Gubernur: Tangkap Penambang Ilegal!

Gubernur Sulteng, Rusdy Mastura (kiri) didampingi Pj. Bupati Parmout, Richard Arnaldo Djanggola, memberikan keterangan kepada wartawan di Parigi, Senin (13/1/2025). FOTO: ABDUL FARID LUMPATI/MS

PARIGI MOUTONG, MERCUSUAR – Gubernur Sulteng, H. Rusdy Mastura meminta Aparat Penegak Hukum (APH), dalam hal ini kepolisian, agar segera menangkap para pelaku penambang emas ilegal yang sengaja merusak lingkungan.

Pernyataan tersebut disampaikan Rusdy, saat menanggapi adanya aktivitas Pertambangan Emas Tanpa Izin (PETI), khususnya emas, di Kabupaten Parigi Moutong (Parmout). 

“Jika terbukti masih ada aktivitas penambang emas ilegal di wilayah Sulteng, khususnya Parmout, saya meminta kepada kepolisian segera menindak tegas dan menangkap para pelaku,” kata Rusdy kepada sejumlah wartawan di Parigi, Senin (13/1/2025).

Dia juga mengatakan, sampai saat ini Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sulteng telah melakukan berbagai upaya untuk menjadikan lokasi pertambangan seperti di Desa Air Panas Kecamatan Parigi Barat, yang sebelumnya dikelola secara ilegal menjadi legal. Salah satunya, dengan mengusulkan Izin Pertambangan Rakyat (IPR) dan Wilayah Pertambangan Rakyat (WPR) kepada Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (KESDM) RI serta Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) RI.

“Kami telah mengusulkan ke KESDM dan KLHK, tiga lokasi pertambangan emas di Kabupaten Parmout, yang sebelumnya dikelola secara ilegal untuk dijadikan WPR,” ungkapnya.

Ketiga lokasi itu, sebut Rusdy, berada di Desa Kayuboko dan Air Panas di Kecamatan Parigi Barat. Sedangkan satu lainnya berada di Desa Buranga Kecamatan Ampibabo.

Dia menjelaskan, pengusulan tersebut muncul setelah ditetapkannya Surat Keputusan (SK) tentang wilayah pertambangan per provinsi yang diteken oleh Menteri ESDM RI pada 21 April 2022 lalu. Di mana dalam SK itu, KESDM telah menetapkan sebanyak 1.215 WPR dengan total luas wilayah 66.593,18 hektare secara nasional.

“Saat ini, Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Parmout, masih melakukan revisi Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) terhadap tiga WPR yang telah diusulkan itu,” ujar Rusdy.

Ia berharap, ke depan, WPR tersebut dapat segera ditetapkan, sehingga bisa mendukung kontribusi terhadap peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD).

Rusdy juga berpesan, dalam pengoperasian nantinya Kementerian ESDM hingga Dinas ESDM Provinsi Sulteng wajib melakukan pengawasan yang ketat dan berkelanjutan. Hal itu bertujuan untuk mengantisipasi terjadinya dampak lingkungan, baik itu kerusakan hutan dan limbah dari aktivitas pertambangan bagi masyarakat setempat.

“Jika WPR sudah ditetapkan dan ke depan akan beroperasi, saya meminta agar Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL)-nya harus bagus, dan memastikan bahwa segala aktivitas yang dilaksanakan telah memenuhi prosedur yang berlaku, supaya tidak merusak lingkungan. Sebab, aktivitas pertambangan emas tetap membutuhkan air, jadi pengawasan yang terlebih dahulu dilakukan yaitu memastikan bahwa air limbah itu harus benar-benar bersih baru dibuang ke sungai. Hal ini perlu menjadi perhatian kita bersama,” tegas Rusdy.

Sementara itu, Pj. Bupati Parmout, Richard Arnaldo Djanggola membenarkan pernyataan Gubernur bahwa tiga WPR yang sebelumnya telah diusulkan saat ini sudah masuk dalam tahap revisi RTRW.

“Untuk kewenangan penetapan izin pertambangan, baik itu IPR atau WPR, semuanya ada di KESDM dan Dinas ESDM Provinsi Sulteng,” kata Richard.

Ketika ditanya soal upaya atau langkah yang akan dilakukan Pemkab Parmout, dalam hal pengawasan dan reklamasi lokasi akibat kerusakan aktivitas pertambangan ilegal di Desa Air Panas, ia menyebut akan meminta petunjuk teknis dari Dinas ESDM Provinsi Sulteng.

“Meskipun IPR dan WPR tersebut nantinya telah ditetapkan pemerintah dan DPRD, pengoperasiannya tidak serta merta langsung dilakukan. Pasalnya, hal tersebut masih perlu pertimbangan akan dampak yang akan ditimbulkan, khususnya terhadap masyarakat,” tambahnya.

Ditemui terpisah, Kepala Bidang Penataan dan Lingkungan Hidup pada Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Parmout, Muhammad Idrus menerangkan bahwa pihaknya saat ini telah memiliki dokumen luasan pertambangan rakyat.

“Untuk WPR yang ditetapkan di Desa Kayuboko seluas kurang lebih 98 hektare, Desa Air Panas 102 hektare, dan Desa Buranga sekitar 95 hektare,” ungkap Idrus.

Dia menambahkan, pada Oktober 2023 lalu, KESDM dan KLHK sudah melakukan kunjungan ke Parmout mengenai penetapan luasan dari tiga lokasi WPR yang diusulkan.

“Berdasarkan pernyataan Plt. Direktur Jenderal Minerba Kementerian ESDM, Bambang Suswantono, untuk wilayah Sulteng ada 18 lokasi yang diusulkan menjadi WPR dengan total luas 1.407,58 hektare. Dari jumlah ini, tiga di antaranya ada di Parmout,” ujar Idrus.

Ia menambahkan, bahwa luasan yang sudah ditetapkan itu sebelumnya telah diusulkan ke Pemkab Parmout.

“Jika Pemkab Parmout menyahuti atau menyetujui usulan terkait luasan WPR, maka akan dilakukan kembali revisi RTRW. Dan nantinya mendapatkan persetujuan serta memasukkan tiga lokasi ini dalam RTRW, maka untuk tahap selanjutnya tinggal mengurus legalisasinya,” tutur Idrus.

Hal itu dikarenakan, kata dia, RTRW di Kabupaten Parmout belum mengadopsi ataupun mengalokasikan WPR, khususnya emas.

“Jika sudah disetujui, maka masyarakat yang ada di tiga lokasi tersebut akan mengajukan permohonan ke Pemkab Parmout untuk melegalisasi kegiatan, baik itu dalam bentuk pribadi maupun kelompok. Boleh pakai koperasi ataupun BUMDes,” pungkas Idrus. AFL

Pos terkait