Inspektur Inspektorat Bukan APH

Hasan Nurdin

DONGGALA, MERCUSUAR – Kinerja Inspektorat Kabupaten Donggala menuai sorotan dari sejumlah masyarakat yang menilai tidak maksimal dalam menangani dugaan pelanggaran, khususnya pengelolaan Alokasi Dana Desa (ADD) dan Dana Desa (DD).

Terkait hal itu, Inspektur Inspektorat Kabupaten Donggala, Hasan Nurdin membenarkan adanya sejumlah masyarakat yang mendatangi kantornya, meminta agar bertindak tegas terhadap Kepala Desa yang dituding melanggar penggunaan ADD dan DD.

“Iya. Ada masyarakat yang datang, seperti dari Desa Toaya Vunta, Sindue, yang meminta inspektorat bertindak layaknya seperti Aparat Penegak Hukum (APH),” terang Hasan, Sabtu (4/1/2025).

Ia menjelaskan, Inspektorat adalah Aparat Pengawas Intern Pemerintah (APIP) atau pembantu Bupati, dalam melakukan pembinaan dan pengawasan atas penyelenggaraan pemerintahan daerah dan pengelolaan keuangan, bukan sebagai APH seperti tugas kejaksaan atau kepolisian yang bisa menetapkan tersangka.

“Kalau aduan masyarakat itu disampaikan ke Bupati atau Inspektorat, berarti penyelesaiannya melalui proses pembinaan,” ujarnya.

Hasan melanjutkan, terkait temuan hasil pemeriksaan ADD atau DD, jika terdapat indikasi kerugian keuangan maka direkomendasikan untuk dikembalikan ke rekening desa.

Sejumlah masyarakat Desa Toaya Vunta mendatangi kantor Inspektorat Donggala pada Kamis (2/1/2025), menyampaikan 12 dugaan pelanggaran oleh aparat desa.

Aduan masyarakat antara lain pada 2021 terjadi pemotongan BLT, dan aset BUMDes dikuasai oleh kades dan mobil yang hanya dipakai anak Kades sudah rusak tapi tidak diperbaiki. Kades juga dituding tidak transparan mengelola anggaran sejak tahun 2021.

Selain itu, masyarakat menyampaikan bidan desa yang diminta untuk cari pinjaman Rp5 juta untuk kegiatan stunting, tapi pinjamannya tidak dibayar, sementara kegiatan stunting dari rencana 90 hari tapi dilaksanakan hanya 30 hari.

Di samping itu, tugas serta honor tim 9 diambil alih oleh anak Kades. Temuan BPK tahun 2021 belum dikembalikan. Lalu, pada tahun 2022 Kades tidak melibatkan masyarakat dalam pembahasan anggaran ketahanan pangan sejumlah Rp168 juta, di mana anggaran tersebut diberikan kepada 10 orang petani.

Padan tahun 2022, masyarakat meinilai ada dana covid Rp48 juta yang diduga fiktif. Sementara tahun 2023 terdapat anggaran ketahanan pangan Rp192 juta yang diperuntukkan bagi kebun desa dan diperkirakan hanya habis Rp50 juta.

Masih di 2023, anggaran pembersihan lingkungan Rp18 juta fiktif, dan terdapat kekurangan volume atas pekerjaan rabat. Terakhir, masyarakat menduga terjadi penyalahgunaan wewenang dalam pengangkatan aparat desa dan BPD tanpa rekomendasi Camat. (HID).

Pos terkait