IPB dan Untad Beberkan Hasil Penelitian,  Ada Tiga Aktor Besar Kasus Pertambangan di Parmout

IPB-82ff05ad
Pusat Studi Agraria IPB University dan Prodi Administrasi Publik FISIP Universitas Tadulako (Untad), menggelar konferensi pers hasil penelitian keberterimaan sosial dan persepsi masyarakat terhadap usaha pertambangan di Parmout, Kamis (28/4/2022). FOTO: KARTINI NAINGGOLAN/MS

PALU, MERCUSUAR – Pusat Studi Agraria (PSA) IPB University dan Prodi Administrasi Publik (ADM), FISIP Universitas Tadulako (Untad), menyampaikan temuan riset yang dilaksanakan di Kecamatan Kasimbar, Kecamatan Toribulu dan Kecamatan Tinombo Selatan, pada Rabu, (27/4/2022), di Hotel Santika Palu. 

Ketua Prodi ADM Untad, Drs. Rizal Jalengkara, MSi mengatakan, penelitian ini dilakukan atas dasar Tri Dharma Perguruan Tinggi, untuk merefleksikan kemampuan perguruan tinggi, dalam menyelesaikan persoalan-persoalan publik yang selama ini masih berjarak dengan masyarakat. 

Lebih lanjut kata dia, perguruan tinggi tidak hanya milik civitas akademika di kampus, tetapi juga milik masyarakat. Olehnya, kata Rizal Prodi ADM Untad bersama PSA IPB, bekerjasama untuk melakukan riset keberterimaan sosial dan persepsi masyarakat terhadap usaha pertambangan di Parigi Moutong, sebagai wujud dari tanggung jawab sosial kampus dalam menyoal dan menyelesaikan masalah-masalah yang terjadi di masyarakat. 

Sementara Kepala PSA IPB, Dr. Bayu Eka Yulian mengatakan, penelitian ini dilakukan untuk memotret keberterimaan sosial dan persepsi masyarakat terhadap usaha pertambangan serta dampaknya melalui studi kasus pertambangan di Kabupaten Parmout.

“Jadi pengelolaan sumber daya alam bukan saja persoalan administrasi atau teknis semata tetapi ada politisasi lingkungan yang melibatkan aktor-aktor mulai dari lokal, nasional, hingga global. Jadi ketika ada persoalan, siapa aktor di baliknya. Dengan perspektif ekologi ini kami coba masuk ke Parigi Moutong untuk melihat secara jernih ada apa dengan Parigi Moutong itu.” Jelas bayu

Lantas siapa aktor dalam kasus pertambangan di Parigi Moutong? Menurutnya terdapat tiga aktor besar dalam kasus usaha pertambangan di Kecamatan Kasimbar, Toribulu dan Tinombo Selatan, Kabupaten Parigi Moutong yakni State, Private Sektor, dan  masyarakat di dalam konsesi dan di luar konsesi PT Trio Kencana. 

Bayu menjelaskan aktor Negara dalam kasus PT Trio Kencana melibatkan banyak aktor. Pertama kata dia terdapat gubernur di tahun 2020 yang menerbitkan izin operasi produksi. 

Menariknya kata Bayu, peningkatan status produksi PT Trio Kencana ini, dilakukan saat terjadi transisi kebijakan dari daerah ke pusat. 

“Jadi peningkatan status OP itu dilakukan sangat cepat, karena ada peralihan kebijakan, kami menyebutnya policy break. Ketika UU No.3 Tahun 2020 keluar pada 10 juni 2020, Gubernur kemudian menerbitkan IUP Operasi Produksi pada 28 Agustus 2020,” ujarnya.

Kemudian juga ada Gubernur Sulawesi Tengah tahun 2022 yang dituntut masyarakat untuk mencabut izin operasi produksi PT Trio Kencana, sehingga ada narasi penciutan. Lalu ada Kadis ESDM dan Kadis DPMPTSP sebagai perpanjangan tangan Gubernur, yang menandatangani IUP PT Trio Kencana atas nama Gubernur dan menerbitkan Surat Teknis Operasi Produksi (OP). 

Terus kata Bayu, Bupati juga terlibat memberikan dukungan izin lingkungan termasuk memberikan Izin Usaha Eksplorasi pada tahun 2010. Menariknya kata dia Bupati Parimo 2010 adalah Gubernur Sulawesi Tengah pada tahun 2020 yang mengeluarkan izin operasi produksi. 

Selain Bupati 2010 juga ada Bupati 2022 yang berperan memberikan izin lingkungan kepada PT Trio Kencana. Lanjut Bayu, Bupati 2022 ini juga mengeluarkan Peraturan Daerah tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (PLP2B) yang menetapkan lahan pertanian pangan berkelanjutan (LP2B) di dalam konsesi PT Trio Kencana seluas 2.167 ha.

“Selain aktor-aktor ini juga terdapat Camat dan kepala-kepala desa termasuk PLT kepala desa yang juga punya peran dalam kasus pertambangan di Parimo,” ungkap Bayu.

Sementara aktor Private Sektor, kata Bayu tidak hanya perusahaan tambang skala besar. Tetapi juga terdapat tambang rakyat tradisional, Asosiasi Pertambangan Rakyat Indonesia (APRI) dan ada penambang illegal/PETI. 

“Jadi bicara pertambangan di Parimo tidak saja pertambangan skala besar saja, ada pertambangan rakyat, pertambangan ilegal yang bergerak di belakang panggung Negara tanpa regulasi tanpa control dan sudah pasti unreported. Lalu ada investor semacam man behind the gun yang membiayai jalannya operasi pertambangan ini dan juga ada middle man, pemain di tengah yang menghubungkan ke pasar sehingga bisnis ini tetap bertahan. Lebih menarik lagi, di sana juga ada pengusaha gilingan padi, mereka kontra terhadap tambang,” tuturnya.

Selain tiga aktor besar, kata Bayu juga terdapat Community Social Organization atau Non Government Organization dalam kasus pertambangan di Parimo. Aktor-aktor ini kata dia secara bersama-sama  melakukan pendampingan masyarakat dan juga mempertanyakan IUP PT Trio Kencana.

 “Jadi ada sederet aktor di sana, belum lagi kita bicara aktor-aktor di belakang jaringan mereka yang memiliki power relasi kuasa.”

Sehingga Kata Bayu rekomendasi dari penelitian ini pertama, pemerintah harus melakukan review perizinan pertambangan di Sulawesi Tengah, khususnya Parigi Moutong, Kedua, harus ada evaluasi kesesuaian Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Parigi Moutong dengan izin-izin konsesi pengusahaan Sumber Daya Alam. 

Ketiga, menegaskan konsistensi kebijakan pembangunan pertanian pangan berkelanjutan (LP2B) untuk ketahanan pangan. Keempat, harus melakukan mitigasi potensi konflik horizontal antar masyarakat pro-kontra tambang.*/TIN

Pos terkait