Sigi Hijau, Perda Pertama Berbasis Lingkungan Hidup

Sigi Hijau

SIGI, MERCUSUAR – Kabupaten Sigi kini telah memiliki satu instrument peraturan daerah (perda) yang baru, yakni Perda Sigi Hijau. Direktur Karsa Institut Rahmat Saleh, Senin (30/9/2019) mengatakan, Perda Sigi Hijau merupakan perda pertama yang mempunyai orientasi pembangunan berkelanjutan, juga pembangunan lingkungan hidup jangka panjang, yang ada di Indonesia.

Hal ini disampaikannya pada Seminar Kebijakan dan Peraturan Daerah (Perda) Sigi Hijau, yang dilaksanakan di salah satu hotel di Kota Palu, Selasa (30/9/2019). Seminar ini kata dia dimaksudkan untuk mendeminasi dan menyampaikan kepada publik, kepada para pemangku kepentingan, bahwa saat ini Sigi telah memiliki Perda Sigi Hijau.

Kata dia, belum ada perda semacam ini di Indonesia. Bahkan pemerintah pusat pada Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) tahun 2020, baru memasukkan kebijakan yang berorientasi pada pembangunan rendah karbon. Untuk hal itu kata dia, Sigi sudah mendahului.

“Perda Sigi Hijau harus diketahui oleh para pemangku kepentingan dan publik. Hal ini sebagai sebuah terobosan dari Sigi. Selanjutnya, tentu saja perda ini harus diturunkan dalam sebuah rencana yang lebih operasional,” jelas Rahmat.

Kata dia, bersama dengan Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Sigi, pihaknya sudah bersepakat untuk segera menyusun atau road map Sigi Hijau. Road map ini akan menjelaskan bagaimana Sigi Hijau dilaksanakan di tingkat lapangan, serta bagaimana keterlibatan para pihak.

“Road map Sigi Hijau inilah yang nanti yang akan menjadi basis, untuk menyusun rencana aksi (Reaksi) daerah Sigi Hijau,” lanjutnya.      

Untuk pembentukan tim kata Rahmat, saat ini sudah dimulai. DLH Sigi sudah mengiventarisir dan membuka diri terhadap masukan-masukan dari para pihak, termasuk NGO, terkait siapa kira-kira yang diusulkan untuk membantu pemerintah daerah, dalam merumuskan road map itu.

“Mudah-mudahan dalam dua minggu ini, Surat Keputusan (SK) terkait tim perumus untuk road map Sigi Hijau sudah bisa diterbitkan,” ujarnya.

Menurutnya, target tim perumus tidak boleh lama. Berdasarkan pengalaman, dirinya yakin dokumen itu bisa lahir paling lama tiga bulan.

“Mudah-mudahan road map Sigi Hijau selesai akhir tahun 2019. Sehingga hal itu bisa menjadi basis perencanaan kita di tahun 2020,” ujarnya.

Hal yang menarik dari proses pembentukan Perda Sigi Hijau kata dia, karena prosesnya terbuka, begitu inklusif, begitu banyak orang yang terlibat memberikan masukan-masukan, dan begitu beragam latar belakang orang yang ikut menyusun, baik dari akademisi, praktisi  dan birokrasi.

“Sifat inklusif ini tentu saja harus dipertahankan, karena ini model tata kelola pemerintahan yang baru. Ini harus dipertahankan, sehingga untuk dokumen berikutnya harus dilakukan dengan cara yang sama,” ujar Rahmat.

Tantangan utama dalam membentuk Perda Sigi Hijau ini kata dia, adalah karena ini perda pertama, sehingga tim perumus ini ibarat berjalan sambil membuka jalan, jadi belum ada jalan yang tersedia.

“Dalam proses penyusunan, kita kan diinstruksi oleh peristiwa bencana besar tahun 2018. Setelah itu memang, konsentrasi tim penyusun agak terganggu. Kemudian, sebenarnya proses asistensi dan fasilitasi di Pemerintah Provinsi Sulteng itu memakan waktu cukup lama,” jelasnya.

Penyebabnya juga sama, karena Biro Hukum Provinsi Sulteng baru menghadapi jenis perda yang seperti ini. Sehingga, memang butuh banyak rujukan, ketelitian untuk memastikan apakah bersesuaian atau tidak dengan apa prinsip-prinsip pembentukan perda.

“Tapi pada akhirnya saya kira semua proses situ sudah dilalui selama dua tahun mulai tahun 2017-2019 dan sekarang, Perda Sigi Hijau sudah dihasilkan,” tutupnya. AJI

Pos terkait