MOROWALI, MERCUSUAR – Jalur transportasi di jalan Trans Sulawesi khususnya di Kecamatan Bahodopi, Kabupaten Morowali yang menghubungkan Provinsi Sulteng dan Sulawesi Tenggara belum bisa dilewati dan putus total akibat banjir.
“Wilayah yang kena banjir di Kecamatan Bahodopi, yaitu Desa Dampala, Lele, dan Desa Siumbatu, sedangkan di Kecamatan Bungku Timur banjir melanda Desa Kolono. Jembatan yang rusak ada beberapa, yaitu Jembatan Larobenu, Jembatan Dampala, Jembatan Bahodopi dekat Polsek, serta Jembatan Ipi yang berada di jalur 16 (ring road),” urai Kepala Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Morowali, Nafsahu Salili pada wartawan Media ini terkait kondisi terakhir Morowali akibat banjir dalam beberapa hari terakhir, Minggu (09/6/2019).
Dikatakannya, pengungsi ditempatkan di Desa Onepute Jaya, Kecamatan Bungku Timur yang berjumlah sekira 300 orang.
“Upaya yang telah dilakukan pemerintah daerah saat ini adalah menyiapkan logistik kebutuhan pengungsi berupa beras, mie instan, gula, kopi, telur, pakáian bayi, tenda terpal, selimut dan pakain bekas,” ungkapnya.
Jembatan yang putus di Desa Larobenu, lanjut Nafsahu, sudah dapat dilalui kendaraan maksimal 3 ton. Untuk kebutuhan air bersih, BPBD Morowali mendatangkan mobil pemadam kebakaran (Damkar), sedangkan pemeriksaan kesehatan di tempat pengungsian oleh tim medis dari Dinas Kesehatan.
“Tim lain dari Dinas Sosial juga sudah menurunkan tim Tagana, khusus jembatan Dampala yang putus sudah dilaporkan ke provinsi dan BNPB Pusat,” jelasnya.
Data diperoleh BPBD Morowali saat ini, kata Nafsahu, rumah yang hanyut di Desa Dampala sebanyak enam unit. Sementara untuk korban jiwa belum ada.
“Untuk jumlah rumah yang terendam belum dapat kami hitung semua. Insya Allah secepatnya kami infokan. Dan untuk nelayan yang hilang asal Desa Bahontobungku terapung di laut selama 8 hari berhasil selamat. Dia ditemukan oleh nelayan yang ada di Kecamatan Bungku Utara, Morut (Morowali Utara) dalam kondisi selamat,” terangnya.
MENURUN DAYA DUKUNG LINGKUNGAN
Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Sulteng menyebut banjir yang terjadi di Kabupaten Morowali ada kaitannya dengan menurunnya daya dukung lingkungan.
“Kabupaten Morowali merupakan salah satu daerah yang masif melakukan eksploitasi sumber daya alam berbasis lahan,” ucap Manager Kampanye dan Perluasan Jaringan Walhi Sulteng, Stevandi di Palu, Minggu (9/6/2019).
Eksploitasi SDA berbasis lahan itu, tentu diikutkan dengan praktek pembabatan hutan yang kemudian berdampak terjadinya deforestasi hutan (perubahan lahan hutan menjadi non-hutan).
Praktek tersebut, dinilai Walhi Sulteng memberikan kontribusi besar terhadap penurunan daya dukung atau kualitas lingkungan yang memberikan dampak terjadinya erosi dan banjir.
Dalam catatan Walhi, tercatat 189 Izin Usaha Pertambangan yang terbit di Morowali pada tahun 2012.
“Dampak dari buruknya lingkungan yang terjadi saat ini, merupakan hasil dari kebijakan pemerintah daerah,” ucap Stevandi.
Menurut Walhi Sulteng, mestinya pemerintah daerah sebelum mengeluarkan kebijakan, harus benar-benar mempertimbangkan aspek lingkungan, agar tidak terjadi dampak dari buruknya lingkungan, seperti banjir yang terjadi saat ini.
Data Walhi Sulteng menyebutkan bahwa terdapat sekitar 6.000 hektare lahan yang dapat di katakan kritis di Kabupaten Morowali.
“Ini data awal berdasarkan pencitraan satelit. Kami akan investigasi lebih mendalam untuk konkritkan data 6.000 lahan kritis di Morowali,” ujar dia.
Walaupun itu data awal, namun cukup fantastis dan memberikan dampak besar terhadap masyarakat bila terjadi bencana alam. Olehnya, pemerintah perlu melakukan langkah-langkah perbaikan lingkungan, misalnya melakukan reboisasi. BBG/ANT