PALU, MERCUSUAR – Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Perempuan (DP3A) Provinsi Sulteng menggelar fasilitasi penguatan perempuan keluarga untuk pencegahan kekerasan di Kampung Nelayan, Palu, Kamis (10/10/2019).
Kepala DP3A Sulteng dalam sambutan tertulis yang dibacakan Sekretaris DP3A Sulteng, Bambang mengatakan kekerasan diartikan sebagai tindakan individu yang mengakibatkan gangguan fisik dan mental. Sementara Kekerasan terhadap perempuan berakibat kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, phsikis maupun seksual.
Menurutnya, seringkali kekerasan terhadap perempuan terjadi karena adanya ketimpangan atau ketidakadilan gender.
Hak istimewa yang dimiliki laki-laki seolah menjadikan perempuan sebagai ‘barang’ milik laki-laki yang berhak untuk diperlakukan semena-mena, termasuk dengan cara kekerasan.
Kekerasan terhadap perempuan merupakan pelanggaran hak asasi manusia, norma sosial dan kemanusiaan. Kekerasan terhadap perempuan, kata dia, sudah menjadi isu nasional.
Bambang menambahkan bahwa kekerasan disebabkan karena adanya ketimpangan, terutama ketimpangan dalam relasi kuasa. Ketimpangan diperparah ketika satu pihak terutama pelaku memiliki kendali lebih terhdap korban. Kendali ini bisa berupa sumberdaya, termasuk pengetahuan, ekonomi dan penerimaan masyarakat atau status sosial.
“Penghapusan kekerasan terhadap perempuan membutuhkan kerjasama dan sinergi dari komponen masyarakat untuk bergerak secara serentak, baik aktivis HAM, perempuan, pemerintah, masyarakat umum, dan khsusunya keluarga,” kata Bambang.
Berdasarkan kasus-kasus kekerasan yang terjadi, DP3A Sulteng melakukan kegiatan fasilitas penguatan perempuan berbasis keluarga untuk pencegahan kekerasan.
Ketua DPRD Sulteng, Nilam Sari Lawira dalam kesempatan tersebut mengatakan kasus kekerasan perempuan banyak terjadi karena adanya ketimpangan ekonomi. Perempuan yang selama ini mengatur keuangan keluarga dianggap terlalu banyak menuntut, sementara penghasilan suami tidak memenuhi.
Untuk meminimalisir kasus kekerasan, kata Nilam, perempuan harus dibekali keterampilan untuk meningkatkan ekonomi perempuan.
Dia mengapresiasi pembentukan kelompok-kelompok perempuan, namun kelompok itu harus memiliki legalitas sehingga dapat mengakses bantuan baik dari pemerintah maupun swasta.
Selain itu, anak putus sekolah juga harus dibekali keterampilan untuk bekal ketika ia berumahtangga, sehingga terhindar dari kekerasan.TIN