BANGGAI, MERCUSUAR – Bupati Banggai, H. Amirudin Tamoreka bersama Forkopimda menggelar rapat terkait maraknya perusahaan tambang nikel yang menimbulkan dampak terhadap lingkungan, di ruang rapat khusus Kantor Bupati Banggai, Jumat (1/8/2025).
Pada kesempatan itu, Amirudin mengungkapkan akan menindak tegas enam perusahaan tambang nikel, yang diduga menimbulkan dampak lingkungan dan sosial, di Desa Siuna Kecamatan Pagimana. Hal itu berdasarkan rekomendasi dari DPRD Kabupaten Banggai.
Keenam perusahaan tersebut adalah PT Penta Dharma Karsa, PT Prima Dharma Karsa, PT Prima Bangun Persada Nusantara, PT Integra Mining Nusantara Indonesia, PT Anugerah Bangun Makmur, dan PT Bumi Persada Surya Pratama.
Perusahaan-perusahaan terkait sebelumnya telah mengikuti Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama Komisi II DPRD Banggai, pada Kamis (24/7/2025). RDP dalam rangka menindaklanjuti aduan perwakilan warga desa setempat terkait dampak yang ditimbulkan.
Amirudin menegaskan, Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Banggai tidak akan tinggal diam terhadap aktivitas industri yang abai terhadap dampak sosial maupun kerusakan lingkungan.
“Perlu diketahui, saya ramah terhadap investasi. Akan tetapi, apabila investasi yang masuk di Kabupaten Banggai melanggar aturan-aturan baik Amdal dan UKL-UPL, harus berhati-hati,” tegasnya.
Ia menyebutkan, ada sekira 8 hektare lahan mangrove yang direklamasi oleh beberapa perusahaan. Lahan tersebut lalu dijadikan tempat tumpukan ore nikel.
“Saya sampaikan kepada para pemilik tambang, silakan mempersiapkan jawaban-jawaban nanti. Saya akan kirim ke Gubernur Sulteng, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, dan saya juga sudah berkoordinasi ke DPR RI Komisi XII untuk segera dipanggil saudara-saudara terhadap perusakan lingkungan yang terjadi disini,” tuturnya.
Amirudin menyampaikan, terdapat beberapa permasalahan penambangan nikel yang terjadi di Desa Siuna, berdasarkan surat aduan masyarakat maupun hasil RDP DPRD Kabupaten Banggai pada tanggal 24 Juli 2025 lalu. Di antaranya, banjir, rusaknya lahan persawahan, serta abrasi pantai yang mengancam pemukiman.
Selain itu, lanjutnya, belum dilakukannya program reklamasi dan reboisasi oleh perusahaan, jalan Provinsi yang dilintasi kendaraan tambang mengakibatkan jalan becek dan rusak, jalan Kabupaten Siuna-Baya dilintasi oleh kendaraan tambang, air aliran sungai berubah menjadi keruh, lokasi stock file berada di pinggir jalan provinsi yang mengakibatkan jalan becek, dan adanya lahan warga yang belum diganti rugi oleh perusahaan
Dari total 250 hektare sawah yang masuk dalam pertanian lahan pangan berkelanjutan, sambungnya, terdapat 153 hektare yang terdampak akibat eksploitasi nikel dan tidak dapat difungsikan lagi.
“Hal tersebut bertentangan dengan Undang-undang nomor 41 ahun 2009 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (PLP2B),” imbuhnya.
Pernyataan Amirudin tersebut mendapat dukungan penuh dari Kapolres Banggai, AKBP Putu Hendra Binangkari dan Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Banggai, Anton Rahmanto.
Kapolres mengatakan, pihaknya bebas dari intervensi pihak perusahaan dan akan bersinergi dengan Pemkab Banggai.
“Kami akan menindaklanjuti laporan serta melakukan peninjauan langsung di lapangan,” kata Kapolres.
Sementara Kajari Banggai menyebut sangat mendukung langkah-langkah yang diambil Pemkab Banggai bersama pihak kepolisian.
“Olehnya, pentingnya kelengkapan dan keakuratan data sebagai dasar penegakan hukum,” ujar Kajari.
Menanggapai pernyataan Kapolres dan Kajari, Amirudin menyimpulkan aktivitas kegiatan ditutup sementara waktu sampai perbaikan dilakukan. Jika sudah rampung dan sesuai dengan aturan, baru akan dibuka kembali. */PAR