Dokumen Usulan WP-WPR, DPRD Tidak Terima Tembusan Resmi

Alfred Tonggiroh

PARIGI MOUTONG, MERCUSUAR – Pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Parigi Moutong (Parmout) menyoroti beredarnya dokumen usulan perubahan Wilayah Pertambangan (WP) dan Wilayah Pertambangan Rakyat (WPR) yang menimbulkan polemik di tengah masyarakat.

Dokumen bertanggal 17 Juni 2025 itu dianggap menimbulkan kebingungan publik, lantaran DPRD belum menerima tembusan resmi dari Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Parmout.

Ketua DPRD Parmout, Alfred Tonggiroh menegaskan pihaknya telah melakukan pengecekan internal dan memastikan belum ada surat resmi yang masuk ke sekretariat dewan terkait dokumen tersebut.

“Kami pimpinan DPRD, baik Ketua maupun Wakil Ketua, sudah melakukan cross-check dan belum menerima tembusan resmi terkait dokumen pengusulan WP-WPR itu,” ujar Alfred, di ruang kerjanya, Rabu (8/10/2025).

Ia menambahkan, usulan perubahan WP-WPR tersebut sejatinya masih sebatas bahan kajian dalam tahap revisi Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW), dan tidak bisa dijadikan dasar hukum penetapan wilayah pertambangan sebelum mendapat persetujuan pemerintah pusat.

“Atas dasar itulah, materi ini masuk ke dalam pembahasan Panitia Khusus (Pansus) Revisi RTRW. Di situlah DPRD memiliki peran untuk menilai apakah usulan itu layak atau tidak,” jelas Alfred.

Ke depan, Alfred memastikan bahwa DPRD akan segera memanggil dinas teknis, termasuk Bidang Tata Ruang Dinas PUPR Parigi Moutong, untuk memberikan penjelasan resmi di hadapan Komisi III.

“Kami sudah memerintahkan Ketua Komisi III untuk segera melaksanakan rapat bersama dinas terkait, agar tidak ada pernyataan yang membias di tengah masyarakat,” ungkapnya.

Sementara Wakil Ketua DPRD Parmout, Sayutin Budianto menilai langkah Pemkab yang mengusulkan seluruh 23 kecamatan sebagai wilayah pertambangan tidak tepat. Menurutnya, pengusulan harus didasari kajian teknis dan verifikasi lapangan, bukan semata-mata berdasarkan keinginan sepihak.

“Bukan begitu modelnya. Kalau mau mengusul, harus melalui pertimbangan yang jelas, baik dari hasil survei lapangan maupun usulan masyarakat yang diverifikasi oleh tim teknis,” tegas Sayutin.

Ia juga menilai pengusulan WP di semua kecamatan berpotensi mengancam lingkungan dan ketahanan pangan.

“Tidak mesti semua 23 kecamatan diusulkan. Misalnya 10 kecamatan masuk WP mungkin masih masuk akal. Tapi ini hampir semua kecamatan, bahkan yang punya lumbung pangan juga ikut diusulkan. Tidak bisa begitu,” tambahnya.

Sayutin menyebut, isu tersebut akan dibahas dalam rapat pimpinan DPRD dan dikoordinasikan dengan pimpinan fraksi dalam pembahasan alat kelengkapan dewan.

“Kami akan memasukkan isu viral ini dalam rapat pimpinan DPRD. Termasuk kemungkinan memanggil Bupati beserta perangkatnya untuk memberikan penjelasan,” ujarnya.

Ia menegaskan, proses pengusulan WP harus berbasis lokalisir potensi dan verifikasi lapangan, bukan asal mencantumkan seluruh wilayah.

“Walaupun ada surat dari Kepala Desa, tetap dinas teknis yang bertanggung jawab melakukan survei lapangan terlebih dahulu,” jelasnya.

Sayutin juga menyoroti kejanggalan usulan WP di Kecamatan Parigi seluas 49,49 hektare, yang dianggap tidak masuk akal karena merupakan kawasan perkotaan.

“Wilayah kota tidak boleh masuk dalam usulan WP. Dalam Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (LP2B) saja, kawasan kota dihapuskan untuk dijadikan wilayah pertambangan, ini justru diusulkan. Sama sekali tidak masuk akal,” paparnya.

“Dengan perencanaan yang transparan dan berbasis kajian ilmiah, kami yakin tidak menimbulkan keresahan di tengah masyarakat,” tandasnya.

HANYA USULKAN 16 TITIK
Sebelumnya, dokumen usulan perubahan WP dan WPR Kabupaten Parmout telah beredar luas dengan total luasan mencapai 355.934,25 hektare, atau lebih dari setengah luas wilayah kabupaten. Di halaman pertama dokumen, tercantum surat usulan perubahan WP berlogo Garuda bernomor 600.3.1/4468/DIS.PUPRP, tertanggal 17 Juni 2025, dan ditandatangani Bupati Parmout H. Erwin Burase.

Pada lembar kedua, terdapat surat rekomendasi tata ruang tentang usulan WPR dan blok WPR, juga berlogo Garuda, bernomor 600.3.1.1/4468/DIS.PUPRP, namun tanpa tanggal. Surat tersebut ditujukan kepada Gubernur Sulteng. Dokumen itu memuat daftar perubahan WP di 23 kecamatan, lengkap dengan tabel lokasi usulan WPR per desa, titik koordinat, dan peta sebaran tambang.

Namun, beredarnya dokumen ini memunculkan kritik luas. Banyak pihak mempertanyakan alasan perluasan WP dan WPR hingga mencakup lebih dari separuh wilayah Parmout, termasuk siapa pihak yang bertanggung jawab atas perubahan angka tersebut.

Menanggapi hal itu, Bupati Parmout, Erwin Burase mengaku terkejut dengan isi dokumen yang beredar. Ia menegaskan bahwa usulan awal dari pemerintah desa hanya mencakup 16 titik WPR, bukan 53 titik seperti yang tercantum.

“Jadi hanya 16 titik WPR saja yang diusulkan. Satu desa ada yang usulkan tiga titik, seperti Lobu, Kecamatan Moutong,” ujar Erwin belum lama ini.

Menurutnya, saat itu usulan belum diajukan karena masih perlu evaluasi peta kawasan, agar tidak tumpang tindih dengan permukiman maupun Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (LP2B). Ia menduga ada pihak tertentu yang mengubah daftar lampiran usulan sehingga jumlah titik bertambah drastis.

Erwin kemudian memerintahkan Dinas PUPRP Parmout untuk menarik kembali seluruh dokumen usulan dari Pemerintah Provinsi Sulteng.

“Tidak akan sebanyak itu. (Suratnya) akan kami tarik. Tidak semua disetujui, hanya yang memenuhi syarat saja. Ada pihak yang mengubah itu,” tegasnya.

Keterangan Bupati tersebut diperkuat oleh Kepala Bidang Tata Ruang Dinas PUPRP Parmout, Ade Prasetya, yang mengakui usulan awal memang hanya 16 titik. Meski enggan menyebut siapa yang menambah menjadi 53 titik, Ade menjelaskan bahwa penyusunan usulan mengacu pada surat Dirjen Minerba Kementerian ESDM nomor T-719/MB.03/DJB.P/2025 tertanggal 15 Mei 2025, yang ditindaklanjuti dengan surat Gubernur Sulteng nomor 500.10.2.3/105/dis.esdm, serta surat Kepala Dinas ESDM Sulteng nomor 500.10.25.7/71.57/MINERBA.

Menurutnya, penyesuaian WP penting dilakukan karena peta lama menetapkan seluruh wilayah Parmout sebagai WP, dari pesisir hingga pegunungan.

“Kalau tidak disesuaikan, izin tambang bisa terbit di mana saja,” ujar Ade.

Ia juga mengungkapkan, pembahasan usulan perubahan WP dan WPR dilakukan di ruang kerja Wakil Bupati Parmout, H. Abdul Sahid. Ia mengaku telah memberikan masukan agar kawasan permukiman dan LP2B dikeluarkan dari peta WP. Setelah perhitungan ulang, luas usulan menjadi 355.934,25 hektare, sebagian besar berada di kawasan hutan.

“Ada yang datang langsung, ada juga yang dikumpulkan oleh seseorang yang enggan saya sebut. Tapi tetap saya minta surat dari pemerintah desa. Kami hanya merekap, bukan pengusul,” tambahnya.

Sementara itu, Kepala Dinas PUPRP Parmout, Adrudin Nur menegaskan bahwa proses pengusulan tidak dilakukan sepihak. Seluruh Organisasi Perangkat Daerah (OPD) terkait terlibat dalam pembahasan dan menandatangani berita acara sebagai bukti formal.

“Makanya setiap pertemuan kami pastikan ada daftar hadir dan berita acara. Itu representasi dari OPD yang hadir,” jelas Adrudin.

Ia juga membenarkan Bupati telah memerintahkan agar dokumen usulan ditarik dari Dinas ESDM Sulteng untuk dievaluasi kembali. AFL

Pos terkait