PALU, MERCUSUAR – Sekretaris Dinas Sosial Provinsi Sulteng, Dr. Zakir Dg. Sute menyampaikan apresiasinya kepada Non-Government Organization (NGO) yang telah menjalankan program Locally Led Disaster Protection and Preparedness (LLDPP) di Provinsi Sulteng dan Kabupaten Sigi, kurang lebih 1,5 tahun sejak pertengahan 2020 lalu.
Hal itu disampaikannya, saat membuka kegiatan Webinar Pembelajaran dan Closing Project LLDPP Sulawesi Tengah, yang digelar Yayasan Plan Internasional Indonesia secara virtual, Kamis (17/3/2022).
“Pemerintah berterima kasih kepada NGO melalui program LLDPP yang berkontribusi banyak membantu masyarakat terdampak bencana alam,” kata Zakir.
Zakir menegaskan, saat ini pemerintah dan seluruh pemangku kepentingan sangat mengharapkan adanya kolaborasi yang kuat dalam upaya penanggulangan bencana. Salah satu yang akan dihasilkan oleh program LLDPP di tingkat Provinsi, yakni rancangan Peraturan Gubernur (Pergub) tentang klaster pengungsian dan perlindungan.
“Kami terus mendorong jadinya (disahkan) Pergub tersebut, karena akan sangat banyak manfaatnya bagi seluruh pihak jika diimplementasikan,” tegas Zakir.
Program LLDPP dijalankan oleh konsorsium sejumlah NGO, yakni Muhammadiyah Disaster Management Center (MDMC), Yayasan Plan Internasional Indonesia, RedR Indonesia, Pujiono Center, dan ADRA. Selain di tingkat Kabupaten Sigi dan Provinsi Sulteng, program tersebut juga dijalankan di Provinsi Banten dan Nusa Tenggara Barat (NTB).
Program Manager LLDPP dari Yayasan Plan Internasional Indonesia, Enos Ndapareda mengatakan LLDPP telah berproses di tingkat Kabupaten Sigi dan Provinsi Sulteng sejak Juli 2020 hingga Desember 2021.
Pada program tersebut, pihak konsorsium menjalin kerja sama dengan berbagai pihak, di antaranya Dinas Sosial, Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD), Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, serta NGO lainnya baik di tingkat Kabupaten Sigi maupun tingkat Provinsi.
Dalam kurun sekira 18 bulan tersebut, lanjutnya, ada beberapa capaian yang telah dilaksanakan. Di tingkat Provinsi misalnya, ungkap Enos, ada penyusunan Standar Operasional dan Prosedur (SOP) terkait klaster pengungsian dan perlindungan.
Kemudian ada pula pembentukan champion, atau orang-orang yang dilatih khusus untuk bisa mempunyai pemahaman cukup baik di layanan dukungan psikososial, perlindungan anak dan Sexual and Gender Based Violence (SGBV) atau kekerasan berbasis gender.
“Kalau di tingkat kabupaten Kabupaten salah satunya ada berbicara soal rencana kontijensi, dan berbagai capaian lainnya. Itu yang selama kurang lebih 18 bulan kami lakukan di Sigi dan juga Provinsi Sulteng,” ujar Enos.
Melalui webinar tersebut, Enos melanjutkan, diharapkan ada pembelajaran yang dapat diambil melalui program tersebut di Sulteng. Sehingga ke depannya, ketika ada program serupa baik di Sulteng maupun daerah lainnya yang akan dijalankan, pihak-pihak terkait sudah punya pembelajaran.
“Meskipun tidak serta merta diterapkan, tetapi setidaknya ada praktik baik yang bisa kita terapkan di daerah lain,” pungkas Enos. IEA