PALU, MERCUSUAR – Pemerintah telah membuka kembali pemberangkatan jemaah Umrah ke Arab Saudi sejak 8 Januari 2022 lalu.
Kementerian Agama (Kemenag) RI melalui Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah (PHU) melalui edarannya terkait pembukaan ulang pemberangkatan Umrah, turut menyertakan beberapa syarat, salah satunya adalah Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umrah (PPIU) yang akan memberangkatkan jemaah Umrah wajib melaporkannya melalui aplikasi Sistem Komputerisasi Pengelolaan Terpadu Umrah dan Haji Khusus (SISKOPATUH).
Terkait hal itu, Plt. Kasi Bina Umrah dan Haji Khusus Bidang PHU Kantor Wilayah (Kanwil) Kemenag Sulteng, H. Arifin mengungkapkan, belum ada PPIU asal Sulteng yang melakukan pelaporan rencana pemberangkatan jemaah Umrah melalui aplikasi tersebut.
Arifin menjelaskan, dengan aturan tersebut, saat ini jemaah Umrah yang akan berangkat harus melalui Approval (persetujuan) dari Kanwil Kemenag setelah dilaporkan melalui SISKOPATUH melalui PPIU tempatnya mendaftar.
“Kita sekarang belum ada meng-approve pendaftaran Umrah. Karena di aplikasi SISKOPATUH itu harus kami yang unggah di sini baru keluar nomor porsi Umrahnya,” jelas Arifin, di ruang kerjanya, Rabu (12/1/2022).
Menurutnya, aturan terbaru tersebut dapat menertibkan pendaftaran dan pemberangkatan jemaah Umrah, sehingga Kemenag dapat mengetahui dengan pasti jumlah jemaah Umrah yang berangkat setiap waktu.
“Selama ini mereka mendaftar hanya travelnya yang tahu, kita tidak tahu berapa jumlah jemaahnya, nanti orang komplain baru dibawa ke sini. Konsepnya saat ini, semua pendaftaran Umrah akan di-upload oleh Kementerian Agama baru bisa keluar porsinya, kalau kita belum upload belum bisa berangkat. Jadi, mereka (travel) entri di sana, kami cek berkasnya lalu di-approve,” jelasnya lagi.
Biaya Dipastikan Membengkak
Arifin juga memastikan, biaya perjalanan Umrah di masa pandemi Covid-19 saat ini akan membengkak. Mengingat, ada aturan terkait protokol kesehatan (prokes) yang mesti ditaati oleh jemaah. Salah satunya, adalah aturan terkait karantina jemaah di Saudi maupun di tanah air.
“Bahkan wacananya bisa sampai minimal Rp40 juta. Itu masih estimasi perhitungan sementara. Ada penambahan biaya karena kita harus melalui penyesuaian prokes-prokes seperti karantina,” ujar Arifin.
Saat ini, lanjut Arifin, pihak PPIU melalui asosiasinya masih melakukan proses surveillance untuk mengukut berapa kebutuhan yang harus dipenuhi pada pemberangkatan Umrah di masa pandemi Covid-19.
“Prosesnya masih Surveillance, belum berangkat jemaah reguler, karena ketentuan untuk Umrah harus ada standar biaya dulu. Melalui survei standar biaya itulah yang dijadikan dasar untuk menjual, yang dilakukan setiap PPIU mereka akan menjajaki cost apa semua yang dibutuhkan di sana, lalu mereka akan menghitung standarnya,” jelasnya lagi.
Dihubungi terpisah, Direktur PT Annisa Sam Alamin, H. Sabaruddin Lamba mengungkapkan, pihaknya belum bisa memberikan jadwal pasti keberangkatan jemaah Umrah yang telah mendaftar melalui travelnya.
“Belum ada jadwal pasti,” kata Sabaruddin.
Ia mengungkapkan, pertimbangan utamanya adalah adanya pembengkakan biaya terkait dengan proses karantina yang harus ditaati oleh jemaah.
“Biaya akan membengkak. Kalau kondisi normal ada harganya, tapi dengan banyaknya aturan-aturan pemberangkatan setelah ada Covid-19 seperti karantina, bisa jadi penyebab biaya bertambah. Kalau ada karantina, itu di luar dari program kami, jadi itu biaya (tanggungan) sendiri jemaah, di luar biaya Umrah,” jelas Sabaruddin.
Namun, ia memastikan, jika ada jemaah yang telah mendaftar dan siap untuk mengikuti aturan pemberangkatan, termasuk penambahan biaya, maka pihaknya siap mendaftarkan dan memberangkatkan jemaah tersebut.
“Yang penting jemaahnya mau. Sampai saat ini belum ada yang meminta untuk itu. Sudah ada yang datang bertanya, lalu kami jelaskan kondisinya seperti itu, akhirnya jemaah tersebut mengaku memilih untuk menunggu dulu sampai kondisinya normal,” pungkas Sabaruddin. IEA