PALU, MERCUSUAR – Dugaan adanya ekspor ilegal lima juta ton nikel dari Indonesia ke Tiongkok, disebut memiliki potensi untuk menimbulkan kerugian bagi pemasukan daerah, khususnya Provinsi Sulteng.
Hal itu menurut Kepala Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Provinsi Sulteng, A. Rachmansyah Ismail, karena saat ini Sulteng merupakan salah satu daerah penghasil nikel terbesar di Indonesia.
“Potensi kerugian daerah jelas ada, karena menyangkut pemasukan ke daerah,” kata Rachmansyah, saat ditemui, medio pekan lalu.
Namun, Rachmansyah menjelaskan, belum dapat mengungkapkan besaran potensi kerugian tersebut. Terlebih, saat ini kewenangan terkait pertambangan mineral logam masih berada di tingkat pusat. Sehingga Pemerintah Daerah, kata dia, belum punya kewenangan untuk menelusuri hal itu. Selama ini, pendapatan daerah melalui hasil tambang mineral logam hanya melalui Dana Bagi Hasil (DBH).
“Kalau mineral logam kewenangannya masih di pusat, pelaporannya di mereka (pusat), kan,” imbuhnya.
Saat ini, ungkap Rachmansyah, potensi nikel di Provinsi Sulteng berada di tiga daerah. Yakni Kabupaten Morowali, Morowali Utara, dan Banggai.
“Kalau di Banggai masih di titik-titik tertentu,” pungkasnya. IEA