PALU, MERCUSUAR – Menyikapi penanganan kasus dugaan penyerobotan lahan di wilayah Desa Wani, Kecamatan Tanantovea, Kabupaten Donggala, Kuasa hukum dari pelapor Abdul Rachman menilai aparat hukum di Polres Donggala yang menangani kasus tersebut tidak transparan.
“Kita melihat penyidik terkesan menutup-nutupi perkembangan kasus ini, sementara klien kami sangat perlu mengetahui progress penanganan kasusnya, sejak kasus itu dilaporkan,” ujar Rukly Chahyadi selaku kuasa hukum dari Abdul Rachman, saat konferensi pers di salah satu kafe di Palu, Jumat (25/8/2023).
Rukly mengatakan, sejak kasus tersebut dilaporkan ke Polres Donggala pada 11 Januari 2022 lalu, hingga saat ini kliennya hanya dikirimkan dua kali Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyidikan (SP2HP).
“SP2HP yang dikirimkan kepada klien kami itu terakhir pada Agustus 2022 lalu. Sampai saat ini, klien kami mengaku tidak pernah menerima surat tersebut. Ini ada apa sebenarnya,” jelas Rukly.
Menurut Rukly, dari informasi yang dia peroleh, bahwa kasus tersebut akan dihentikan atau SP3 (Surat Perintah Penghentian Penyidikan). Namun, berdasarkan hasil koordinasi dengan kliennya, ternyata kliennya belum menerima informasi resmi dari pihak penyidik mengenai surat tersebut.
“Jika memang akan dihentikan, mestinya klien kami atau kami harus diberitahu, kenapa ini macam ada yang disembunyikan,” tambahnya.
Dirinya juga sangat menyayangkan lambannya penanganan kasus tersebut, bahkan sudah berganti penyidik, namun kasus tak kunjung selesai.
“Kasus ini dilaporkan sejak Januari 2022 lalu, sekarang sudah hampir 1 tahun 8 bulan tapi tidak ada progresnya. Eh, tiba-tiba dapat info akan di-SP3,” ujarnya.
Rukly mengatakan, saat ini langkah yang akan diambilnya selaku kuasa hukum, bersama beberapa rekannya yakni Fadly dan Rivkyadi dari Kantor Hukum Tepi Barat dan Associates masih menunggu informasi resmi dari penyidik mengenai penerbitan SP3 itu.
“Jika penyidik menerbitkan SP3, maka upaya hukum yang akan kami selanjutnya adalah praperadilan,” ucapnya.
Sementara itu, kepada wartawan, Kasat Reskrim Polres Donggala, IPTU Asep Prandi mengatakan, perkembangan penanganan kasus yang dilaporkan Abdul Rachman tidak memenuhi unsur pidana, dan pihaknya masih akan melakukan gelar perkara dengan mengundang kembali para pihak termasuk korban.
Diketahui, sejak tahun 1991, mendiang ayah Abdul Rachman telah membeli beberapa bidang tanah berisi pohon kelapa dengan luas yang bervariasi terletak di Desa Wani I, Kecamatan Tanantovea, Kabupaten Donggala.
Kemudian tiba-tiba di tahun 2022, ada warga bernama Fikri Hi. Tone mengaku sebagai ahli waris dari lahan yang telah dikuasai ayah Abdul Rachman sejak 30 tahun itu, serta mengklaim bahwa pohon kelapa sekira ratusan pohon yang terdapat di lahan tersebut adalah miliknya.
“Pohon kelapa yang telah dimiliki ayah saya kurang lebih 30 tahun itu, dia (Fikri) ganti merek dari FF jadi HS. Dia juga menancap pengumuman bahwa dilarang memanjat pohon kelapa itu. Maka tindakannya itu, saya laporkan ke Polres Donggala,” ungkap Fagih, adik dari Abdul Rachman.
Tindakan itu telah dilaporkan dalam laporan Polisi, LP/B/05/I/2022/SPKT/POLRES DONGGALA/POLDA SULTENG tertanggal 11 Januari 2022. AMR