PALU, MERCUSUAR – JPU menuntut terdakwa mantan Kepala Dinas Perikanan dan Kelautan (DKP) Parigi Mouting (Parmout), Hamka Lagala dan mantan Wakil Ketua II DPRD Kabupaten (Dekab) Parmout, Sugeng Salilama masing-masing pidana penjara lima tahun, serta denda Rp200 juta dengan ketentuan apabila terdakwa tidak mampu membayar diganti dengan pidana kurungan tiga bulan, Kamis (20/5/2021).
Sementara terdakwa Martoha T Tahir dituntut pidana penjara empat tahun enam bulan serta denda Rp200 juta dengan ketentuan apabila terdakwa tidak mampu membayar diganti dengan pidana kurungan tiga bulan.
Selain itu, untuk terdakwa Sugeng Salilama dan Martoha M Tahir juga dituntut membayar uang pengganti sebesar Rp1.788.785.500, yang dibayar secara tanggung renteng. Apabila terdakwa tidak mampu membayar uang pengganti dalam jangka waktu satu bulan setelah putusan pengadilan berkekuatan hukum tetap, maka harta bendanya disita oleh jaksa dan dilelang untuk menutupi uang pengganti. Apabila harta bendanya tidak mencukupi, maka diganti pidana penjara tiga bulan.
Hamka Lagala, Sugeng Salilama dan Martoha T Tahir merupakan terdakwa kasus dugaan korupsi pengelolaan aset/Barang Milik Daerah (BMD) di DKP Parmout oleh Koperasi Lembaga Ekonomi Pengembangan Pesisir Mikro Mitra Mina (LEPP- M3) Tasi Buke Katuvu Tasi Buke Katuvu, Desa Petapa, Kecamatan Parigi Tengah, tahun 2012-2017. Sugeng Salilama merupakan Ketua Koperasi LEPP- M3 Tasi Buke Katuvu, sedangkan Martoha M Tahir selaku Bendahara.
“Menyatakan terdakwa telah terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana Pasal 2 Ayat (1) 3 Jo Pasal 18 Undang–Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 Ayat (1) ke 1 KUHP Jo Pasal 65 Ayat (1) KUHP,” tandas JPU, Andi Ichlazul Amal SH.
Mendengar tuntutan JPU, terdakwa Hamka Lagala didampingi Penasehat Hukumnya, Johanes Budiman SH MH dan OG Chakradeva SH MH, serta Sugeng Salilama dan Martoha T Tahir didampingi AGus Darwis SH menyatakan akan mengejukan pledoi (pembelaan).
“Sidang ditunda dua minggu hingga 3 Juni, agenda pembelaan terdakwa,” tutup Ketua Majelis Hakim, Marliyus MS SH MH didampingi anggota Darmansyah SH MH dan Hendrianus Indriyanto SH.
DIDAKWA RUGIKAN RP2,1 MILIAR
Dalam dakwaan JPU, ketiganya merugikan keuangan negara Rp2,1 miliar, tepatnya Rp2.140.307.500.
Jumlah kerugian itu berasal dari nilai yang tidak dibayar/disetor Rp150 juta, real cost pembangunan Kapal Inka Mina 30 GT Rp1.178.098.500 dan real cost pembangunan Kapal Arung Samudera Rp816.209.000.
Hal tersebut berdasarkan laporan hasil perhitungan dalam rangka menghitung kerugian negara aras dugaan penyimpangan pada pengelolaan asset/Barang Milik Daerah (BMD) Kabupaten Parmout oleh Koperasi Lembaga Ekonomi Pengembangan Pesisir Mikro Mitra Mina (LEPP- M3) tahun 2012-2018 oleh Tim Ahli penghitung kerugian negara keuangan negara dari Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Tadulako tanggal 1 September 2021.
KRONOLOGIS
Kasus tersebut terjadi berawal dari diangkatnya Sugeng Salilama sebagai Ketua Koperasi LEPP-M3 Tasi Buke Katuvu dan Martoha T Tahir selaku Bendahara pada tahun 2012, padahal keduanya bukan anggota atau pengurus koperasi.
Kemudian Hamka Lagala menyerahkan BMD, berupa dua unit kapal perikanan, yakin kapal Inka Mina dan Kapal Arung Samudera ke Koperasi Tasi Buke Katuvu untuk dikelola, juga pabrik es pusat pendaratan ikan (PPI) Petapa serta alat-alat perbengkelan. Dumana aset-aset itu sebelumnya dikelola DKP Parmout.
Padahal saat itu Koperasi Tasi Buke Katuvu belum memperoleh status badan hukum, sehingga tidak layak mengelola aset pemerintah serta tidak layak menerima bantuan dari pemerintah.
Dari seluruh BMD yang diserahkan pengelolanya pada Koperasi Tasi Buke Katuvu, hanya pabrik es PPI dan peralatan perbengkelan diatur khusus hak dan kewajibannya.
Hamka Lagala dengan sengaja tidak pernah menetapkan petugas khusus dari DKP untuk melakukan pengawasan dan pembinaan atas pengelolaan pabrik es PPI dan peralatan perbengkelan. Akibatnya, koperasi tidak memenuhi kewajibannya berupa laporan hasil pendapatannya dan melakukan penyetoran sebagai Pendapatan Asli Daerah (PAD) ke Bendahara DKP.
Penyetoran hanya dilakukan kepada Martoha T Tahir selaku bendahara Koperasi totalnya Rp90 juta. Jumlah tersebut, jauh lebih kecil dibandingkan hasil pembukuan selama lima tahun pengelolaannya, yakni 60 bulan/Rp5 juta, hingga seharusnya disetor Rp300 juta. Akibatnya terdapat kekurangan penyetoran Rp210 juta.
Terkait tidak adanya setoran Rp 210 juta telah ditindaklanjuti Sugeng Salilama dengan menyerahkan jaminan sertifikat tanahnya, serta dua kali penyetoran ke rekening kas daerah pada Juli 2019 Rp15 juta dan
Maret 2020 Rp45 juta, hingga totalnya Rp60 juta. Sisa tunggakan sampai saat ini belum dipenuhi (disetor) Rp 150 juta.
Selaon itu, selama menguasai Kapal Inka Mina dan Kapal Arung Samudera, terdakwa Sugeng Salilama dan Martoha T Tahir hanya sekali membuat dan mengesahkan laporan pertanggung jawaban (LPJ) 2013, selebihnya tidak pernah.
Koperasi Tasi Buke Katuvu juga tidak mampu mempertanggungjawabkan pengelolaan aset menjadi kewenangannya, yaitu pengelolaan pabrik es PPI Petapa macet total dengan tunggakan listrik senilai Rp76,7 juta sejak Februari 2017 sampai sekarang. Kemudian tidak beroperasinya dua kapal penangkap ikan sejak 2016 karena rusak, dengan nilai perlengkapan aset kedua kapal tidak ditemukan saat pemeriksaan fisik senilai Rp750,2 juta, serta tidak membuat laporan produksi pengelolaan es PPI dan kapal. AGK