PALU, MERCUSUAR – Kantor Wilayah (Kanwil) Kementerian Agama (Kemenag) Provinsi Sulteng bersama Anggota Komisi VIII DPR RI, Matindas J. Rumambi melaksanakan Serap Aspirasi Tokoh Agama dan Lembaga Sosial Keagamaan, serta Early Warning System (EWS) atau sistem peringatan dini terhadap problem sosial berdimensi agama, di Sriti Convention Hall Palu, Jumat (12/9/2025).
Dua kegiatan tersebut diikuti total sekira 400 peserta dari berbagai elemen sosial, seperti tokoh masyarakat, tokoh agama, perwakilan ormas keagamaan, penghulu, penyuluh lintas agama, Kepala KUA, serta para ASN Kemenag Sulteng.
Plt. Kepala Kanwil Kemenag Sulteng, H. Muchlis Aseng dalam sambutannya menegaskan bahwa tugas utama Kemenag adalah memastikan masyarakat taat beragama. Melalui ketaatan tersebut, menurutnya, dapat mencegah terjadinya konflik sosial yang berlandaskan agama.
“Kalau umat sungguh-sungguh memahami ajaran agamanya, baik secara internal maupun antaragama, maka potensi konflik sosial bisa dihindari. Radikalisme muncul ketika ada kelompok yang memahami agama hanya secara tekstual, bukan kontekstual,” tegas Muchlis.
Kegiatan tersebut menghadirkan narasumber seperti Anggota Komisi VIII DPR RI, Matindas J. Rumambi, serta Rektor UIN Datokarama Palu, Prof. Dr. H. Lukman Tahir.
Kepala Bidang Bimbingan Masyarakat Islam (Bimais) Kanwil Kemenag Sulteng, Dr. H. Junaidin menyampaikan, kegiatan tersebut merupakan sarana penguatan kebijakan kerukunan melalui dua pendekatan, yakni analitis-prediktif dan partisipatif-reflektif. Ia menekankan, para tokoh agama dan lembaga keagamaan memiliki hubungan yang sangat erat, karena memiliki peran yang sama besar dalam membangun harmoni sosial.
Junaidin menegaskan, EWS merupakan bagian dari pencegahan adanya konflik berbasis keagamaan yang timbul di tengah-tengah masyarakat.
“Kita memang menginginkan upaya peventif melalui EWS benar-benar tersosialisasi kepada semua pihak, terutama tokoh, untuk bisa berperan sebagai bagian yang akan ikut memproteksi adanya konflik atau persoalan yang dapat timbul di tengah-tengah masyarakat. Semua harus memiliki kepekaan, harus ikut terlibat dalam rangka mencegah adanya konflik berdimensi keagamaan,” tutur Junaidin.
“Namanya negara besar, negara yang mejemuk, tentu hal-hal yang berpotensi bisa menimbulkan gesekan bisa saja terjadi. Selaku tokoh masyarakat harus ikut berpartisipasi pada langkah-langkah preventif yang dilakukan bersama, ada langkah awal yang dilakukan semua pihak,” tegasnya.
Ia juga mengibaratkan EWS sebagai alarm dalam deteksi dini pitensi konflik. Jika muncul gejala kecil yang berpotensi memicu masalah, maka tokoh agama tidak boleh diam, harus peka, tangguh dan bertindak cepat.
“Prinsip ini sejalan dengan ajaran Islam tentang sadd al-zari’ah atau menutup jalan menuju kerusakan. Tokoh agama adalah garda terdepan dalam menjaga kerukunan umat dan stabilitas sosial. Dengan partisipasi aktif mereka, kerukunan dan kedamaian akan semakin kokoh,” pungkas Junaidin. IEA