PALU, MERCUSUAR – Kumpulan lembaga swadaya masyarakat, aktivis mahasiswa, serta Organisasi Kepemudaan (OKP) di Sulteng yang tergabung dalam Aliansi Sulteng Menggugat mengadakan diskusi dan konferensi pers pada media dalam Forum Aliansi Diskusi Sulteng di di Warkop Kapeo, Kecamatan Palu Timur, Kota Palu, Jumat (13/11/2020).
Mereka menuntut transparansi dana bencana kepada Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sulteng dan stakeholder terkait.
Kegiatan yang mengusung tema ‘Mempertanyakan Transparansi Dana Bencana Sulawesi Tengah’ itu adalah bagian dari bentuk kepedulian atas masih banyak korban bencana gempa bumi dan tsunami pada tahun 2018 lalu, yang belum mendapatkan haknya.
“Kami sudah fokus melakukan diskusi-diskusi dan turun lapangan (survei) untuk melihat nasib penyintas bencana gempa dan tsunami yang terjadi pada tahun 2018 lalu, namun masih meninggalkan luka dan kesedihan masyarakat,” tandas Koordinator Aliansi Sulteng Menggugat, Alvian.
Kegiatan ini, sambungnya, bagian dari sharing hasil diskusi dan turun lapang terkait penanganan penyintas korban pascabencana, serta mempertanyakan transparansi anggaran dana bencana yang terjadi pada tahun 2018 lalu di Sulteng.
“Berdasarkan fakta di lapangan masih banyak korban yang belum mendapatkan apa yang harusnya didapatkan, seperti dana stimulan, misalnya. Pendistribusian bantuan juga ada yang tidak tepat sasaran dan belum seharusnya,” kata Alvian.
Menurutnya, masih terdapat 33.982 kepala keluarga (KK) di Sulteng yang belum memiliki hunian layak, sedangka 19.183 KK tinggal di hunian sementara (Huntara). Sehingga total terdapat 172.172 jiwa penyitas bencana di Kota Palu, Kabupaten Sigi dan Donggala adalah pengungsi.
Instruksi Presiden Nomor 10 Tahun 2018 tentang Percepatan Rehabilitasi dan Rekonstruksi Pasca Bencana Gempa Bumi dan Tsunami di Sulteng, sudah lama sampai dua tahun, harusnya persoalan dan permasalahan itu sudah selesai.
“Jangan sampai anggaran dana bencana digunakan sebagai dana untuk kampanye atau dialokasikan untuk proyek non-bencana, seperti infrastruktur jalan dan lainlain. Seharusnya masyarakat sudah bisa tinggal di hunian tetap, sudah bukan lagi hunian sementara. Hari ini pemerintah Sulteng masih saja fokus pada kegiatan seremonial yang tidak penting,” tegas Jasrin, salah satu anggota Aliansi Sulteng Menggugat.
Menurut Jasrin, bencana tahun 2018 lalu belum ada rilis resmi dari pemerintah Sulteng dibawah kepemimpinan Gubernur Longki Djanggola, mulai dari pemasukannya dari mana dan pengeluarannya untuk apa.
Terlebih, katanya, Sekretaris Provinsi, Hidayat Lamakarate dan Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah Sulteng, Bartholomeus Tandigala ikut berkontestasi di Pilkada 2020.
“Seperti yang kami ketahui ada bantuan Rp560 miliar dari BNPB, lalu pemerintah pusat Rp1,9 triliun dan Rp235 miliar dari luar negeri. Kami tidak melihat perubahan yang signifikan baik dalam segi pembangunan dan pemberdayaan masyarakat. Lembaga apa atau instansi mana yang harus kita percaya untuk mendapatkan informasi,” ujarnya Jasrin.
Menurutnya juga, belum ada informasi bantuan dana yang didistribusikan oleh pihak terkait di Provinsi Sulteng.
Karena belum ada sosialisasi terkait hal itu, maka harus dijelaskan kepada publik baik bantuan dalam negeri, bantuan luar negeri dan pihak swasta. Sebab masyarakat perlu tahu agar mereka percaya kepada pemerintah Sulteng. “Kepastian informasi harus hadir dari pemerintah Sulawesi Tengah, agar tidak timbul kecurigaan publik. Atau isu anggaran itu memang benar digunakan untuk Pilkada atau kampanye saat ini, atau untuk pembangunan jalan (infrastuktur) yang tidak ada hubunganya dengan bencan. Untuk itu harus jelas bagaimana prosesnya, bagaimana outputnya, sehingga kinerja pemerintah bisa diakui masyarakat. Oleh sebab itu, kami menuntut transparansi atas nama masyarakat Sulteng,” tutupnya. TIN/*