POSO, MERCUSUAR – Pemilihan kepala desa serentak di Kabupaten Poso yang digelar di 80 desa pada 4 Desember 2021 lalu, hingga kini masih menyisakan persoalan. Pasalnya dari hasil pemilihan serentak tersebut, terdapat sejumlah kandidat dari 14 desa yang melakukan gugatan hasil pilkades, baik secara administrasi maupun gugatan pidana.
Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintahan Desa (PMPD) Kabupaten Poso, Djani Moula yang dikonfirmasi membenarkan, dari 80 jumlah desa yang menggelar pilkades, 14 desa di antaranya melakukan gugatan, karena tidak terima dengan hasil pilkades serentak.
Menurutnya, dari 14 desa yang melakukan gugatan, tujuh di antaranya dalam bentuk laporan tertulis dan tujuh desa lainnya dalam bentuk lisan. Namun, setelah dianalisis oleh Bagian Hukum Setdakab Poso, laporan tertulis ini, baik pidana maupun laporan administrasi secara hukum, sebagian besar tidak memenuhi unsur untuk diteruskan.
“Ada sekitar 14 desa yang melakukan gugatan. Namun setelah dilakukan pemeriksaan dan pengecekan oleh tim panitia dan analisis hukum pemda, laporan administrasi yang masuk ke Bupati Poso tersebut, ternyata salah arah atau tidak tepat. Contohnya laporan politik uang dan sebagainya, yang seharusnya pidana atau ke Polisi, tapi mereka lapor ke Badan Permusyawatan Desa (BPD) atau bupati,” ungkap Djani saat ditemui, di ruangannya, Senin (20/12/2021).
Djani Moula menjelaskan, selain salah alamat, dari 14 laporan desa yang masuk tersebut, juga tidak bisa diproses karena sudah lewat batas waktu.
“Paling lambat tiga hari sejak kejadian laporan sudah harus disampaikan. Hal itu berpedoman pada Peraturan Daerah (Perda) Nomor 1 tahun 2017,” paparnya.
Kadis mengakui, seluruh gugatan yang masuk, baik secara administratif ataupun pidana tidak akan mempengaruhi hasil pilkades, serta proses pelantikan, yang digelar pada Selasa (21/12/2021 di lapangan alun alun Kantor Bupati Poso.
Dalam Perda Nomor 1 tahun 2016 tentang Pilkades serentak dijelaskan, pelantikan kades terpilih tetap akan digelar. Apabila dalam proses gugatan hukum oleh penggugat nantinya terbukti, maka kepala desa yang telah dilantik dapat diberhentikan oleh Bupati Poso.
“Jadi maksudnya, untuk semua laporan gugatan baik pidana dan administrasi, prosesnya jalan terus. Kalau nantinya sudah ada hasil keputusan tetap dari gugatan tersebut, maka kades terpilih dan sudah dilantik bisa diganti secara permanen atau sementara, sesuai dengan besar kecilnya pelanggaran yang mereka lakukan,” jelas Kadis PMPD ini.
Sementara itu, Kepala Bagian Hukum Pemkab Poso, Eske Sonora yang ikut dikonfirmasi mengatakan, pihaknya telah melakukan analisis untuk 14 jumlah desa yang melakukan gugatan hasil Pilkades serentak di Kabupaten Poso, baik laporan administrasi ke Bupati Poso ataupun laporan pidana ke Polisi.
Diakuinya, dari 14 desa yang menggugat terkait hasil, berdasarkan hasil analisis dan pemeriksaan sementara, hampir 90 persen materi gugatan yang diajukan tidak terpenuhi atau gugur.
“Kalau total keseluruhan desa yang menggugat memang saya tidak ingat lagi. Namun kalau saya lihat untuk tahapan pelanggaran itu, harus diajukan ke Badan Permusyawaratan Desa (BPD). Sementara untuk gugatan hasil perolehan suara harus dilaporkan ke Bupati Poso. Nah dalam gugatan ini, kebanyakan materinya sudah lewat batas. Ada juga yang salah alamat,” tambah Eske Sonora.
Berdasarkan data sementara, dari 14 desa yang melakukan gugatan hasil PILKADES serentak Kabupaten Poso tahun 2021 tersebut, 7 desa di antaranya adalah Desa Watuawu di Kecamatan Lage, Desa Bomba, Sedoa, Masewe, Uwelene di Kecamatan Lore Bersaudara serta Desa Pendolo dan Desa Pandayora di Kecamatan Pamona Selatan.
Ditambahkan Eske, materi gugatan yang disampaikan baik secara administrasi maupun pidana, di antaranya terkait hasil perhitungan perolehan suara, dugaan penggunaan ijazah palsu, hingga penyalahgunaan anggaran dana desa, yang semuanya tidak ada kaitannya dengan tahapan pilkades. ULY