DONGGALA, MERCUSUAR – Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Kabupaten Donggala melaksanakan Festival Bahasa Ibu Kabupaten Donggala 2023, di Desa Lumbudolo, Kecamatan Banawa Tengah, Jumat (20/10/2023).
Festival tersebut mengambil tema ‘Mojagai Ante Motinjanaka Patuju Belo Ka Ngana Nggapuri Mompaka Asa Basa Ngapata Mboto (Menjaga dan Menanamkan Sifat Positif Generasi Milenial Terhadap Bahasa Daerahnya)’.
Kepala Disdikbud Kabupaten Donggala, Kasmudin mewakili Bupati Donggala mengatakan, bahasa daerah merupakan aset kebhinekaan yang sangat penting untuk dijaga kelestariannya. Ia mengungkapkan, bahasa daerah di Provinsi Sulteng, khususnya di Kabupaten Donggala, tidak ada satupun yang berstatus aman, karena terus mengalami kemunduran.
“Olehnya, kami mengajak kita semua melalui Disdikbud Kabupaten Donggala, kepada penggiat bahasa daerah dan masyarakat, Musyawarah Guru Mata Pelajaran, untuk bersama-sama melindungi bahasa daerah, melalui program Revitalisasi Bahasa Daerah (RBD),” tegas Kasmudin.
Tahapan RBD tahun 2023, kata Kasmudin, dimulai sejak Maret dengan mengundang Kepala Daerah dan Kepala Disdikbud dari empat kabupaten, yakni Donggala, Poso, Banggai Kepulauan dan Banggai Laut, untuk membangun kesepahaman.
Tahapan dilanjutkan dengan pelatihan guru untuk penyusunan modul pelatihan guru, sampai pada festival-festival di daerah.
Menurut Kasmudin, program RBD bukan sekadar melaksanakan festival tunas bahasa ibu, melainkan menjadikan generasi muda, khususnya anak-anak, sebagai penutur aktif bahasa daerahnya.
Oleh karena itu, ia menegaskan, anak-anak seharusnya diberikan kebebasan untuk belajar sesuai minatnya, agar semakin bersemangat untuk mempelajari bahasa daerah, dan berkontribusi aktif dalam pelestarian bahasa daerah.
“Penyebab kemunduran bahasa daerah, adalah semakin banyaknya orang yang tidak menggunakan bahasa daerah dalam berkomunikasi sehari-hari, sehingga semakin banyak generasi muda kita yang tidak menguasai bahasa daerahnya sendiri dan enggan berbahasa daerah. Selain itu, kemunduran ini juga disebabkan terbatasnya regulasi penguatan bahasa daerah, serta mulai tergesernya bahasa daerah dengan bahasa daerah lain,” jelasnya.