PALU, MERCUSUAR – Penanggulangan penyakit schistosomiasis disebut menjadi salah satu perhatian utama pemerintah. Hal itu untuk mewujudkan target kasus schistosomiasis menjadi 0 persen.
Gubernur Sulteng, H Longki Djanggola mengatakan untuk mendukung penanggulangan dan pencegahan penyakit tersebut, membutuhkan perhatian dari seluruh pihak, bukan hanya Dinas Kesehatan (Dinkes).
Secara khusus ia meminta para Kepala Desa (Kades) terkait di beberapa daerah yang menjadi wilayah endemik cacing schistosoma, yakni di lembah Napu, Bada dan Lindu, untuk turut membantu penanggulangan populasi tikus yang menjadi salah satu hewan media penularan cacing schistosma penyebab penyakit schistosomiasis.
“Memang sulit kalau hanya mengharap di Dinas Kesehatan menyangkut tikus, suatu tantangan luar biasa untuk dihadapi bersama,” kata Gubernur pada Reviev Implementasi Kegiatan Lintas Sektor Terpadu Eliminasi Schistosomiasis, di Hotel Santika, Rabu (30/10/2019).
Gubernur bahkan mendorong agar upaya penanggulangan tikus dapat menjadi salah satu poin pada pemanfaatan Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDes).
“Mungkin para Kepala Desa bisa diberikan pedoman bahwa dalam APBDes bisa dikeluarkan untuk membiayai pemusnahan tikus. Mungkin ke depan kalau kita dapatkan rumusannya tolong direkomendasikan kepada saya sebagai Gubernur. Insya Allah saya tandatangan kalau memang tujuannya untuk memberantas tikus,” tegasnya.
Pada kesempatan tersebut, Kepala Dinkes Provinsi Sulteng, dr Reny A Lamadjido menerangkan saat ini yang masih sulit diintervensi adalah terkait dengan tikus. Dari persentase seharusnya hanya 0,5 persen, saat ini masih berada pada angka 25 persen. Begitupun dengan pengendalian keong, saat ini disebutkan Reny masih berada pada angka 3,04 persen.
“Mohon kesepakatan tanggung jawab siapa untuk penanggulangan tikus ini. Kami tidak bisa maksimal tanpa bantuan yang lain. Keong masih 3,04 persen, sehingga ini juga masih menjadi masalah besar,” kata Reny.
Dia menuturkan eliminasi schistosomiasis merupakan salah satu penekanan utama dari Gubernur kepada Dinkes Sulteng.
Pada tahun 2017, kata Reny, prevalensi schistosomiasis berada pada angka 0,9 persen. Persentase tersebut turun pada tahun 2018 menjadi 0,3 persen. Untuk tahun 2019 jumlah prevalensi tersebut diungkapkan Reny hampir mencapai target 0 persen, atau sementara berada pada angka 0,1 persen. “Pada tahun 2019 ini kami belum bisa memastikan persis tetapi dari gambaran kasarnya untuk pengobatan terhadap manusianya sudah menurun sampai 0,1 persen. Mudah-mudahan di akhir tahun tetap seperti ini karena memang karena kami ditargetkan 0 persen, ada beberapa desa yang tahun ini nyaris 0 persen, tetapi kami belum bisa mengekspose datanya karena belum sampai akhir tahun 2019,” ujar. CR1