SIGI, MERCUSUAR — Program Building Effective Network (BEN) yang mengusung strategi Rehabilitasi Berbasis Masyarakat (RBM/CBR) mulai dijalankan di Kabupaten Sigi, melalui pertemuan Sub-Cluster yang digelar di KARSA Institute, Kamis (20/11/2025). Program ini bertujuan memperkuat layanan inklusif berbasis hak bagi penyandang disabilitas dan penyintas kusta berusia hingga 25 tahun, terutama mereka yang hidup dalam kondisi kemiskinan.
RBM dalam Program BEN dirancang untuk memastikan pemenuhan layanan kesehatan, pendidikan, inklusi sosial, perlindungan sosial, serta dukungan menuju kemandirian ekonomi. Pendekatannya menekankan integrasi potensi lokal, perspektif sosial-mental lingkungan, serta kolaborasi lintas sektor.
Salah seorang peserta program adalah Alif Hidayatullah, remaja 18 tahun asal Dolo yang hidup dengan polio bawaan. Meski memiliki hambatan fisik, Alif tetap aktif bersekolah dan bersosialisasi di lingkungannya. Ia mengaku mengikuti program BEN untuk mengejar cita-citanya menjadi seorang pengusaha.
“Maunya saya begitu, saya coba saja dulu, namanya juga cita-cita,” ujar siswa kelas VIII SMA itu.
Dalam pendataan awal, tim BEN menjadikan enam desa sebagai baseline program, yakni Sibalaya Utara, Kota Rindau, Pombewe, Langaleso, Mpanau, dan Ngata Baru. Dari enam desa tersebut, tercatat 53 anak dan remaja penyandang disabilitas serta penyintas kusta, melampaui target awal 50 penerima manfaat.
Pertemuan Sub-Cluster ini diadakan untuk menyamakan persepsi, mengidentifikasi hambatan, memperkuat sinergi, serta merumuskan langkah kolaboratif dalam meningkatkan kualitas hidup penyandang disabilitas di Sigi.
Manager Program BEN, Floresius menjelaskan, sasaran usia di bawah 25 tahun bertujuan mempersiapkan generasi muda penyintas kusta dan penyandang disabilitas agar lebih mandiri dan percaya diri.
“Ketika kita bicara Indonesia Emas 2045, harapannya mereka tidak ketinggalan dan terpinggirkan,” ujarnya.
Program BEN sendiri merupakan hasil kerja sama antara KARSA Institute dan NLR Indonesia, yang resmi diluncurkan pada 3 November 2025. Pemerintah Kabupaten Sigi menjadi tuan rumah pelaksanaan program, sekaligus memperkuat komitmen melalui keberadaan Perda No. 5 Tahun 2024 tentang Penghormatan, Perlindungan, dan Pemenuhan Hak-Hak Disabilitas.
Komitmen lintas pemangku kepentingan menjadi kunci efektivitas penerapan RBM dalam Program BEN. Salah satu peserta pertemuan, yakni Kepala Desa Mpanau, Sarif Ibrahim (56), mengaku baru menyadari jumlah penyandang disabilitas di wilayahnya. Ia menilai selama ini perhatian pemerintah terhadap isu disabilitas masih minim sehingga berdampak pada rendahnya keterlibatan mereka dalam kegiatan sosial.
“Ini menjadi defleksi buat kami, menjadi perhatian utama yang selama ini terabaikan dari proses pembangunan,” kata Sarif.
Ia berharap Program BEN dapat menjadi solusi bagi pemerintah desa dalam meningkatkan layanan, pengetahuan, dan ruang partisipasi bagi warga penyandang disabilitas maupun penyintas kusta.
Program BEN diharapkan menjadi tonggak pembenahan sistem rehabilitasi dan inklusi sosial berbasis masyarakat di Kabupaten Sigi. */JEF







