Jalur elevated road atau jalan yang ditinggikan setinggi badan tanggul yang memanjang dari jalan Cumi-cumi hingga Raja Moili dan Cut Mutia, menjadi pembicaraan warga Kota Palu. Kondisi jalanan yang mulus, lebar dan memiliki beberapa titik menarik, akan menjadi salah satu ikon Kota Palu. Ada beberapa cerita di balik pembangunannya, serta motivasi BPJN membangunnya dengan konsep yang lebih mutakhir.
MOHAMMAD MISBACHUDIN – WARTAWAN MERCUSUAR
Beberapa alat berat terlihat sibuk menurunkan boks beton yang berfungsi sebagai armour block, yang dijejer di tepian elevated road. Ada juga alat berat yang membawa material semen untuk pengecoran dinding beton di sisi lain dari elevated road. Dalam kurun waktu yang bersamaan, jejeran dump truck menumpahkan material timbunan yang sejajar dengan dinding beton setinggi 3 meter.
Pekerja tampak sibuk, meski matahari cukup terik, ditambah angin kering dari tepian laut. Belum lagi, ketika itu hampir semua karyawan atau para pekerja tengah menunaikan ibadah puasa. Tetapi semuanya fokus pada target pekerjaan, yang telah dipresentasikan di depan BAPPENAS, melalui Kementrian PUPR, ketika itu namanya masih belum berpisah.
Ternyata, proses pembangunannya tidak mudah, sebab rintangan yang dihadapi bukan hanya memakan waktu sebulan atau tiga bulan.
“Ketika itu, saat pembangunan elevated road sudah menyeberangi jembatan atau masuk paket A1, kami diperhadapkan dengan kondisi sosial, di mana para pedagang kaki lima (PKL) banyak yang memanfaatkan tanggul untuk berjualan, dengan view Teluk Palu. Di sinilah kami melakukan koordinasi dengan Pemerintah Kota Palu dan membuka komunikasi dengan para PKL. Banyak proses negosiasi yang kami lakukan hingga memakan waktu hingga 200 hari, baru kemudian menemukan kata sepakat,” kenang Kepala BPJN Sulteng, Dadi Muradi kepada Mercusuar, belum lama ini.
Dilemanya adalah, kata Dadi, BPJN diberikan waktu untuk menuntaskan proyek yang dibiayai oleh Japan International Cooperation Agency (JICA) bekerja sama dengan BAPPENAS untuk rehab rekon pascabencana gempa bumi dan tsunami di Kota Palu, pada bulan April 2025. Sehingga dipastikan ada penundaan pekerjaan yang memakan waktu kurang lebih enam bulan lebih 20 hari.
Belum lagi, saat membangun elevated road, tepat di dekat bundaran patung kuda, ternyata sudutnya sangat sempit yang setidaknya berdampak pada badan jalan, sehingga dilakukan pengkondisian agar elevated road-nya bisa sama ukurannya dengan jalur sebelum dan sesudah tikungan tersebut.
Ketika ditanya tentang elevated road, Dudi dengan bersemangat menjawab, jika pembangunan yang dilakukan BPJN Sulteng yang belum lama dipimpinnya itu, untuk memperkuat gellat perekonomian di Sulawesi Tengah, salah satunya dengan membuka jalur yang porak poranda dihantam bencana alam pada tahun 2018 silam.
“Kami mengetahui kalau jalur tepian pantai ini dulunya cukup berpengaruh terhadap akses perekonomian, di mana semua jenis kendaraan bisa lewat dan mempersingkat jarak jika menuju Kabupaten Donggala ataupun keluar dari Kota Palu ke wilayah Utara dan Timur, juga sebagai jaringan loigistik. Hadirnya jembatan juga memiliki tujuan untuk pemulihan dan revitalisasi arus masyarakat,” urai Dadi.
Sehingga, katanya lagi, proyek rekonstruksi tersebut bukan hanya mempertimbangkan aspek mitigasi bencana, namun juga mendukung kelancaran logistik Kota Palu, di mana nantinya akan menjadi penghubung utama jalur yang terputus pada saat bencana, kemudian mengurangi beban jalan poros di dalam kota.
“Insyaallah, jika ini kami tuntaskan berkat dukungan dan doa masyarakat Sulteng, kemudian akan terhubung, maka kendaraan logistik akan lebih cepat melewati pesisir pantai tanpa perlu melewati jalur dalam kota, sehingga menunjang perekonomian daerah, akibat proses pemindahan moda transportasi yang lebih cepat,” tekan mantan Kepala BPJN Bangka Belitung itu.
Di samping itu pula, dengan adanya pembangunan yang diinisiasi oleh Kementrian PUPR melalui BPJN, ungkap Dodi, diharapkan turut berdampak positif terhadap kehidupan para nelayan di sekitar ruas jalan yang dibangun itu, dengan dibangunnya box tunnel. Karena selain berfungsi sebagai jalur kendaraan dan evakuasi, juga memberikan kemudahan akses bagi nelayan menuju tambatan perahunya, sehingga nelayan merasakan kenyamanan dan aman dan membantu keberlanjutan mata pencaharian dan meningkatkan stabilitas ketahanan pangan di Sulteng.
“Sektor perikanan masih menjadi sumber mata pencaharian penting bagi masyarakat nelayan dengan skala kecil, individu dan tradisional, termasuk nelayan di kawasan pesisir Kelurahan Lere dan Talise. Sehingga itu, Kementrian PU melalui BPJN berupaya kembali membangun semuanya untuk masyarakat Kota Palu,” pungkasnya. ***