SIGI, MERCUSUAR – UEB dan KUBE merupakan skema pemberdayaan ekonomi yang dirancang pemerintah untuk mengentaskan kemiskinan melalui penguatan kapasitas usaha. Perbedaannya, KUBE berfokus pada usaha berbasis kelompok, sementara UEB ditujukan bagi usaha ekonomi perorangan. Kedua program ini menjadi prioritas Dinas Sosial Kabupaten Sigi dalam Program Building Effective Network (BEN), sebuah kerja sama antara KARSA Institute, NLR Indonesia, dan Pemerintah Kabupaten Sigi.
Program ini dijalankan dengan pendekatan Rehabilitasi Berbasis Masyarakat (RBM/CBR) sebagai strategi utama pemberdayaan penyandang disabilitas dan terdampak kusta. Berdasarkan Data Tunggal Sosial-Ekonomi Nasional (DTSeN), jumlah penyandang disabilitas di Kabupaten Sigi mencapai 13.447 orang.
Kepala Bidang Rehabilitasi Sosial Dinas Sosial Kabupaten Sigi, Hasbullah, menjelaskan, angka tersebut masih berupa data mentah karena belum melalui proses pemilahan. Hal ini berpotensi menyebabkan lonjakan signifikan dibanding data 2024 yang hanya sekitar 1.600 orang. Menurutnya, angka yang tinggi ini menuntut pendekatan program yang lebih terarah, yakni pemilahan antara penyandang disabilitas produktif dan nonproduktif. Dari pemilahan ini, KUBE dan UEB dipilih sebagai produk utama dari komponen sosial dalam pendekatan RBM.
Pernyataan ini disampaikan Hasbullah dalam pertemuan Cluster Program BEN yang berlangsung di kantor KARSA Institute pada Selasa (25/11/2025). Ia menegaskan, prioritas ini merujuk pada pengalaman program Dinas Sosial Sigi tahun 2024 di Kecamatan Tanambulava. Saat itu, pelatihan yang melibatkan 50 penyandang disabilitas, mulai dari budidaya ikan air tawar berbasis bioflok hingga kerajinan, terkendala tindak lanjut karena keterbatasan modal.
“Harusnya tahun ini dilanjutkan, tetapi kebijakan efisiensi membuat hal ini terkendala. Karena itu, melalui BEN dan pendekatan RBM, kami menjadikan KUBE dan UEB sebagai prioritas komponen sosial,” jelasnya.
Langkah ini didorong untuk membuka ruang kemandirian ekonomi bagi penyandang disabilitas dan terdampak kusta. Namun, komponen sosial bukan satu-satunya fokus dalam pendekatan RBM. Komponen kesehatan, pendidikan, pemberdayaan, dan penghidupan juga telah mengerucut menjadi strategi kunci bagi masing-masing sektor.
Fasilitator Sub-Cluster dan Cluster Program BEN, Bachtiar menjelaskan, lima komponen induk program harus memiliki kegiatan prioritas dari masing-masing bidang.
“Setelah Sub-Cluster memetakan beberapa program dari setiap komponen, hari ini bagian dari Cluster yang berfungsi menentukan satu kegiatan kunci dari tiap komponen,” ungkapnya.
Ia menambahkan bahwa lima strategi kunci tersebut harus memiliki minimal satu kegiatan inti dan mewakili lintas dinas terkait.
Dari hasil pemetaan, komponen pendidikan menetapkan program pendidikan dasar sebagai kegiatan prioritas. Komponen kesehatan menyasar seluruh aspek kesehatan penyandang disabilitas dan terdampak kusta. Sementara itu, komponen pemberdayaan terhubung dengan informatika melalui Dinas Infokom Kabupaten Sigi.
Lima komponen dalam strategi RBM ini melibatkan lintas sektor di Pemerintah Kabupaten Sigi, termasuk Dinas Kesehatan, Pendidikan, Sosial, UMKM, Koperasi, Perindustrian, hingga Kesbangpol. */JEF






