PALU, MERCUSUAR – Penyidik kejati Sulteng telah memeriksa sebanyak 53 saksi terkait dugaan adanya ‘fee’ atas disetujuinya anggaran untuk pembayaran utang pembangunan Jembatan IV Palu sekira Rp14,9 miliar pada PT Global Daya Mandiri (GDM).
“Terakhir penyidik memeriksa tiga saksi inisial IL, SY dan DW pada Kamis (6/8/2020),” tutur Kepala Seksi Penkum Kejati SUlteng, Inti Astutik SH saat dihubungi Media ini, akhir pekan lalu.
Walaupun telah memeriksa hingga 53 saksi ditahap penyidikan itu, penyidik hingga saat ini belum menetapkan tersangka.
Diketahui, dalam kasus tersebut Wali Kota Palu, Hidayat dan mantan Wali Kota Palu periode 2005-2010 dan 2010-2015, Rusdy Mastura telah diperiksa sebagai saksi.
Selain itu, saksi yangt telah diperiksa, antara lain dari PT GDM Direktur Perusahaan, Komisaris dan staf perusahaan, inisial HP, NM, AS. Sementara pemerintah (eksekutif) inisial, MR, AR, AS dan RS.
Kemudian anggota dan mantan anggota DPRD Palu, diantaranya IR, SA, DB, AL, IA, IC dan HK.
Sebelumnya, Rabu (22/7/2020), Wakajati Sulteng, Sapta Subrata SH mengatakan ada dua hal yang didalami dalam kasus tersebut, yakni proses addendum keempat dan mekanisme penganggaran Rp14,9 miliar pada rekanan.
Diuraikan Wakajati, fakta didapatkan bahwa addendum keempat dilakukan setelah pekerjaan jembatan sudah PHO (Provisional Hand Over)atau serah terima pertama pekerjaan dari rekanan pada pemberi pekerjaan tahun 2006
“Sudah ada penyerahan pekejaan, baru dilaksanakan addendum keempat,” katanya didampingi para Asisten dan humas saat konferensi pers dalam rangka Hari Bhakti Adhyaksa (HBA) ke- 60 di ruang press room Kejati Sulteng itu.
Pada addendum keempat itu, sambungnya, ditentukan ada kurang pekerjaan, ada kemahalan pekerjaan, sehingga terakumulasi Rp14,9 miliar. Pada addendum itu juga ditentukan apabila ada sengketa dilaksanakan di persidangan Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI). “Untuk adendum akan dilihat kembali pada undang-undang pengadaan barang dan jasa,” katanya.
“Kami mencari perbuatan melawan hukum dan mensreanya. Siapa aktornya,” sambung Wakajati.
Kemudian, lanjutnya, mekanisme masalah penganggaran, setelah adanya putusan Bani.
Keterangan saksi- saksi yang diperiksa, item membayar hutang tidak ada diusulan dan dibahas di banggar.
Ia menyebutkan, fakta hasil penyidikan sesuai keterangan alat bukti disampaikan saksi termasuk notulen rapat, tidak ada dibahas di banggar tapi muncul di paripurna. “Dari dua hal tersebut, itulah kita mencari tahu mensreanya, siapa bertanggung jawab,” ujarnya.
“Namun kita tidak mempersoalkan putusan BANI tersebut,” sambung Wakajati. AGK