PALU, MERCUSUAR – Menindaklanjuti perjanjian kerja sama antara Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Sulteng bersama SEAMEO Biotrop terkait pengembangan bibit rumput laut metode kultur jaringan, DKP dalam waktu dekat akan membuat laboratorium satelit di Palu.
Kepala DKP Sulteng, Moh Arif Latjuba melalui Kepala Seksi (Kasi) Pengembangan Budidaya, Budianto Somba menjelaskan keberadaan laboratorium satelit tersebut untuk memudahkan dan mempercepat pengembangan bibit serta pendistibusian kepada masyarakat. Sebab selama ini bibit masih didatangkan dari luar Sulteng.
“Tahun 2020 ini kami masih menindaklanjuti MoU dengan Biotrop. Kami dari sini mencoba membuat laboratorium satelit, saat ini sedang kami setting untuk memudahkan bagaimana mendistribusikan benih ini, agar cepat sampai di masyarakat,” jelasnya, di Palu, medio pekan lalu.
Kerja sama pengembangan bibit rumput laut jenis Eucheuma Cottonii dengan metode kultur jaringan tersebut, telah dilakukan DKP Sulteng bersama SEAMEO Biotrop sejak Februari 2019. Hal itu dilakukan untuk menggenjot kembali produksi rumput laut di Sulteng.
Dalam rentang waktu tersebut DKP Sulteng telah mengirim beberapa tenaga SDM baik di tingkat provinsi maupun kabupaten dan kota untuk mengikuti pelatihan pembuatan kultur bibit secara langsung, serta mencoba membuat kebun bibit rumput laut kultur jaringan yang dilakukan di tiga daerah, yakni Kabupaten Tojo Unauna, Banggai Laut dan Banggai Kepulauan. “Laporan dari hasil monitoring menyebutkan pertumbuhan sangat baik sekali, dan mendapat apresiasi dari Biotrop juga karena kita intens komunikasi dengan mereka. Saat ini permintaan masyarakat terkait kultur jaringan cukup tinggi, tapi kami mengintruksikan kepada para pembudidaya untuk menahan dulu, karena bibit ini harus diperbanyak dulu. Namanya kan kebut bibit bukan untuk panen, fungsinya untuk pembibitan,” ujar Budianto.
Diakuinya, saat ini produksi rumput laut di Sulteng mulai semakin menurun, salah satu faktor utamanya adalah keterbatasan benih.
Para pembudidaya, kata dia, masih menggunakan benih yang turun temurun dipotong-potong atau masih menggunakan metode konvensional.
Metode pembibitan kultur jaringan, lanjutnya, dipandang sebagai salah satu cara untuk kembali meningkatkan produksi rumput laut. Sebab Bibit yang dihasilkan merupakan bibit unggul hasil dari penelitian di laboratorium, hingga dapat bertahan sampai keturunan ke-22. “Artinya setelah keturunan ke-22 tidak bisa lagi dilakukan perbanyakan,” imbuh Budianto.
Dari segi pertumbuhan, tambahnya, bibit kultur jaringan jauh lebih cepat dibanding bibit konvensional, yakni dari 50 gram dapat mencapai 200 gram dalam waktu 45 hari. “Jadi, salah satu tindak lanjut kita mendorong pengembangan rumput laut di Sulteng, melalui cara pembibitan yang baru. Tahun ini kita sediakan media kultur dengan lab satelitnya, rencana tahun ini juga kita akan bantu melalui Dinas di daerah-daerah unutk melakukan perbanyakannya,” tandasnya. IEA