PALU, MERCUSUAR – Guna menindaklanjuti surat dari Forum Konfederasi Serikat Buruh Seluruh Indonesia (KSBSI) pada 18 November lalu, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Palu menggelar Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Pemerintah Kota Palu di ruang Sidang DPRD, Senin (13/12/2021).
RDPD ini digelar oleh Komisi A DPRD Kota Palu, dipimpin oleh Wakil Ketua II, Rizal bersama sejumlah anggota komisi dengan mengahadirkan pihak Organisasi Perangkat Daerah (OPD) terkait, pihak Badan Pusat Statistik (BPS) Kota Palu, dan sejumlah perwakilan dari KSBSI.
Dalam RDP itu, Koordinator Wilayah KSBSI, Karlan S. Ladandu menyampaikan beberapa hari lalu, tepatmya 24 November mereka melakukan aksi menuntut hak buruh terkait masalah pengupahan.
Menurut Karlan, putusan mengenai upah buruh belum memberikan kesejahteraan, sehingga menjadi problem di depan. Oleh sebab itu, salah satu tuntutan mereka, yaitu terkait upah murah. Mereka meminta Peraturan Pemerintah (PP) 36 tentang pengupahan, sesuai dengan pertumbuhan ekonomi Sulawesi Tengah (Sulteng). 19, 9 persen. Inflasi 1, 8 persen. Ia juga menanyakan mengenai UU Cipta Kerja Nomor 11 dan Surat Edaran (SE) 36 pada 9 November.
“Kami harus bertanya, pertumbuhan ekonom Sulteng paling tinggi, kenapa upah kami hanya dinaikkan 6, 5 persen. Di Kota Palu. Saya heran, sy baca di media sosial bahwa data dari BPS bukan jadi patokkan,” tegas Karlan.
Padahal lanjut dia, kesejahteraan masyarakat, utamanya para buruh berdasarkan hasil pengupahan yang sesuai dengan amanat undang – undang.
“Upah itu menjadi alat bagaimana orang bisa sejahterah,” tandasnya.
Sementata Waket II DPRD, Rizal meminga kepada OPD dan BPS supaya fokus pada satu masalah. Kenaikkan upah sesuai PP 36 tentang pengupahan.
“Terkait dengan data itu, dikonfirmasi dgn BPS, berapa pertumbuhan ekonomi Sulteng dan Kota Palu,” ujar Rizal.
Pada kesempatan itu, Kepala BPS Kota Palu, G Anassir mengaku bangga dan memberikan apresiasi dalam pelaksanaan forum atau RDP tersebut.
Ia mengemukakan, data yg disiapkan BPS sesuai dengan kebutuhan yang diharapkan pada PP 36. Rujukkan datanya seluruh Indonesia. Di mana data resmi sudah ada di laman Kementrian Tenaga Kerja (Kemenaker). Data diberikan sesuai dengan kebutuhan PP 36 tentang penetapan upah minimun.
“Kami di daerah menfasilirasi ke pusat. Data resmi jelas ada di laman Kemenaker,” katanya.
Bahasa rujukkan BPS lanjut G. Anassir sebagai referensi Kemenaker untuk data penetapan upah.
Ia menyampaikan supaya tidak khawatir dengan data di BPS. Data tersebut bisa diakses di laman Kemenaker.
Data yang ditampilkan, menghitung upah minimum itu melalui Kemenaker dan difasilitasi. BPS tidak ikut dalam hitungan upah.
Kabid Dinas Nakertrans Kota Palu, Usman mengemukakan bahwa kewajiban mereka menetapkan pengupahan buruh.
Namun demikian ada yang menjadi peredabatan tengang produk pusat. Perdebatannya, bukan cuma serikat buruh, tapi teman – teman asosiasi pengusaha menolak.
“Kami Naker menjalankan apa yang ada. Kalau bisa produk PP 36 diperbaiki. Ada kelemahan kami, rata – rata di bidang kami soal anggaran,” ungkap Usman.
Dengan keterbatasan anggaran katanya, ketika mereka mengundang pihak yang bahasa mengenai sejumlah kegiatan, tapi anggarannya tidak ada. Padahal kegiatan ini wajib walaupun tidak masuk dalam visi misi.
Bagian Hukum Pemkot, Usna dan Gazali menjelaskan regulasi yang dituntut ini adalah kewenangan pusat. Selain ada dibutuhka waktu tahun untuk perbaikan aturan UU Cipta Kerja. Saat ini masih menjadi acuan pada PP 36. Inflasi yg digunakan provinsi. Kota inflasi di Sulteng ada di Morowali yang tinggi.
“Saya kemarin berkeras, dan saya salah satunya yang tidak bertandatangan penetapan UMK,” tegas Dedy.
Cikal bakal dari kerusuhan ini, UU Nomor 11, PP 36. Ia menanyakan kapan PP 78 itu kapan dicabut, apaakan PP itu masih berlaku.BOB