PALU, MERCUSUAR – Komoditas rotan di Provinsi Sulteng disebut memiliki potensi ekspor yang besar, salah satunya adalah produk rotan stik polo. Produk tersebut dapat memenuhi permintaan pasar dari berbagai negara, seperti Argentina, Jepang, serta beberapa negara Eropa.
Demikian dikatakan Komisaris Utama PT Bangun Palu Sulawesi Tengah (BPST), perusahaan daerah pembangun dan pengelola Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) KEK Palu, Iwan Yunus di sela-sela pelaksanaan Handicraft Expo 2020 di Palu Grand Mal (PGM), baru-baru ini.
“90 persen bahan baku stik polo dari rotan. Untuk diketahui, stik polo rotan ini sumber batang dan pemukulnya hanya ada di Sulteng. Harga satu stik polo paling murah USD 8-10,” katanya.
Ia mengungkapkan bahwa selama ini dorongan untuk peningkatan industri rotan dari Pemerintah Kota Palu dan Provinsi Sulteng sudah besar. Hanya saja, masih ada kekhawatiran dari Pemerintah Pusat bahwa ekspor rotan sebagai bahan baku stik polo hanya dijadikan kamuflase untuk produk mebel.
“Cuma masih ada kekhawatiran dari pusat, stik polo itu dikirim hanya kamuflase bisa diubah jadi mebel. Sementara rotan tohiti hanya bisa untuk struktur tidak bisa buat yang lain. Tapi sudah ada rapat dengan Dirjen Perdagangan Luar Negeri didampingi Direktur, mudah-mudahan minggu depan sudah keluar kode HS (Harmonized System) yang bisa kita pegang,” ujarnya.
Dia menyebutkan, 72 persen rotan dunia berasal dari Indonesia, sedangkan secara nasional 56 persen rotan dari Sulteng.
Olehnya, ia berharap pihak-pihak terkait untuk terus berisnergi mendorong tumbuhnya industri rotan di Sulteng.
“Kalau ini kita tidak bangkitkan, berarti ada yang salah di kita. Didorong oleh perindustrian provinsi dan kota, kita mulai tumbuhkan industri rotan,” tegasnya.
Kesempatan tersebut, lanjut Iwan, juga dapat dicapai dengan memanfaatkan keberadaan KEK Palu. Hal itu karena KEK yang menjadi salah satu kawasan Program Strategis Nasional (PSN) dapat menawarkan kemudahan fiskal dan nonfiskal bagi pihak industri. Salah satunya adalah industri yang berorientasi ekspor tidak dikenakan PPN.
“Kelemahannya KEK di Palu ini tidak banyak diketahui oleh pengusaha lokal kita. Kelebihan fiskal dan nonfiskal dan dengan tidak adanya PPN disitu, berarti kan sudah bisa save margin, cuma teman-teman pengusaha lokal yang belum mau. Harapan saya segera relokasi, begitu juga UMKM sudah kita siapkan space, ada tanah pemkot yang bisa dikerja samakan, jadi tidak harus beli tanah,” ujarnya. IEA