PALU, MERCUSUAR – Fraksi Partai Keadilan Sejahteran (F-PKS) DPRD Provinsi Sulawesi Tengah (Sulteng) menyoroti pelaksanaan APBD 2021 dalam pandangan umumnya pada rapat paripurna, terkait Raperda laporan Keterangan pertanggungjawaban pelaksanaan (LKPj)APBD tahun 2021, Senin (13/6/2022) di ruang sidang utama DPRD Sulteng.
Dalam pandangan umumnya, F-PKS menyoroti sejumlah capaian serta pelaksanaan APBD 2021 yang disampaikan gubernur Sulteng pada rapat paripurna.
Sejumlah catatan F-PKS yang disampaikan langsung Ketua F-PKS DPRD Sulteng, Hj Wiwik Jumatul Rofi’ah saat rapat paripurna diantanya, dalam upaya peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD), hendaknya jangan sampai menambah beban baru bagi masyarakat.
Disampaikan bahwa realisasi APBD dan Perubahan APBD tahun 2021, terealisasi sampai dengan 31 Desember 2021 sebesar 92,93 persen. Ini sesuatu yang patut diapresiasi. Namun demikian, F-PKS berharap agar persentase serapan atau realisasi belanjanya bisa ditingkatkan lagi, sehingga berimplikasi terhadap peningkatan kesejahteraan masyarakat.
Walaupun dijadikan sumber penerimaan pembiyaan tahun anggaran 2022, namun sisa lebih pembiayaan anggaran tahun 2021 sebesar Rp698,7 miliar lebih, bagi F-PKS bukanlah angka yang kecil. Sebab, jika anggaran tersebut bisa direalisasikan, maka akan memberikan manfaat bagi masyarakat.
Dalam penjelasan gubernur terkait sisa DAK (Dana Alokasi Khusus) fisik tahun 2021, terdapat perbedaan penyebutan antara penulisan angka dan penyebutan. Tertulisa bahwa sisa DAK fisik tahun 2021 sebesar Rp10,6 miliar lebih, namun yang disebut sebesar Rp2,6 miliar lebih. Yang menjadi penekanan F-PKS adalah tingginya sisa DAK tersebut, yang mencapai Rp10 miliar lebih. Juga sorotan adanya sisa DAK non fisik tahun 2021 sebesar Rp6 miliar rupiah.
F-PKS Sulteng juga meminta agar pemerintah provinsi Sulteng ditahun anggaran 2022 ini, untuk tidak menunda melaksanakan kewajibannya dalam menyelesaikan beberapa utangnya.
Wakil Ketua Komisi I DPRD Sulawesi Tengah itu melanjutkan, dibalik status opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) ternyata ada banyak catatan yang disampaikan oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). mengutip laporan dari Auditor Utama Keuangan Negara Wilayah VI BPK, cata-catatan tersebut antara lain;
Kesalahan penganggaran atas belanja daerah, yaitu kesalahan penganggaran atas belanja barang dan jasa, belanja hibah, serta belanja modal. Hal tersebut mengakibatkan belanja barang dan jasa, belanja hibah serta belanja modal tidak mencerminkan kondisi yang sebenarnya.
Pembayaran pekerjaan jasa konsultasi pengawasan tidak didukung dokumen pertanggungjawaban yang mengakibatkan pembayaran belanja jasa konstruksi sebesar Rp1,9 miliar lebih tidak menggambarkan kondisi yang sebenarnya.
Kelemahan pengeloaan Barang Milik Daerah (BMD), diantaranya Kartu Inventaris Ruangan (KIR) belum dibuat secara tertib, barang inventaris belum dilabel, aset tetap yang dimanfaatkan pihak lain, dan informasi dalam Kartu Inventaris Barang (KIB) belum lengkap. Hal tersebut mengakibatkan potensi kehilangan dan penyalahgunaan aset pemerintah provinsi Sulawesi Tengah.
Pemerintah provinsi Sulteng juga dianggap belum memiliki kebijakan yang memadai dalam upaya penanggulangan kemiskinan, diantranya belum optimal dalam mengoordinasikan kebijakan penanggulangan kemiskinan dengan kebijakan kabupaten/kota, antar OPD, dan dengan institusi lain yang terkait, serta belum optimal dalam memanfaatkan data kependudukan yang relevan dan akurat dalam merancang kebijakan penanggulangan kemiskinan.
Juga harus menjadi perhatian, bahwa walaupun tingkat kemiskinan tahun 2021 (berdasarkan data per September 2021) sebesar 12.18 persen, atau di bawah target sebesar Rp 13,50 persen serta lebih rendah dibandingkan angka tahun 2020 sebesar 13,06 persen, namun demikian angka tersebut masih diatas tingkat kemiskinan nasional tahun 2021 (september 2021) sebesar 9,71 persen.TIN