BNPB Digugat Rp9,9 M

images

PALU, MERCUSUAR – Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) sebagai tergugat I, Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Provinsi Sulteng selaku tergugat II dan BPBD Kota Palu sebagai tergugat III dalam perkara perdata Nomor: 61/Pdt.G/2019/PN Pal digugat Rp9,9 miliar (M).

Rinciannya, gugatan materil total Rp4,9 miliar dan gugatan immateril Rp5 miliar.

Demikian gugatan yang dibacakan pada sidang lanjutan di Pengadilan Negeri (PN) Klas IA/PHI/Tipikor Palu oleh tim kuasa hukum penggugat dari Perhimpunan Bantuan Hukum Rakyat (PBHR) Sulteng, terdiri dari Harun SH, Muh Rasyidi Bakry SH LLM, Sahrul SH CLA, Beny P Lumbantoruan SH, Yuyun SH, Andi Mappanganro SH, Andirwan SH, Yonatan Tandi Bua SH, Nostry SH dan Faradilla Mewar SH, Kamis (1/8/2019).

Diketahui, gugatan tersebut diajukan oleh tiga orang mewakili kelompok, yakni Syahiruddin Dg Marala, Supriatna Bin Eman dan Hj Sadaria (penggugat).

Gugatan class action diajukan penggugat terkait penggusuran rumah-rumah di sepanjang Jalan Sungai Manonda dan Jalan Sungai Miu, Kelurahan Balaroa, Kecamatan Palu Barat tanggal 23 Oktober 2018 saat masa Tanggap Darurat Bencana. Penggusuran tanpa izin para penggugat dan anggota kelompok yang diwakilinya serta tanpa adanya ganti rugi, menyebabkan kerugian materiil maupun immaterial terhadap sekira 35  orang, berupa hilangnya rumah dan harta benda lainnya.

Dalam gugatan penggugat diuraikan bahwa gugatan materil Rp4,9 miliar terdiri rumah tinggal Rp3,5 miliar dan perabotan rumah tangga Rp1,4 miliar.

“Rumah tinggal setara dengan Rp100 juta untuk masing-masing penggugat beserta anggota kelompok yang diwakilinya, hingga keseluruhan berjumlah Rp100 juta x 35 orang = Rp3,5 miliar. Sementara perabotan rumah tangga setara dengan Rp40 juta untuk masing-masing penggugat beserta anggota kelompok yang diwakilinya, hingga keseluruhan berjumlah Rp40 juta x 35 orang = Rp1,4 miliar,” ujar penggugat.

Sementara gugatan immaterial Rp5 miliar, akibat dampak lain berupa tekanan psikologis.

“Pembayaran ganti rugi pada para penggugat beserta anggota kelompoknya dilakukan secara tunai dan seketika setelah putusan berkekuatan tetap. Namun dikecuaikan bagi anggota kelompok yang melakukan pilihan keluar (option out) dari proses gugatan kelompok ini dengan mengurangkan seluruhnya dari jumlah anggota kelompok yang melakukan pilihan keluar,” ujar penggugat.

Untuk memudahkan proses ganti rugi, sambung penggugat, maka mekanisme dan tata cara pemberian ganti rugi akan dilakukan melalui Komisi Pembayaran Ganti Rugi atau tim Panel. Tim tersebut terdiri dari dua orang wakil dari penggugat ditambah dua orang wakil dari kuasa hukum penggugat, serta tiga orang wakil dari tergugat dibawah koordinasi Panitera PN Palu, dengan kewajiban untuk melakukan notifikasi kepada anggota kelompok media cetak lokal.

Gugatan juga menguraikan fakta hukum dan sifat melawan hukum para tergugat.

Dijelaskan kuasa penggugat, para penggugat dan anggota kelompok yang diwakilinya merupakan warga Kelurahan Balaroa, Kecamatan Palu Barat, khususnya bertempat tinggal di Jalan Sungai Manonda dan Jalan Sungai Miu.

Pascagempa bumi dan likuefaksi pada 28 September 2019 yang melanda wilayah Kelurahan Balaroa, para penggugat dan anggota kelompok yang diwakilinya mengalami trauma psikologis, sehingga meninggalkan rumah masing-masing dan mengungsi ke tempat yang lebih aman, baik di wilayah Kota Palu maupun di luar Kota Palu dengan sesekali menengok keadaan rumah-rumahnya.

Pemerintah in casu tergugat I, tergugat II dan tergugat III secara bersama-sama kemudian bergerak cepat untuk melakukan langkah-langkah penanggulangan bencana berupa evakuasi dan penyelamatan warga dalam masa tanggap darurat, termasuk membersihakn areal terdampak bencana di Kelurahan Balaroa, salah satunya adalah merobohkan rumah-rumah yang sudah tidak layak huni.

Tanpa sepengetahuan para penggugat dan anggota kelompok yang diwakilinya, para tergugat turut pula menggusur dan merobohkan rumah-rumah para penggugat di sepanjang Jalan Sungai Manonda dan Jalan Sungai Miu, Kelurahan Balaroa pada 23 Oktober 2018 saat masa tanggap darurat bencana. Padahal rumah-rumah tersebut masih berdiri dan layak untuk ditinggali; “Akibatnya Para Penggugat mengalami kerugian materiil maupun immaterial berupa hilangnya rumah dan barang-barang yang seharunsnya masih bisa diselamatkan dan dimanfaatkan,” ujar penggugat.

Ditambahkan penggugat, apabila merujuk pada ketentuan Pasal 22 Ayat (3) Peraturan Daerah Provinsi Sulteng Nomor: 02 Tahun 2013 tentang Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana, seharusnya fokus pada masa Tanggap Darurat Bencana adalah mengkaji secara cepat dan tepat terhadap lokasi, kerusakan, kerugian dan sumber daya; penentuan status keadaan darurat bencana; pencarian, penyelamatan dan evakuasi/mengungsikan masyarakat terkena bencana. Selain itu, pemenuhan kebutuhan dasar korban bencana, perlindungan terhadap korban yang tergolong kelompok rentan dan pemulihan dengan segera prasarana dan sarana vital.

Usai penyampaian gugatan oleh penggugat, sidang ditunda untuk jawabn tergugat. Namun jawaban tergugat disampaikan melalui e-Court paling lambat Selasa 6 Agustus 2019. AGK

Pos terkait