BUOL, MERCUSUAR – Gubernur Sulteng, Longki Djanggola menyidir sikap Bupati Buol, Amirudin Rauf terkait pelepasan kawasan hutan produksi seluas 9.964 hektare untuk PT Hardaya Inti Plantantions (HIP) berdasarkan SK Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor: 517/MENLHK/SETJEN/PLA.2/II/2018
Menurut Gubernur, Bupati Buol merasa paling pintar dan paling benar berkaitan pelepasan kawasan hutan produksi itu.
“Maaf saya tidak mau urus dan terlibat dengan perseturuan mereka (Bupati Buol dan PT HIP),” singkat Gubernur pada wartawan Media ini via SMS, saat dimintai tanggapannya, baru-baru ini.
Terpisah, Kepala Bidang Pranologi Dinas Kehutanan Sulteng, Ir Pepi Saiful Jalal menjelaskan bahwa SK Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor: 517/MENLHK/SETJEN/PLA.2/11/2018 tentang Pelepasan Kawasan Hutan Seluas 9,964 hektare atas nama PT HIP melalui PT Cipta Cakya Murdaya, sudah tepat. Sebab sebelumnya sudah diberikan ijin pencadangan kawasan hutan seluas 31.750 hektare berdasarkan surat Menteri Kehutanan Nomor: 238/Menhut-II/1997 tanggal 27 Februari 1997. Saat itu, pemerintahan masih bernama Kabupaten Buol Tolitoli.
“Jadi, terkait adanya ijin pencadangan kawasan hutan seluas 31.750 hektare Tahun 2007 kepada PT CCM yang dialihkan kepada PT HIP, pihak PT HIP sebenarnya memiliki hak untuk mendapatkan SK pelepasan kawasan hutan untuk dikonversi,” jelasnya saat ditemui di ruangannya, pekan lalu.
Bahkan terkait adanya pelepasan kawasan hutan untuk PT HIP seluas 9.964 hektare , lanjut Pepi Pemkab Buol sebenarnya sangat diuntungkan.Sebab 9.964 hektare kawasan hutan yang dilepas tersebut, sudah termasuk di dalamnya beberapa desa pada emapt wilayah Kecamatan yang selama ini posisinya berada di dalam kawasan hutan.
Dicontohkannya, Desa Binuang di Kecamatan Bukal termasuk diantaranya lokasi KTM (Minirens) di Kecamatan Tiloan yang saat ini telah dikelola Pemkab Buol sebagai lokasi peternakan sapi.
“Jadi, kawasan hutan produksi yang dilepas seluas, 9.964 hektare itu tidak secara keseluruhan dikonversi untuk perkebunan kelapa sawit PT HIP. Saya tidak bisa bayangkan, jika sekiranya Pemkab Buol sendiri yang bermohon proses pelepasan kawasan hutan khusus beberapa desa dan lokasi KTM (Minirens) yang selama ini masuk di dalam kawasan hutan produksi, berapa nilai anggaran APBD yang harus dialokasikan Pemkab Buol untuk membiayai pelepasan kawasan tersebut,” ujar Pepi.
Terkait keinginan Bupati Buol yang didukung sejumlah Kades lewat aksi demo yang meminta agar BPN Sulteng tidak menerbitkan sertifikat HGU di kawasan itu, Pepi mengatakan bahwa BPN tidak akan gegabah (terbitkan sertifikat HGU) seperti yang dikhawatirkan mereka. Sebab semuanya melalui tahapan dan kajian tehnis yang mendalam sesuai mekanisme dan prosedur aturan yang berlaku. Apalagi, ada ketentuan pemerintah tentang moratorium batasan pemberian HGU bagi usaha perkebunan kelapa sawit yang batasanya tidak boleh lebih dari 20.000 hektare atau 22.000 hektare. “Memang kita ketahui, selain 22.000 hektare PT HIP selama ini masih memiliki pencadangan kawasan hutan seluas 31. 750 hektare berdasarkan ijin yang diperolehya tahun 1997, dan selanjutnya 9.964 hektare diantaranya telah dilepas atau dialihkan statusnya menjadi Areal Penggunaan Lain (APL). Meski sudah dilepas, PT HIP belum bisa melakukan kegiatan konversi usaha perkebunan kelapa sawit sebelum ada penetapan sertifikat HGU yang dikeluarkan BPN. Untuk mendapatkan sertifikat HGU tidak mudah, karena semuanya harus melalui tahapan proses dan kajian tehnis yang mendalam,” jelasnya.
“Jadi saya berharap, Pemkab Buol dan masyarakat tidak perlu panik dan khawatir tentang hal tersebut, apalagi sampai melakukan aksi demontrasi seperti halnya yang dilakukan para Kepala Desa dari Buol di BPN Sulteng, pekan lalu. Terus terang, saya prihatin dengan sikap para Kepala Desa dari Buol yang datang hanya untuk melakukan aksi demo terkait masalah itu, apalagi saya lihat mereka saat itu memakai baju dinas dan atribut lengkap,” tambah Pepi.
Diketahui, Bupati Buol, Amirudin Rauf merasa keberatan dan menentang pelepasan kawasan hutan produksi oleh Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan yang akan dikonversi untuk perkebunan kelapa sawit atas nama PT HIP di darah itu.
Bahkan Bupati Buol tidak menginginkan adanya proses penerbitan Sertifikat Hak Guna Usaha (HGU) kepada PT HIP sebagai tindak lanjut dari terbitnya SK Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan tentang pelepasan kawasan hutan tersebut.
Sikap Bupati Buol itu direspon dan didukung oleh 63 Kepala Desa (Kades) dari lima kecamatan di Buol. Pada Senin (1/7/2019), para kades melakukan aksi di ATR/BPN Kanwil Sulteng.
Aksi Kades yang mengatasnamakan Front Perjuangan Rakyat Buol itu, didampingi Forum Tani Buol beserta sejumlah LSM di Palu.
Mereka menuntut agar ATR/BPN Kanwil Sulteng tidak memproses penerbitan HGU atas nama PT HIP. Alasan, penerbitan HGU seluas 9.964 hektare sebagai dasar hukum pelaksanaan kegiatan konversi perkebunan sawit itu, nantinya akan menimbulkan dampak bencana banjir bagi wilayah pemukiman masyarakat sekitar yang tersebar pada lima kecamatan, yakni Kecamatan Bukal, Bokat, Bunobogu, Tiloan dan Kecamatan Momunu.
“Kami selaku reprentase dari perwakilan masyarakat meminta agar mencabut SK Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan tentang pelepasan kawasan hutan tersebut sekaligus meminta agar BPN Sulteng tidak memproses penerbitan HGU atas nama PT HIP,” tegas Kades Kokobuka, Kecamatan Tiloan, Baiharudin. SUL