PALU, MERCUSUAR – Perum Bulog bersama Badan Pangan Nasional (Bapanas) diminta untuk menerapkan langkah-langkah mitigasi, untuk mengantisipasi ketersediaan stok beras, jelang gelaran Pemilihan Umum Kepala Daerah (Pilkada) serentak yang dijadwalkan pada November 2024 mendatang.
Hal itu dikemukakan Anggota Ombudsman RI, Yeka Hendra Fatika, pada Focus Group Discussion (FGD) terkait Monitoring dan Evaluasi (monev) SPHP, Bantuan Pangan dan Ketersediaan Stok di Sulteng, yang digelar di Gudang Bulog Kelurahan Tondo, Kota Palu, Selasa (26/3/2024).
Yeka menyampaikan antisipasi tersebut perlu dilakukan, mengingat sebagaimana di tahun-tahun sebelumnya pada bulan November stok beras nasional mengalami kekurangan karena belum memasuki masa panen. Sehingga, ia mengkhawatirkan di tengah kondisi tersebut, beras kembali menjadi isu politis, yang turut membuat harganya melonjak. Kondisi itu, menurutnya, telah terjadi pada momen Pemilihan Umum (Pemilu) Februari 2024 lalu.
“Waktu KPU memutuskan Pemilu dimajukan ke Februari, saya sudah mewanti-wanti. Karena di bulan Februari itu jangankan ada Pemilu, tidak ada Pemilu pun harga beras sudah tinggi, apalagi ada Pemilu. Apa persoalannya? Kan, banyak hajatan, caleg-caleg melakukan banyak pertemuan, banyak rapat besar dan itu membutuhkan banyak konsumsi, belum lagi untuk kampanye dan segala macam. Apalagi nanti November kita mau melakukan Pilkada serentak, ada sekitar 550-an kabupaten dan kota. November itu, pas beras juga langka-langkanya lagi. Kalau kita tidak mitigasi, saya khawatir acara besar itu diwarnai isu, khawatirnya kalau tensi politiknya lebih tinggi, kan repot,” tutur Yeka.
Olehnya, Yeka meminta Bulog bersama Bapanas untuk melakukan mitigasi dengan potensi kondisi terburuk, sambil melihat hasil panen yang dilakukan sekitar bulan Mei 2024 mendatang.
“Kita ada lesson learn, tahun 1998 kita mengimpor sampai hampir 7 juta ton. Tahun ini sudah 3,6 juta ton. Kita lihat Mei 2024 nanti, sekitar 50 persen sawah sudah panen, itu baru diputuskan bagaimana ke depannya. Kalau memang bermasalah, mulai sekarang mencari sumber-sumber yang bisa menyuplai beras, jangan sampai harga beras di Indonesia melonjak tinggi,” tuturnya lagi.
Yeka juga mengungkapkan kehkawatirannya, karena berdasarkan pengamatan Ombudsman, pada bulan Februari di tahun-tahun sebelumnya berada pada kisaran Rp5.000 hingga Rp6.000 per kilogram. Harga tersebut kemudian turun, lalu naik lagi pada bulan Agustus.
“Kemarin, pantauan Ombudsman harga gabah mencapai Rp8.300, saya agak ngeri itu kalau kemudian turun dan nanti Agustus jangan-jangan naiknya bisa menjadi Rp10.000. Di tahun politik, itu nanti menjadi masalah besar,” ujarnya.
Salah satu langkah mitigasi tersebut, menurut Yeka, adalah bantuan pangan yang ditujukan kepada warga miskin tidak boleh berhenti pada pertengahan tahun ini, namun harus dilakukan sepanjang tahun.
“Bantuan pangan jangan berakhir di bulan Juni, Ombudsman meminta bantuan pangan harus dilakukan sepanjang tahun,” tegasnya lagi.
“Kemudian, saatnya kita membuat one rice policy atau satu kebijakan perberasan nasional satu atap hulu-hilir, tensi politiknya beras itu harus diturunkan,” tandasnya.
BULOG SIAPKAN APLIKASI KLIK SPHP
Pada kesempatan yang sama, Direktur Supply Chain dan Pelayanan Publik (SCPP) Perum Bulog, Mokhamad Suyamto menyampaikan pihaknya saat ini sedang menyiapkan aplikasi Klik SPHP, untuk memudahkan pengecekan ketersediaan stok beras SPHP di pengecer.
“Ini sedang terus disosialisasikan, kami sudah membangun aplikasi Klik SPHP, nanti kita akan tahu titik-titik pengecer, sehingga kami bersama Ombudsman, BI, dan dinas terkait akan lebih mudah melakukan pengecekan ke masing-masing pengecer,” kata Suyamto.
Pada kesempatan itu, ia juga meminta dukungan penuh dari berbagai stakeholder terkait, pada kegiatan SPHP, dalam membantu upaya menekan inflasi.
“Terima kasih dukungan dari semuanya, dari dinas, kegiatan SPHP sudah berjalan cukup lancar,” imbuhnya.
Pada kesempatan itu, Suyamto juga mengungkapkan secara nasional stok beras yang dimiliki Bulog saat ini mencapai 1,1 juta ton.
“Akan terus bertambah, ke depan yang sudah kita kontrak 450 ribu ton, semuanya masih terpaksa kita datangkan dari luar negeri,” ujar Suyamto.
Ia berharap, seiring dengan panen yang saat ini sedang berlangsung di sejumlah titik, Bulog sudah kembali dapat melakukan penyerapan dalam negeri. Khusus untuk Sulteng, ia meminta jajaran Kantor Wilayah (Kanwil) Bulog Sulteng untuk mulai turun ke lapangan untuk melakukan pengecekan harga, sebagai persiapan penyerapan dalam negeri.
“Sulteng dulu realisasinya di daerah yang nonsentra cukup besar. Minta tolong, dimulai turun ke lapangan cek harga, kita mulai penyerapan dalam negeri,” pungkas Suyamto.
FGD tersebut turut diikuti Pemimpin Wilayah (Pimwil) Bulog Sulteng, Heriswan, Kepala KPw BI Sulteng, Rony Hartawan, Kepala Dinas Pangan Sulteng, Iskandar Nongtji, dan para stakeholders terkait lainnya. IEA