Diperlukan Kepemimpinan Kolaboratif

FOTO RAKOR BASARNAS

PALU, MERCUSUAR – Model kepemimpinan kolaboratif sangat diperlukan untuk penanganan situasi darurat bencana, kecelakaan dan potensi membahayakan nyawa manusia.

Demikian dikatakan Sekretaris Daerah Provinsi (Sekdaprov) Sulteng, Moh Hidayat Lamakarate mewakili Gubernur saat rapat koordinasi yang digelar Basarnas Palu, serta dihadiri Deputi Bina Tenaga dan Potensi Basarnas, Abdul Haris Achadi; Danrem 132/Tadulako, Kolonel Inf Agus Sasmita; Wali Kota Palu, Hidayat dan Wakil Bupati Donggala, Mohammad Yasin di Palu, Jumat (7/2/2020).

Menurutnya, model kepemimpinan kolaboratif sangat dibutuhkan saat situasi darurat, sebagaimana pengalaman saat menghadapi bencana gempa bumi, tsunami dan likuefaksi 28 September 2018 lalu yang serba keterbatasan.

Kondisi saat itu sangat kritis karena akses komunikasi putus, listrik padam, logistik tidak memadai, serta ketersediaan Bahan Bakar Minyak (BBM) habis. Disisi lain, korban terus berjatuhan dan banyak pejabat utama tidak berada di tempat sehingga sulit berkoordinasi.

“Peristiwa tersebut menjadi pembelajaran untuk menetapkan suatu model organisasi kepemimpinan darurat karena kita hidup di atas potensi bencana yang sangat besar, agar ketika bencana sistem ini bisa langsung bekerja,” ,” ujar Sekdaprov.

Olehnya, tambah Sekdaproiv, model kolaboratif sudah harus dibangun sejak dini sehingga jika sewaktu-waktu terjadi bencana sistem tersebut bisa bekerja agar perangkat pemerintahan tidak lumpuh di saat darurat.

Deputi Bina Tenaga dan Potensi Basarnas, Abdul Haris A memaparkan dalam kondisi menghadapi situasi tanggap darurat serta proses pencarian dan pertolongan terhadap korban menggunakan model kepemimpinan kolaboratif sangat ideal diterapkan, agar terjalin komunikasi dan koordinasi yang terarah.

Olehnya, pada situasi seperti itu ego sektoral lintas lembaga maupun instansi harus di kesampingkan demi mewujudkan misi kemanusiaan.

“Memang warna baju dan oraganisasi kita berbeda, tetapi demi untuk mewujudkan misi kemanusiaan kita harus satu pandangan,” katanya.

Dengan demikian, sambung Haris, tidak ada diskriminatif ketika berbicara soal bencana, sehingga untuk menguatkan esensi kepemimpinan dibutuhkan kolaboratif semua pihak terkait.

BPBD SIGI

Sementara itu, Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Sigi, Asrul Rapadjori mengklaim bahwa kegiatan yang dilakukan Basarnas sudah kolaboratif dengan program Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Sigi melalui BPBD.

Sebab Sigi telah membentuk Rencana Penanggulangan Kedaruratan Bencana (RPKB), yang bergerak apabila ada kejadian yang membutuhkan pertolongan.

“Saya pikir ini tinggal disinergikan, karena anggota RPKB ini adalah Basarnas, sehingga siapa melakukan apa didalam kegiatan penanganan bencana termasuk pertolongan orang yang terkena bencana yang dilakukan oleh Basarnas, bisa bersinergi,” ujar Asrul pada wartawan Media ini saat mengahadiri rakor yang digelar Basarnas Palu, Jumat (7/2/2020).

“Kuncinya adalah hanya mensinergikan semua orang sesuai dengan kompetensinya, hingga kerja-kerja kebencanaan tentang pertolongan orang yang terkena bencana ini tidak melepas semua tanggung jawab kepada Basarnas. Tapi (penanganannya) juga berkoordinasi dengan teman-teman Basarnas, begitu sebaliknya,” lanjut Asrul.

Dia berharap Pemkab Sigi bersama jajarannya, serta lembaga-lembaga yang telah dibentuk untuk penanggulangan kedaruratan dapat bekersama dengan baik di tahun-tahun yang akan datang. “Setelah melihat kejadian 28 September 2018 lalu, kita baru sadar saat terjadinya bencana tidak tahu apa yang akan dilakukan. Tapi setelah tahu bahwa perlu sekali tentang pertolongan orang, termasuk RPKB di Kabupaten Sigi.  Nantinya ada satu komando yang diketuai Bupati bersama jajarannya, serta Dandim 1306 Donggala, Kapolres Sigi,  termasuk teman-teman dari Basarnas, hingga penanganan akan berjalan dengan baik,” tutupnya. BOB/AJI

Pos terkait