POSO, MERCUSUAR – Pasca pengumuman oleh pemerintah terkait keberadaan ormas Front Pembela Islam (FPI) sebagai organisasi terlarang di Indonesia, melalui Surat Keputusan Bersama (SKB) enam menteri tentang larangan kegiatan penggunaan simbol dan atribut serta penghentian kegiatan Front Pembela Islam (FPI), ternyata melahirkan pro kontra oleh sejumah kalangan, baik dari pemerhati hak asasi manusia, hingga para pengamat hukum di negeri ini.
Bahkan di sejumlah daerah, para tokoh seperti tokoh masyarakat maupun tokoh agama, juga angkat bicara terkait pasca pengumuman Surat Keputusan Bersama (SKB) enam menteri tersebut.
Di Kabupaten Poso, sosok tokoh agama Islam sekaligus pimpinan Yayasan Pondok Pesantren Amanah, H. Muhammad Adnan Arsal, pada media ini menyatakan agar semua pihak bisa mencari solusi secara bermartabat, terkait putusan yang telah dikeluarkan oleh pemerintah pusat tersebut.
Menurut sosok yang akrab disapa Haji ini, apapun putusan atau kebijakan yang telah dikeluarkan oleh pemerintah, hendaknya diterima dan ditaati dengan prasangka yang baik.
“Semoga ada hikmah terbaik bagi semua pihak, terkait putusan yang telah dikeluarkan oleh pemerintah,” ujar tokoh Muslim Poso ini saat dihubungi via telepon.
Pandangan yang disampaikan H. Muhammad Adnan Arsal ini, ternyata turut diaminkan oleh salah seorang tokoh masyarakat Poso lainnya, yakni H. S. Runa yang juga ketua umum Forum Komunikasi antar Umat Beragama (FKUB) Kabupaten Poso.
Dikatakan sosok yang akrab di sapa Haji Runa ini, sebagai warga negara, seyogyanya kita semua harus tetap mentaati putusan atau langkah yang telah diambil oleh pemerintah.
“Mari kita jaga suasana yang sudah kondusif ini dengan sebaik-baiknya. Jika ada hal hal yang terlihat kurang tepat, kita cari solusi dengan cara- cara yang elegan dan lebih bermartabat,” urainya.
Salah satu langkah yang lebih bermartabat menurut Hi Runa adalah, dengan melakukan upaya hokum, sebagaimana kententuan yang berlaku. Menurutnya, jika pihak FPI keberatan dengan adanya surat keputusan SKB 6 menteri ini, sebaik ditempuh dengan jalur hukum, melalui lembaga peradilan yang tersedia.
“Cara ini lebih elegan dan dapat dipertanggung jawabkan secara hukum,” tutupnya. ULY