POSO, MERCUSUAR – Solidaritas umat Islam Kabupaten Poso mengecam keras penembakan yang menyebabkan korban Qidam Alfarizki Mowance (20) meninggal di Kecamatan Poso Pesisir Utara pada Kamis, 9 April 2020 malam,.
Kecaman disampaikan Koordinator Solidaritas Umat Islam Poso, Ustadz Sugianto Kaimudin saat membacakan penyataan sikap Solidaritas Umat Islam Poso dalam konferensi pers di Majelis Ta’lim Khalid Bin Walid di Kelurahan Moengko Lama, Kecamatan Poso Kota, Minggu (12/4/2020).
Dalam pernyataan sikap tersebut Sugianto juga meyakinkan bahwa almarhum yang merupakan warga Desa Tambarana itu, bukan anggota kelompok manapun yang dihubungkan dengan terorisme.
“Bahwa tindakan Kepolisian sangat bertolak belakang dengan prinsip praduga tak bersalah, dimana korban diperlakukan tanpa proses hukum yang jelas,” sebut Ketua DPW Front Pembela Islam (FPI) Sulteng itu.
Selain itu, kata Sugianto, meminta Kepolisian dalam hal ini Polda Sulteng menarik pernyataan di media yang menyatakan almarhum adalah jaringan Mujahidin Indonesia Timur (MIT) pimpinan Ali Kalora, karena korban sama sekali tidak terlibat dalam jaringan apapun. “Bahwa Qidam Alfarizki Mowance adalah masyarakat biasa yang tidak ada hubungannya dengan pergerakan terorisme dimanapun juga,” tegasnya.
Dia meminta, Kepolisian menjelaskan secara transparan kepada pihak keluarga, karena pihaknya yakin Qidam Alfarizki Mowance tidak bersalah. “Kami meminta ditegakan hukum seadil-adilnya agar dikemudian hari anak bangsa tidak menjadi korban kebrutalan sepihak tanpa bukti awal yang jelas,” tandas Sugianto.
KELUARGA SEBUT QIDAM BUKAN TERORIS
Sementara itu, keluarga almarhum tidak terima tewasnya Qidam Alfarizki Mowance. Mereka keberatan jika korban dikaitkan dengan kelompok bersenjata pimpinan Ali Kalora di hutan Poso. Sebab menurut keluarga, korban sama sekali tidak kenal dengan kelompok itu.
Hal itu diceritakan ayah korban Irwan Mowonce saat konferensi pers, Minggu (12/04/19).
Menurutnya, Qidam keseharianya bekerja sebagai pengantre solar disalah satu SPBU di Poso. Bahkan jeriken solar yang dibawah Qidam milik anggota Kepolisian.
“Qidam itu hanya mengantre solar di SPBU, bahkan jeriken BBM yang ia bawa milik oknum Polisi juga. Jadi ketika dianggap sebagai teroris kenapa tidak ditangkap saat mengambil solar di SPBU,” kata ayah Qidam.
Selain bekerja sebagai pengantre solar di SPBU, korban juga bekerja sebagai buruh bangunan, hingga ikut bekerja menanam pohon nilam bersama kakeknya ketika tidak bekerja sebagai tukang maupun pembeli solar. “Jadi setiap hari dia itu juga bekerja sebagai tukang bangunan ketika tidak bekerja mengantri solar di SPBU, bahkan juga bekerja menanam pohon nilam bersama kakeknya. Dimana bukti dia dikatakan teroris atau berhubungan dengan Ali Kalora,” ujarnya.
Keluarga korban juga membantah jika selama ini Qidam aktif di majelis talim.
KRONOLOGIS SEBELUM PENEMBAKAN
Pada kesempatan itu, Ust Sugianto Kaimudin juga menceritakan kronologis sebelum meninggalnya Qidam. Kronologis itu merupakan hasil investigasi serta wawancara pihak keluarga dan saksi-saksi.
Diuraikannya, 9 April 2020 sekira pukul 17.00 Wita, korban masih berada di rumah kakeknya di Desa Tambarana, setelah sebelumnya diberi nasihat oleh kakeknya agar tidak keluar rumah karena ‘social distancing’ COVIOD-19.
Namun almarhum tidak mengindahkan nasihat itu, hingga kemudian kabur dari rumah dengan membawa tas kecil berisikan sejumlah pakaian. Dia sempat singgah dirumah tantenya untuk meminta uang, namun tidak diberikan tantenya.
Sekira pukul 22.00 Wita, salah satu teman keluarga Qidam memberitahukan ke keluarga bahwa menemukan Qidam tengah menangis ingin ke luar kota. Mendapat kabar itu, paman korban Asman kemudian berusaha mencari korban ke Desa Tobe, tapi korban telah pergi dari wilayah Tobe.
Sementara keterangan saksi lainnya yang dibacakan Ust Sugianto, jika ada salah satu warga Membuke mengaku kalau korban sempat meminta minum, serta ia sempat menanyakan korban berasal dari mana.
Korban menjawab bahwa ia berasal dari Desa Tambarana, warga itu kemudian memberikan minum pada korban. “Kedatangan Qidam pun saat itu membuat kecurigaan warga tersebut. Kecuriaan warga menganggap Qidam merupakan Pasien Dalam Pengawasan (PDP) Virus Corona yang kabur dari rumah sakit,” kata Ust Sugianto.
Usai minum, korban pergi meninggalkan rumah warga tersebut menuju arah belakang Polsek Poso Pesisir Utara yang berjarak sekira 500 meter. Tidak lama berselang, warga yang memberi minum ke korban mendengar suara tembakan sebanyak dua kali.
Keesokan setelah mendapat kabar dan mengetahui Qidam tewas, warga tersebut mengaku bahwa korban yang tewas adalah remaja yang datang ke rumahnya meminta minum.
Sementara keterangan paman korban, Asman bahwa usai meminta minum di rumah warga Qidam lari menuju belakang Polsek karena takut dengan dirinya, karena menganggap ingin menjemput korban pulang ke rumah kakeknya.
“Waktu habis minum itu, saya yang mencari dia sehingga dia lari ke hutan di belakang Polsek Poso Pesisir Utara, itu pun sekitar 500 meter dari belakang polsek di pemukiman rumah penduduk. Intinya Qidam lari karena saya yang cari mungkin takut karena saya mau jemput dia,” ucapnya.
Hingga saat wartawan belum mendapat keterangan resmi dari Kepolisian terkait kematian Qidam. ULY