TANAMODINDI, MERCUSUAR – Yayasan Al-Azhar Mandiri Palu meresmikan Museum Pendidikan Mini. Museum tersebut menyimpan berbagai barang pendidikan sejak 100 tahun lalu hingga sekarang, yang digunakan oleh masyarakat Sulteng dalam menempuh pendidikan di sekolah.
Peresmian tersebut juga dirangkaikan dengan haul keluarga orang tua Abdul Basit Arsyad dan buka puasa bersama di SMA Al-Azhar Mandiri Palu. Museum tersebut pertama di Sulteng yang menyimpan berbagai barang pendidikan sejak 100 tahun lalu. Nantinya Museum tersebut akan menjadi pusat pendidikan para siswa di Sulteng, Rabu (20/4/2022).
Museum tersebut diresmikan langsung Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Kota Palu, Hardi. Menurutnya, dia sangat memberikan apresiasi setinggi-tingginya kepada pihak Yayasan Al-Azhar Mandiri Palu yang telah membuat museum pendidikan pertama di Sulteng.
“Kami melihat Museum tersebut banyak menyimpan berbagai alat pendidikan sejak dahulu kala. Mulai dari batu tulis hingga meja batu yang digunakan untuk belajar di sekolah, makanya dengan adanya museum ini kami juga baru bisa mengetahui bahwa sejak dahulu masyarakat Sulteng memang sudah fokus dengan pendidikan,”kata Hardi.
Berbagai barang yang sekolah kumpulkan di museum tersebut memang sangat berkualitas, karena bukan hanya berbentuk foto dukumen tetapi bagaimana sekolah berhasil mengumpulkan barang peninggalan dahulu untuk dunia pendidikan, mulai dari meja tulis dari batu hingga berbagai lainnya.
Sementara itu, Ketua Yayasan Al-Azhar Mandiri Palu, Abdul Basit Arsyad mengatakan museum ini sangat penting bagi para siswa di sekolah. pihaknya ingin memperlihatkan atau mengingatkan kepada para siswa saat ini bahwa masyarakat Sulteng memiliki banyak peninggalan didalam dunia pendidikan.
“Kami membagi berbagai barang mulai dari 100 tahun lalu, 75 tahun, 50 tahun, hingga sakarang. Tentunya museum ini diharapkan mampu memberikan banyak pembelajaran kepada para siswa dalam meningkatkan kualitas prestasinya di sekolah,”terangnya.
Memang dalam mengumpulkan barang tersebut tidak mudah karena harus bisa mengumpulkan barang dari berbagai keluarga. Barang tersebut sekolah kumpulkan dari orang tua terdahulu, adapun berbagai peninggalan yang tidak bisa ditemukan keasliannya mereka buatkan replikanya. Seperti meja sambung yang pernah didokumentasikan oleh orang Jerman.
“Makanya kita sebagai masyarakat Sulteng harus bangga karena sejak 100 tahun lalu sudah bisa menikmati pendidikan di bangku sekolah, sebab ada banyak peninggalan yang memang kita saja belum dapat. Contohnya saja kalkulator yang setiap saat berubah hingga kini sudah jarang digunakan karena sudah disatukan melalui hendpone,” tambahnya.
Pihaknya berupaya dengan museum ini bisa menjadi wadah bagi siswa untuk mencari informasi tentang peninggalan zaman dahulu,khususnya di bidang pendidikan.UTM