PALU, MERCUSUAR – Menyikapi dinamika terkini, terkait pelarangan penggunaan Jilbab bagi Anggota Paskibraka Nasional Tahun 2024, pengurus Angkatan Muda Muhammadiyah (AMM) tingkat Sulawesi Tengah, Kamis (15 Agustus 2024), mendatangi Fraksi PKS DPRD Sulteng, untuk menyampaikan aspirasi sekaligus pernyataan sikapnya.
Angkatan Muda Muhammadiyah, yang di dalamnya terhimpun, Pemuda Muhammadiyah, Nasyiatul Aisyiyah, Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM), dan Ikatan Pelajar Muhammadiyah (IPM).
Yang mendatangi kantor DPRD Sulteng, Ketua Pemuda Muhammadiyah Sulteng, Umar Hannase, SE, MM, Sekretaris Nasyiatul ‘Aisyiyah Sulteng, Rafika Ishak, Ketua Dewan Pimpinan Daerah Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (DPD IMM) Sulteng Adityawarman, dan Ketua Pimpinan Wilayah Ikatan Pelajar Muhammadiyah (PW IPM Sulteng), Muhammad Rizki Yunus Gaffar.
Ada Sembilan sikap AMM, terkait polemik pelarangan Jilbab bagi anggota Paskibraka Nasional Tahun 2024. Yang pertama, AMM Sulteng, mengecam dan mengutuk keras terkait penyeragaman yang kemudian menjadi alasan, tidak dibolehkannya anggota Paskibraka untuk memakai hijab dalam pengibaran bendera merah putih,
“Pancasila sebagai simbol persatuan dan kesatuan, maka mestinya menghormati aqidah Ummat Islam, khususnya dalam hal kewajiban seorang Muslimah untuk menutup aurat,”kata Pemuda Muhammadiyah Sulteng, Umar Hannase yang mengawali pembacaan pernyataan sikap.
Menurutnya, keterangan Kepala BPIP, bahwa demi alasan demi kebhinekaan, lalu kemudian ada upaya penyeragaman dan menghilangkan hak paling asasi, sungguh alasan tidak logis dan tidak nyambung.
“Alasan yang disampaikan Om Prof Kepala BPIP, sungguh di luar nurul (Nalar). Bhineka Tunggal Ika itu, secara filosofi adalah menghormati keberagaman. Apalagi Islam, adalah agama mayoritas pendudukan Indonesia,”sambung Ketua IPM Sulteng, Muh Rizki.
Olehnya itu, AMM Sulteng, meminta evaluasi kembali pejabat BPIP, apakah masih pantas mereka menduduki jabatan tersebut. Menurut AMM, bahwa larangan seperti itu, merupakan pelanggaran terhadap konstitusi negara. Kebebasan beragama adalah hak konstitusional yang dijamin oleh UUD 1945, dan jilbab adalah bagian dari ajaran Islam, merupakan hak yang harus dihormati bagi setiap pemeluknya.
“Tindakan tersebut tidak hanya diskriminatif tetapi juga bertentangan dengan prinsip-prinsip dasar hak asasi manusia yang dijamin oleh negara. Larangan semacam itu tidak hanya merugikan individu yang bersangkutan tetapi juga merusak keragaman dan toleransi yang selama ini menjadi bagian integral dari bangsa Indonesia,”tegas Sekretaris NA Sulteng, Rafika Ishak.
Dalam pernyataannya, AMM Sulteng, juga mendorong agar pihak terkait segera melakukan klarifikasi dan jika benar ada aturan yang melarang jilbab, aturan tersebut harus dicabut. Hal ini penting untuk memastikan bahwa semua anggota Paskibraka Nasional, termasuk di tingkat daerah, dapat menjalankan hak dan kewajibannya tanpa harus tertekan oleh aturan yang tidak sesuai dengan konstitusi dan nilai-nilai kebangsaan kita.
“Jika masalah ini dibiarkan tanpa kejelasan, akan menciptakan dampak negatif yang lebih luas terhadap masyarakat. Penanganan masalah ini harus dilakukan dengan cepat dan adil untuk mencegah timbulnya ketidakpuasan yang lebih besar di kalangan masyarakat, terutama di kalangan umat Muslim yang merasa hak-haknya terabaikan,”kunci Ketua IMM Sulteng, Adityawarman.
Dihubungi terpisah, Ketua Fraksi PKS DPRD Sulteng, Hj Wiwik Jumatul Rofi’ah S.Ag, MH, mengaku sudah menerima aspirasi AMM melalui Tenaga Ahli Fraksi PKS, Abdul Hanif. Menurutnya, tuntutan yang disuarakan AMM Sulteng, sejalan dengan apa yang menjadi sikap Fraksi PKS di DPR-RI dan seluruh Indonesia.
“Boleh searching atau googling, Fraksi mana yang lebih dulu memberikan sikap tegasnya. Kami patut berterima kasih dengan teman-teman AMM, karena makin menguatkan perjuangan kami. Semua aspirasi teman-teman AMM, juga sudah langsung sampaikan ke Fraksi di DPR-RI,”tegas Wiwik.TIN