BUNGKU, MERCUSUAR – Sebanyak empat desa di Kabupaten Morowali, yakni Desa Sambalagi di Kecamatan Bungku Selatan, Desa Pebotoa di Kecamatan Bungku Barat, Desa Tangofa di Kecamatan Bungku Pesisir, dan Desa Masadian di Kecamatan Menui Kepulauan, tidak menganggarkan Bantuan Langsung Tunai (BLT) seperti instruksi Presiden RI, Joko Widodo, belum lama ini. Hal itu diungkapkan Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DPMDP3A) Morowali, Wahid Hasan, Selasa (24/8/2021).
Dijelaskannya, alasan keempat desa tersebut tidak menganggarkan BLT untuk tahun anggaran 2021, karena tidak terdapat lagi Keluarga Penerima Manfaat (KPM) di empat desa tersebut. Sebab dari hasil verifikasi, saat ini kelompok tersebut telah memperoleh bantuan berupa Program Keluarga Harapan (PKH) dan bantuan Dinas Sosial kabupaten.
“Jadi karena aturannya tidak boleh dobel, sehingga KPM yang sudah menerima bantuan lain selain BLT, tidak bisa mendapat bantuan lagi. Ini sudah kami laporkan ke Kementerian Desa,” jelas dia.
Menurut Wahid, kebijakan itu sah-sah saja sepanjang tidak menyalahi aturan. Lebih jauh pihaknya tidak bisa mengintervensi penganggaran yang sudah menjadi tanggung jawab desa.
“Hal yang pasti, kebijakan itu telah melalui proses musyawarah desa (musdes). Sebagaimana mekanisme pembahasan anggaran dana desa,” katanya lagi.
Selain keempat desa, satu desa di Morowali diketahui hanya menganggarkan dana BLT untuk tujuh KPM. Ketika dikonfirmasi ke pihak desa dalam hal ini Kepala Desa Dampala, Hartono, membenarkan hal tersebut. Jawabannya sama dengan yang dikatakan Kepala DPMDP3A Morowali, Wahid Hasan.
“Iya benar. Kami hanya menganggarkan BLT tahun 2021 untuk tujuh orang. Tahun lalu 75 orang, namun dari hasil verifikasi yang memenuhi kriteria hanya tujuh orang,” ujar Hartono.
Alasan kuat di balik meniadakan KPM terdahulu, karena dari 14 kriteria penerima BLT, hanya tujuh orang yang memenuhi syarat. Sisanya, sama seperti empat desa sebelumnya, warga yang sebelumnya masuk dalam KPM, telah memperoleh bantuan lain.
“Ini berdasarkan musdes dan kami tidak bisa memberikan bantuan ini kepada masyarakat lainnya, karena hanya 75 orang itulah yang memenuhi kriteria penerima BLT di desa, namun karena sebagiannya sudah menerima bantuan lain. Kami hanya bisa memasukkan tujuh orang saja,”katanya lagi.
Sejauh ini jumlah kepala keluarga (KK) di Desa Dampala sekitar 300 lebih.
Namun, apa yang dikatakan Hartono berbanding jauh terbalik dengan keluhan salah seorang warga di desanya. Seorang ibu yang menolak disebutkan namanya, mengaku tidak lagi diberi dana BLT. Bantuan tersebut telah dihentikan sejak Oktober 2020.
“Saya heran kenapa saya tidak menerima lagi. Sedangkan dari kriteria saya layak. Teman saya juga tidak dapat bantuan, sementara mereka lansia dan lumpuh,”ungkapnya.
Ia juga membantah bila Kades Dampala mengatakan bahwa PKM sebelumnya telah mendapat bantuan lain. Ia sendiri tidak pernah mendapat bantuan lain, baik PKH ataupun dari bantuan Dinas Sosial.
“Ada yang sudah dapat PKH tapi saya tidak pernah. Satu-satunya bantuan yang pernah kami dapat cuma itu saja BLT,”akunya lagi sambil memohon agar wartawan ini tidak membuka data dirinya, dengan alasan keamanan.
“Tolong jangan bilang saya karena saya sudah pernah diomeli oleh seseorang gegara tanya soal uang,” bebernya lagi.
Sementara itu, Wakil Ketua I Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Morowali, Syarifudin Hafid, menganggap desa sebaiknya tidak bisa tidak menganggarkan BLT. Di masa pandemi, desa dan pemerintah kabupaten harus pro rakyat.
“Tidak ada alasan untuk tidak dianggarkan dong,” ujar Syarifudin.
Menurut dia, di masa pandemi ini, harapan besar masyarakat saat ini bergantung kepada kebijakan pemerintah, lewat Anggaran Pendapatan Belanja Desa (APBDes).
“Bagaimana ekonomi dalam desa bisa tumbuh? yah pemerintah kabupaten mohon pemantauan dan pembinaan kepada desa-desa yang belum menjalankan kebijakan-kebijakan pemerintah pusat,” tandas Syarifudin. INT