BUOL MERCUSUAR – DPRD Kabupaten (Dekab) Buol diminta segera menyikapi keluhan masyarakat petani plasma, terkait dugaan adanya praktek jual beli lahan plasma milik petani yang sudah bersertifikat kepada pihak lain.
Keluhan itu disampaikan ratusan petani plasma yang tergabung dalam Koperasi Hukid Kuonoto selaku mitra PT Sonokeling Buana, salah perusahaan perkebunan kelapa sawit di Buol.
Menurut Sekretaris Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (Apkasindo) Kabupaten Buol, Asharudin bahwa lahan plasma petani yang diduga diperjualbelikan oleh oknum yang tidak bertanggung jawab itu, merupakan pemberian perusahaan PT Sonokeling Buana saat membuka lahan perkebunan kelapa sawit di Buol tahun 2013.
“Sebelumnya, keluhan petani plasma yang merasa dirugikan dengan adanya dugaan praktek jual beli lahan disampaikan kepada kami (Apkasindo). Dan selanjutnya mereka meminta agar DPRD Buol ikut membantu merespon keluhan keluhan mereka ini,” jelas Asharudin kepada wartawan Media ini.
Sebagai bukti sah kepemilikan atas lahan plasma tersebut, lanjutnya, PT Sonokeling Buana mensertifikatkan lahan tersebut atas nama masing-masing petani penerima lahan plasma, dimana luasannya rata rata dua hektare perorang.
Untuk membantu pembiayaan pengolahan perkebunan plasma sawit milik para petani, PT Sonokeling Buana mengagunkan seluruh sertifikat petani plasma itu di salah satu bank, dengan tujuan untuk mendapatkan fasilitas kredit.
Namun sebelum diagunkan, semua sertifikat difoto copy dan disimpan pengurus Koperasi Hukid Kuonoto sebagai arsip kalau lahan petani plasma yang tergabung dalam Koperasi tersebut benar-benar telah memiliki bukti sah terhadap kepemilikan lahan plasma yang diberikan PT Sonokeling Buana. Selain itu, juga sebagai bentuk kewajiban dan tanggung jawab perusahaan dalam membuka lahan perkebunan inti kelapa sawit tersebut.
“Kronologisnya seperti itu. Dan melalui kami para petani plasma meminta DPRD Buol agar segera menyikapi permasalahan yang mereka rasakan selama ini. Dengan menghadirkan perwakilan petani plasma untuk didengar penjelasan mereka secara langsung terkait dugaan adanya praktek jual beli lahan plasma tersebut,” jelas Asharudin.
Dikatakannya, Dekab perlu menyikapi hal itu secara serius, karena selain keluhan tersebut para petani plasma juga akan menyampaikan hal pentings lainnya, terkait kronologis keberadaan perusahaan PT Sonokeling Buana yang sampai saat ini tidak lagi melakukan aktifitas kegiatan mengelola perkebunan sawitnya. Sementara disisi lain perusahaan telah memiliki sertifikat Hak Guna Usaha (HGU) sejak tahun 2013.
Kondisi itu berdampak buruk pada penjualan hasil panen tandan buah segar (TBS) milik petani plasma, karena hasil panen tidak dapat dijual ke perusahaan sebagaimana perjanjian MoU.
“Sementara PT Hardaya Inti Platantions (HIP) salah satu perusahaan perkebunan sawit di Buol tidak bersedia membeli TBS milik petani tersebut, dengan alasan antara PT HIP bersama Koperasi Hukid Kuonoto masih terikat perjanjian MoU yang berkekuatan hukum tatap. Akibatnya hasil panen TBS milik petani plasma terpaksa dibuang begitu saja karena membusuk,” ujarnya.
Ditambahkannya, data sementara diperoleh luas lahan plasma yang sudah terjual pada pihak lain sekira 200 hektare, dengan standar harga penjualan antara Rp6 juta hingga Rp10 juta perhektare.
DEKAB SIAP SIKAPI
Ketua Komisi I Dekab Buol, Ismail Domut dan Ketua Komisi II, Syahril Pusadan menyatakan menyambut baik keinginan petani plasma yang tergabung dalam Koperasi Hukid Kuonoto untuk menyampaikan keluhan mereka terkait adanya dugaan praktek jual beli lahan plasma sawit miliknya.
Menurut Ismail, pada prinsipnya secara kelembagaan siap menerima kedatangan petani plasma.
“Jadi kapan waktunya mereka datang? Sebelumnya tentu harus disampaikan dulu secara tertulis kepada kami, bisa dilaporkan ke pimpinan DPRD tentang agenda tersebut,” jelas Ismail Domutpada wartawan Media ini.
Sementara Syahril menegaskan pihaknya berkewajiban menyahuti dan menyikapi keluhan petani plasma sawit yang merasa dirugikan, terkait adanya dugaan praktek jual beli lahan miliknya yang dilakukan oknum tidak bertanggung jawab
“Silahkan datang ke DPRD, kami tetap bersedia untuk menerima aspirasi dan menyikapi seperti apa keluhan para petani tersebut. Artinya, masalah itu tentu kita akan bahas bersama untuk mencari solusi terbaik tentang langkah-langkah yang harus dilakukan untuk mengatasinya ika kenyataanya benar adanya keluhan mereka,” kata Syahril.
Sementara PT Sonokeling Buana yang coba dikonfirmasi terkait permasalahan itu, hingga berita naik cetak tidak berhasil.
Sebab saat ini tidak ada seorangpun perwakilan perusahaan tersebut berada di Buol. Demikian nomor kontak person salah seorang dari pihak perusahaan, juga sulit diperoleh.
“Pak, tidak ada lagi orang perusahaan Sonekeling yang tinggal Buol. Mungkin semuanya sudah kembali ke Jakarta,” ujar salah seorang staf Pegawai BPN Kabupaten Buol yang enggan di korankan saat wartawan Media ini mencoba mencari informasi PT Sonokeling. SUL