SIGI, MERCUSUAR – Kabupaten Sigi saat ini membutuhkan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) sebagai dasar hukum dan pedoman untuk segala proses pembangunan kembali pascabencana. RTRW tersebut harus memperhatikan aspek mitigasi bencana sebagai dasar untuk melakukan pembangunan.
Demikian sambutan Bupati Sigi Moh Irwan Lapatta saat membuka Focus Group Discussion (FGD) I revisi RTRW Kabupaten Sigi dan Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Perkotaan Biromaru Berbasis Mitigasi Bencana yang dilaksanakan oleh Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional melalui Direktorat Jenderal (Dirjend) Tata Ruang di Swissbel Hotel Palu, Selasa (2/7/2019).
Olehnya, kata Bupati, jadikan kegiatan tersebut sebagai wadah untuk bertukar pikiran, mewujudkan rencana tata yang berbasis mitigasi bencana.
“Terkait kegiatan ini saya sangat bersyukur, mengingat pascabencana gempa, likuefaksi, tsunami dan banjir bandang, banyak menyisakan persoalan terkait dengan tata ruang, misalnya perizinan mendirikan bangunan, termasuk usaha-usaha dan sebagainya,” jelas Bupati.
Dengan perubahan tata ruang untuk melahirkan sebuah rencana detail tata ruang baru, lanjutnya, diharapkan dipercepat agar zona yang disebutkan tidak boleh melakukan aktivitas, baik di zona merah, hijau dan kuning serta sebagainya, harus dipatuhi.
Olehnya, ia mengimbau agar yang sudah dihasilkan dalam FGD RTRW itu berdasarkan zona yang sudah diterbitkan oleh pihak berkompeten dalam hal ini Badan Meteorologi Klimatologi dan Gefosika (BMKG), harus dipatuhi.
Sebab ketika dilanggar, berarti kita sudah tidak menyanyangi diri kita. “Zona tidak boleh membangun harus dipatuhi, untuk Zona kuning dan hijau mungkin masih bisa membangun,” tutur Bupati.
Mengutip penjelasan Kepala BNPB Pusat, Doni Monardo, tambahnya, kita diukur oleh dunia, serta semua mata tertuju di Sulteng. Ketika melanggar kepercayaan dunia, maka kepercayaan mereka bisa hilang. AJI