PALU, MERCUSUAR – Badan Riset dan Inovasi Daerah (BRIDA) Provinsi Sulteng bekerja sama dengan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Perwakilan Sulteng, menggelar Seminar Hasil Riset Pengembangan Pengendalian Inang Perantara Schistosomiasis, di Aula Nagaya Brida, Rabu (19/6/2024).
Kepala Bidang Riset, Inovasi dan Teknologi Daerah BRIDA Sulteng, Hasim R, mengharapkan sebelum pelaksanaan seminar akhir, para peneliti dapat menyelesaikan serta mengumpulkan buku dan artikel hasil penelitian yang telah dilaksanakan.
Junus Widjaja selaku ketua tim riset menjelaskan bahwa penelitian pengembangan pengendalian inang perantara schistosomiasis, dilatarbelakangi karena Indonesia merupakan salah satu negara endemis schistosomiasis di dunia. Selain di Indonesia, wilayah Asia yang menjadi daerah endemik schistosomiasis yaitu Filipina, Cina dan Jepang.
Di Indonesia, lokasi endemik schistosomiasis tersebar di 28 desa, dengan fokus penelitian saat ini pada daerah Napu yang terdiri dari tiga kecamatan yaitu Lore Utara, Lore Timur, dan Lore Peore.
Ia menjelaskan, penyakit tersebut berdampak buruk pada kesehatan dan produktivitas masyarakat, menyebabkan anemia sehingga memicu kekerdilan (stunting), serta pada orang dewasa schistosomiasis kronis dapat menurunkan kemampuan bekerja, yang jika tidak ditangani dapat mengakibatkan kematian.
“Program pengendalian yang dilakukan hingga saat ini belum dapat menekan prevalensi infeksi schistosomiasis itu sendiri. Hal ini disebabkan adanya inang perantara, reservoir seperti tikus, ternak masyarakat, termasuk hewan liar bahkan masyarakat sendiri sebagai sumber penular,” kata Junus.
Ia melanjutkan, infeksi schistosomiasis tidak ditularkan secara langsung dari orang ke orang, akan tetapi membutuhkan keong air tawar, yaitu Oncomelania hupensis lindoensis sebagai hospes perantara berkembang biak cacing schistosoma japonicum.
“Keong Oncomelania hupensis lindoensis adalah bagian penting dari siklus hidup schistosoma japonicum. Sehingga untuk mendukung eliminasi schistosomiasis di Indonesia tahun 2030, salah satu strategi yang dilakukan adalah dengan pengendalian keong tersebut,” ujar Junus.
Dalam pengendaliannya, tim periset mengembangkan metode dengan menggunakan moluskisida, yang kemudian ditutup dengan plastik hitam sebagai pelapis lahan dan saluran air, yang merupakan daerah fokus keong. Adapun 80 persen habitat keong di Napu berada di saluran air, perkebunan kakao, kopi dan campuran.
“Prevalensi Schistosomiasis pada 2022 sendiri total kasus positif sebanyak 256, dan pada tahun 2023 total kasus positif sebanyak 166,” ungkap Junus.
Dalam pemetaan habitat keong Oncomelania hupensis lindoensis tahun 2023, dilakukan di 15 desa pada tiga kecamatan, dengan jumlah habitat siput ditemukan 217 habitat. Luas habitat siput 179.013 m2 dengan kepadatan siput di habitat yaitu 5-52 siput man/menit dan tingkat infeksi rate siput (ditemukan serkaria) yaitu 1-11 persen.
Tahapan dari pelaksanaan riset tersebut, yaitu dengan mencari lokasi habitat keong, dilanjutkan dengan penyemprotan dengan menggunakan moluskisida, lalu dilakukan penutupan menggunakan plastik hitam. Dari tahapan tersebut, selanjutnya dilakukan evaluasi yang dilakukan pada hari ketiga, kelima, ketujuh, kelima belas dan ketiga puluh pascapemasangan plastik hitam.
Untuk kesimpulan sementara, efektifitas pembunuhan keong sekitar 80-100 persen. Pemasangan plastik hitam dengan moluskisida efektif membunuh keong inang perantara schistosoma japonicum. Selain itu, karena banyaknya habitat keong yang ditemukan di area perkebunan, dipandang perlu melibatkan masyarakat dan Dinas Perkebunan dalam menggunakan plastik hitam.
Dari pemaparan hasil penelitian tersebut, Kepala BRIDA Sulteng, Faridah Lamarauna menanggapi penanganan schistosomiasis yang ada di Kabupaten Poso, kiranya dapat ditangani secara bersama-sama, dengan melibatkan perangkat daerah lintas sektor yang ada di Provinsi Sulteng.
Metode yang sama juga digunakan dalam penurunan angka stunting di Kabupaten Sigi, dan terbukti terjadi penurunan prevelensi stunting di kabupaten tersebut. Harapannya, dengan menggunakan metode yang sama, dapat menurunkan prevelensi infeksi schistosomiasis.
“Dari hasil riset ini, kita dapat membuat rekomendasi kepada Bapak Gubernur untuk memberikan anggaran, guna mengentaskan schistosomiasis yang ada di Kabupaten Poso,” ujar Faridah. */IEA