PALU, MERCUSUAR – Berdasarkan peta hutan adat dan wilayah indikatif hutan adat fase 1, terdapat delapan wilayah indikatif hutan adat di Sulteng.
Delapan wilayah itu berpotensi ditetapkan sebagai hutan adat, diantaranya wilayah adat Ngata Nto Lindu, wilayah adat Bgata Toro, wilayah adat Moa, wilayah adat Masewo, wilayah adat Kasiala, wilayah adat Uematangko, wilayah adat Vananga Bulang dan wilayah adat Mpoa.
Hal ini dikemukakan Kepala Dinas Kehutanan (Dishut) Sulteng, Nahardi yang diwakili Sekretaris Dinas Kehutanan Sulteng, Amrin saat membuka rapat koordinasi (Rakor) hutan adat Sulteng di aula Dishut Sulteng, Senin (24/6/2019).
Ia menerangkan delapan wilayah indikatif itu dapat diproses menjadi hutan adat setelah mendapat penetapan produk hukum daerah serta pengakuan Masyarakat Hukum Adat (MHA).
“Produk hukum itu seperti peraturan daerah (Perda) pada lokasi hutan adat yang berada di dalam hutan negara,” katanya.
Lanjut Amrin, perda dan keputusan Bupati atau walikota pada lokasi hutan adat yang berada di luar hutan negara.
Penebalan itu sesuai dengan Serat Keputusan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor: SK.312/MENOLAK/SETJEN/PKL.1/4/2019 tentang peta hutan adat dan wilayah indikatif hutan adat fase 1.
Selain wilayah indikatif, Sulteng juga memiliki dua wilayah yang sudah ditetapkan sebagai hutan adat, yakni hutan adat Wana Posangke di Kabupaten Morowali dan hutan adat Marena di Kabupaten Sigi.
Olehnya, kata Amrin, tidak menutup kemungkinan ada beberapa wilayah lainnya yang juga berpotensi untuk dijadikan sebagai hutan adat berdasarkan peta potensi wilayah hutan adat di Sulteng. “Potensi wilayah hutan adat juga ada di kawasan Tahura dan kawasan Taman Nasional Lore Lindu,” jelas Amrin. BOB