut.
“Ketakutan saya, jangan sampai muncul asumsi bahwa kami yang setujui tambang ini. Karena lokasinya ada di wilayah tempat kami tinggal. Tidak menutup kemungkinan, akan ada upaya provokasi yang bisa mengadu domba masyarakat Islam dan non-Muslim,” tutur Darius.
Darius menyampaikan bahwa kedua komunitas agama di Desa Tombi terus menjaga kerukunan sejak puluhan tahun lamanya. Olehnya, ia menyatakan keberadaan PETI bukan hanya mengancam lingkungan, tetapi juga harmoni antarumat beragama.
“Ini sinyal keras terhadap Pemda dan APH. Jika negara tidak hadir, maka kami siap menjaga tanah kami sendiri, apa pun risikonya,” tegas Darius.
Menanggapi gelombang tuntutan warga tersebut, DPRD Parmout melalui Komisi I mengundang peserta aksi untuk memasuki ruang aspirasi DPRD. Tujuannya mencari solusi dari sekian banyaknya tuntutan serta membahasnya dengan secara baik dan aman.
Dalam kesempatan itu, Wakil Ketua Komisi I DPRD Parmout, Salimun Mantjabo menegaskan pihaknya akan segera menjadwalkan Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama Pemda dan APH, pada rapat paripurna yang diagendakan pada Senin (15/12/2025).
“Saya pertegas bahwa keberadaan PETI selalu berpotensi memicu konflik. Baik itu masalah lingkungan, keamanan, serta stabilitas sosial. Tokoh adat sudah menyampaikan ketakutannya. Jangan sampai muncul fitnah seolah ada kelompok yang menyetujui tambang, lalu terjadi adu domba. Masalah ini sangat serius,” tutur Salimun.
Ia mengingatkan kembali tentang tragedi pada 12 Februari 2022 di Tinombo Selatan, ketika seorang warga meninggal akibat konflik PETI. Menurutnya, hal tersebut menjadi sebuah peringatan agar tidak terulang. Salimun menegaskan komitmen akan membawa seluruh tuntutan peserta aksi ke dalam paripurna. Kemudian, memanggil Pemda serta APH untuk menindaklanjuti secara konkret.
“Penanganannya harus segera dilakukan. Jika tidak, warga menyatakan sudah siap turun langsung mengamankan wilayah mereka. Ini berbahaya,” tegas Salimun.
Di kesempatan yang sama, Sekretaris Komisi I DPRD Parmout, Yushar juga menyatakan pihaknya akan mengusut tuntas dugaan keterlibatan oknum yang memfasilitasi masuknya alat berat ke wilayah PETI. Menurut Yushar, tidak ada satupun Izin Pertambangan Rakyat (IPR) yang pernah diterbitkan Pemerintah Daerah untuk Desa Tombi atau wilayah lain yang kini menjadi lokasi PETI.
“Kami (DPRD) akan segera memanggil para Kepala Desa dan Camat Ampibabo untuk dimintai keterangan,” tegas Yushar.
Ia menegaskan, PETI kini telah menimbulkan kerusakan lingkungan, gesekan sosial, dan potensi provokasi berbahaya. Sehingga, penanganan tegas menjadi kewajiban. Untuk itu, kata Yushar, pihaknya akan segera mengambil langkah konkret, cepat, dan tegas guna memastikan situasi tidak berubah menjadi konflik terbuka.
“Kami berjanji akan menuntaskan masalah ini melalui mekanisme resmi,” pungkasnya. AFL






