FKUB Sulteng: Kerukunan Tumbuh dari Pengakuan Perbedaan

KH Zainal Abidin

SIRANINDI, MERCUSUAR — Ketua Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Sulawesi Tengah, KH Zainal Abidin, menegaskan bahwa kerukunan sejati tidak dibangun dengan menghapus perbedaan, melainkan dengan mengakui, menghormati, dan menghargainya. Menurutnya, upaya menyeragamkan keyakinan adalah kemustahilan dan justru kontraproduktif.
KH Zainal Abidin menyatakan, realitas sosial Indonesia ditandai oleh keragaman suku, bahasa, serta agama dan kepercayaan yang merupakan keniscayaan sekaligus kekayaan bangsa. Bahkan dalam satu agama pun terdapat perbedaan mazhab dan pemikiran. Karena itu, mencari kerukunan melalui keseragaman dinilai tidak realistis.
Ia menekankan bahwa filosofi kerukunan sejati bertumpu pada dua pilar utama, yakni penghormatan dan penghargaan. Penghormatan berarti menyadari dan menerima perbedaan karakteristik setiap agama tanpa mengurangi keyakinan pribadi. Dalam perspektif sosiologis, keyakinan bersifat subjektif dan harus dipahami sebagai wilayah privat masing-masing pemeluk.
“Penghormatan terhadap keyakinan orang lain tidak serta-merta melunturkan keyakinan kita sendiri,” ujarnya, seraya merujuk pada Surah Al-Kafirun yang menegaskan prinsip saling menghormati dalam beragama.
Selain penghormatan, ia menekankan pentingnya penghargaan terhadap perbedaan. Sikap ini membuka ruang untuk menemukan titik temu dalam kehidupan bersama secara harmonis. Puncaknya adalah terhindarnya individu dan kelompok dari sikap merasa paling benar, yang kerap menjadi pemicu konflik sosial.
KH Zainal Abidin mengingatkan, ketika umat beragama terjebak pada pendekatan dogmatis-teologis semata dan abai pada realitas sosiologis, prasangka dan kecurigaan mudah berkembang. Sebaliknya, kerukunan menuntut sikap rendah hati, inklusif, dan penekanan pada nilai-nilai humanis universal yang disepakati lintas agama.
“Persatuan dicapai melalui pemakluman, bukan pemaksaan kesamaan,” tegasnya.

Pos terkait