PALU, MERCUSUAR – Badan Riset dan Inovasi Daerah (BRIDA) Sulteng merespons isu yang beredar terkait situs megalitikum di Sulteng yang ternyata bukan merupakan situs tertua di Indonesia.
Kepala BRIDA Sulteng, Faridah Lamarauna, yang diwawancarai Tim Publikasi PPID BRIDA Sulteng, Minggu (10/9/2023) mengatakan Indonesia adalah negeri yang kaya peninggalan sejarah, serta situs-situs megalitikum.
Menurutnya, hal yang terpenting adalah mengupayakan agar kekayaan tersebut dapat dimanfaatkan untuk kesejahteraan masyarakat, melalui kegiatan riset dan pelestarian.
“Jika memang fakta riset menerangkan bahwa situs Gunung Padang adalah situs megalitikum tertua di Indonesia, maka hal tersebut tentunya merupakan kebanggaan bersama. Akan tetapi, perlu saya sampaikan juga, bahwa situs megalitikum yang ada di Sulawesi Tengah itu diperkirakan berasal dari 3.000 tahun sebelum Masehi. Untuk hal tersebut, Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sulawesi Tengah akan membuktikannya melalui riset lebih mendalam lagi,” jelas Faridah.
Untuk mengungkap lebih jauh, mengenai usia dan potensi-potensi lainnya dari situs megalitikum di Sulteng, lanjutnya, Pemprov melalui BRIDA, tengah melakukan riset penyusunan profil dan pemetaan situs megalitikum yang berada di empat lembah tersebut.
“Saya berharap riset yang kami lakukan dapat mengungkap fakta-fakta tentang megalitikum di Sulawesi Tengah, sekaligus tentunya dokumen yang dihasilkan dari riset tersebut dapat menjadi dukungan, untuk penetapan situs megalitikum yang ada di Lembah Bada, Lembah Behoa, Lembah Napu, dan Lembah Palu menjadi situs warisan dunia oleh UNESCO,” harap Faridah.
Dihubungi terpisah, Koordinator TACB Sulteng, Haliadi Sadi menerangkan bahwa perbandingan terhadap dua objek cagar budaya yang berbeda tempat, belum pantas dilakukan. Hal itu disebabkan penelitian kedua objek yang belum tuntas dilakukan.
Ia menjelaskan, berdasarkan UU nomor 11 tahun 2010, objek tersebut belum ditetapkan statusnya apakah masuk ke dalam kategori benda, bangunan, situs, struktur, dan kawasan. Artinya, kedua objek megalitikum tersebut juga masih dalam proses riset. Selain itu juga, fakta dating atau penanggalan kedua objek cagar budaya itu belum ada kepastian.
“Penelitian yang dilakukan oleh tim Dr. Ardi Wibowo telah melengkapi atau pengembangan penelitian terdahulu. Situs Gunung Padang dikenalkan pertama kali oleh ‘Rapporten Van De Oudheid-kundigen Dienst’ tahun 1914, lanjutan dilaporkan Nj. Krom tahun 1949 dan penduduk melaporkan situs ini pada tahun 1979,” ungkap Haliadi.
Ia menjelaskan, bahwa riset geologi dari Sutikno Bronto menemukan bahwa Gunung Padang merupakan struktur kekar kolom leher gunung yang berserakan, yang kemudian ditata menjadi punden berundak untuk kemungkinan pemujaan tradisional.
Selanjutnya, situs megalitikum di empat lembah (Lembah Bada, Lembah Behoa, Lembah Napu, dan Lembah Palu) yang telah diperkenalkan secara awal oleh Alb. C. Kruyt dan Nicolaus Adriani pada tahun 1889 dan 1908, merupakan lanjutan riset tentang objek megalitikum Sulteng P. Ten Kate 1910, Walter Kaudern antaran tahun 1917-1921, Haris Sukendar tahun 1971, Mendikbud tahun 1980, Puslit dan Balar Manado 1991, juga tim Delienasi 2018, dan akhirnya hasil riset Tim TACB Provinsi Sulawesi Tengah dengan BRIDA Sulteng sebagai upaya untuk mendukung pencanangan ‘Sulawesi Tengah Negeri 1.000 Megalit’.
Haliadi menuturkan, kemungkinan benda cagar budaya masih banyak yang belum ditemukan di kawasan Taman Nasional Lore Lindu. Mengenai dating juga masih beberapa hipotesa dan argumentasi antara 3.000 hingga 8.000 tahun yang lalu. Ciri khas wilayah temuan megalitikum di Sulteng bukan di gunung, tetapi di bukit yang dicirikan dengan lembah.
“Dari hipotesa tersebut, sangat tidak etis secara akademik jika membandingkan mana yang tertua dan mana yang muda. Untuk itu, perlunya riset yang berkelanjutan untuk membuktikan hal tersebut,” tegas Haliadi.
“Potensi objek cagar budaya di Indonesia memiliki keunikan atau ciri khas sendiri-sendiri, yang perlu diriset secara transdisiplin. Karena semuanya menjadi potensi peradaban dan kebudayaan bangsa Indonesia,” tutup Haliadi. */ABS